TALK SHOW PRAKTIK BAIK SERAH SIMPAN KARYA CETAK DAN KARYA REKAM

Salemba, Jakarta – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan menyelenggarakan Talk Show Praktik Baik Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SS KCKR) pada hari Selasa, 25 Mei 2021. Talk Show ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menyemarakkan Hari Ulang Tahun ke-41 Perpusnas yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2021. Talk Show diselenggarakan secara daring melalui zoom meeting dengan menghadirkan empat narasumber dari berbagai latar belakang yang menjadi representasi dari Pelaksana SS KCKR di Indonesia, yaitu Wandi S. Brata (Direktur Publishing & Education Kompas Gramedia), Braniko Indhyar (General Manager Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI)), Monika N. Lastiyani (Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) D.I. Yogyakarta), dan Oki Setiana Dewi (aktris dan penulis). Acara Talk Show dibagi menjadi empat sesi dengan menghadirkan masing-masing satu narasumber yang dipandu langsung oleh Yudhi Firmansyah (Pustakawan Perpusnas) selaku host dan moderator.   Wandi S. Brata hadir menyapa peserta Talk Show sebagai pembicara pertama. Ia menjelaskan secara rinci mengenai trik yang dilakukan Kompas Gramedia dalam mendisiplinkan praktik pelaksanaan SS KCKR di kantornya, mulai dari penunjukkan Person in Charge di masing-masing penerbit hingga sosialisasi UU SS KCKR kepada para penulis saat acara writers gathering. Selain itu, ia juga menyampaikan mengenai rencana kerja sama (interoperabilitas) yang akan dijalin bersama Perpusnas dalam rangka meningkatkan pelaksanaan Serah Simpan Karya Rekam Digital. Pada kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa ke depannya Kompas Gramedia akan memasukkan beberapa poin mengenai pelaksanaan SS KCKR ke dalam kontrak dengan penulis. Hal ini dilakukan untuk lebih meningkatkan kesadaran penulis tentang UU SS KCKR dan tentunya memudahkan penerbit untuk menyerahkan karya-karya para penulis ke Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi.   Sesi Talk Show berikutnya diisi oleh Braniko Indhyar selaku perwakilan ASIRI. Ia mengawali perbincangan dengan bercerita tentang pelaksanaan SS KCKR bersama perusahaan-perusahaan label yang dinaungi oleh asosiasi tersebut. Ia juga menceritakan mengenai kerja sama yang tengah terjalin dengan Perpusnas dalam pemberian International Standard Recording Code (ISRC) dan penghimpunan musik digital di Indonesia. Menutup perbincangan, Braniko memberi sedikit catatan bagi Perpusnas yang harapannya bisa menjadi perbaikan di masa mendatang. Ia berharap agar sistem penghimpunan karya rekam digital (e-Deposit) dapat melestarikan master dari setiap karya dengan baik dan meningkatkan keamanannya guna melindungi karya-karya yang terhimpun dari upaya pembajakan.   Selepas berbincang bersama dua narasumber Pelaksana Serah, acara Talk Show dilanjutkan dengan menghadirkan Monika N. Lastiyani dari DPAD D.I. Yogyakarta selaku Pelaksana Simpan di tingkat provinsi, khususnya D.I. Yogyakarta. Ia bercerita banyak mengenai implementasi UU SS KCKR di daerahnya mulai dari UU No. 4 Tahun 1990 hingga UU No. 13 Tahun 2018. Sejumlah langkah-langkah konkret sudah dilakukan oleh DPAD D.I. Yogyakarta dalam rangka meningkatkan implementasi pelaksanaan UU SS KCKR di provinsi D.I. Yogyakarta, mulai dari pembuatan Perda dan Pergub untuk mendukung pelaksanaan SS KCKR di lingkup provinsi, hunting karya ke kantor-kantor penerbit, hingga pemberian apresiasi kepada penerbit terpilih. Bagi Monika, roh pelaksanaan UU SS KCKR ini yaitu pelestarian karya anak bangsa. Oleh karena itu, ia berharap ada kepatuhan dari setiap penerbit dan produsen karya rekam untuk mengimplementasikan amanah UU tersebut. Aksi nyata dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan provinsi tentunya juga dibutuhkan guna menyukseskan pelaksanaan SS KCKR di Indonesia.   Oki Setiana Dewi hadir menyapa para peserta pada sesi terakhir Talk Show Praktik Baik SS KCKR kali ini. Bagi Oki, hadirnya UU SS KCKR sangat penting karena karya-karya anak bangsa dapat dilestarikan dengan baik. Ia mencontohkan dirinya sendiri yang saat ini sedang kesulitan untuk menemukan karyanya yang berjudul “Melukis Pelangi: Catatan Hati Oki Setiana Dewi.” Hal ini terjadi karena baik dirinya, penerbit, maupun toko buku, sudah tidak ada lagi yang menyimpannya, mengingat peluncuran karya tersebut sudah sangat lama dilakukan. Ia mengaku kaget sekaligus bersyukur karena saat sesi Talk Show berlangsung ternyata karya tersebut terkonfirmasi sudah ada dan tersimpan dengan baik di Perpusnas. Menutup perbincangan, Oki berharap agar ke depannya seluruh karya anak bangsa dapat tersimpan di Perpusnas. Ia juga menyarankan agar Perpusnas bisa membuat acara yang menarik atau bahkan menggandeng influencer agar bisa lebih mempromosikan eksistensi Perpusnas dan pentingnya pelaksanaan UU SS KCKR ini.

Penulis : Suci Indrawati Irwan ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
HUNTING BAHAN PERPUSTAKAAN LOCAL CONTENT DAN NASKAH KUNO DI PROVINSI RIAU

 Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sebagai lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan. Sebagai perpustakaan pelestarian, Perpusnas berkewajiban untuk menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno. Berdasarkan hal itulah maka dilaksanakan kegiatan hunting bahan perpustakaan naskah kuno ke berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu daerah tujuan hunting pada tahun 2021 di Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan adalah Provinsi Riau. Riau adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak adat istiadat, kebudayaan, cerita, sejarah, dan lain-lain, sehingga memungkinkan adanya peninggalan naskah kuno dalam jumlah cukup besar. Tim Hunting Provinsi Riau yang beranggotakan empat orang pustakawan, yaitu Arion, Margono, Erlina Indersari, dan Ramadhani Mubaraq mengawali tugas dengan mengunjungi Penerbit Salmah Publishing yang berlokasi di Kota Pekanbaru. Kunjungan ini berhasil menghasilkan beberapa buku hasil karya Ibu Siti Salmah dan rekan-rekan sesama penulis di Kota Pekanbaru. Tim Hunting juga mengunjungi penerbit lain di Kota Pekanbaru, yaitu Bapak Marhalim Zaini dan berhasil memperoleh beberapa judul buku yang ditulis dan diterbitkannya. Selama pelaksanaan kegiatan, Tim Hunting juga berkoordinasi dengan Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Pemerintah Provinsi Riau untuk menanyakan keberadaan naskah-naskah nusantara yang dimiliki Pemerintah Daerah setempat.  Ada dua tempat yang direkomendasikan, yaitu Museum Negeri Provinsi Riau "Sang Nila Utama" dan kediaman Bapak Miral Mukhazi, ST. yang merupakan keturunan ke-4 dari Datuk Laksemana Raja di Laut, yaitu keturunan dari Datuk Ali Akbar.Kunjungan ke Museum Negeri "Sang Nila Utama" menghasilkan informasi mengenai berbagai naskah kuno yang sudah dipreservasi oleh Tim Preservasi dari Perpusnas. Koleksi naskah kuno tersebut saat ini berada dalam kondisi baik dan sangat terawat, serta sudah mendapatkan label identitas sehingga memudahkan penelusuran. Sementara itu di kediaman Bapak Miral Mukhazi, ST., Tim Hunting mendapati beberapa lembar manuskrip peninggalan Datuk Laksemana Raja di Laut dan silsilah keluarga yang menunjukkan bahwa beliau adalah keturunan ke-4 dari Datuk Ali Akbar. Banyak kisah yang diceritakan kembali oleh Bapak Miral Mukhazi, baik itu mengenai silsilah maupun peranan Laksemana Raja di Laut dalam mengawal Raja Kecil dalam perjalanannya di laut sehingga mendapatkan gelar Laksemana Raja di Laut.

Penulis : Ramadhani Mubaraq, SS ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Serah Simpan KCKR Bertujuan untuk Mewujudkan Koleksi Nasional dan Melestarikan Hasil Budaya Bangsa

Banjarmasin, Kalimantan Selatan - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Selatan (Dispusip Kalsel) menyelenggarakan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Kegiatan berlangsung pada hari Jumat, 5 Maret 2021 bertempat di Hotel Rattan Inn, Jalan A. Yani KM 5,5 Pemurus Dalam Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin. Peserta sosialisasi terdiri dari penerbit, produsen karya rekam, dosen, penulis buku, seniman, dan Dinas Perpustakaan kabupaten/kota di wilayah Kalimantan Selatan, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.Dalam sambutannya, Kepala Dispusip Kalsel Dra. Hj. Nurliani Dardie, M.AP mengatakan, “Dengan diterapkannya UU SSKCKR diharapkan dapat menyelamatkan KCKR dari bencana bahaya yang disebabkan oleh alam dan perbuatan manusia.” Nurliani juga menyampaikan, “Alasan kami melaksanakan sosialisasi ini secara rutin karena masih banyak kalangan yang belum mengetahui tentang Undang-Undang ini.” Pemaparan inti Sosialisasi UU SSKCKR disampaikan oleh Pustakawan Ahli Madya Dra. Tatat Kurniawati yang juga mengemban tugas sebagai Koordinator Pengelolaan Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam di Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Dalam paparannya, Tatat mengatakan, “Tujuan pelaksanaan serah simpan karya cetak dan karya rekam adalah untuk mewujudkan koleksi nasional dan melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa dalam rangka menunjang pembangunan, melalui pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.”Selanjutnya Tatat menyatakan, “Berdasarkan UU SSKCKR tersebut, ada beberapa komponen yang diwajibkan untuk melakukan serah simpan KCKR, di antaranya penulis, penerbit, WNI dan WNA yang membuat karya tulis tentang Indonesia, namun diterbitkan di luar negeri." Kemudian dikatakannya juga bahwa Perpusnas dan Perpusprov juga harus bisa mengantisipasi perkembangan IT dan kebudayaan, serta harus tanggap terhadap kehilangan, kerusakan, dan hal lain yang bisa memusnahkan KCKR yang diserahsimpankan."Kegiatan yang merupakan kali ketiga dilaksanakan oleh Dispusip Kalsel selama tiga tahun terakhir tersebut diakhiri dengan diskusi antara narasumber dan para peserta.

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Koleksi Pemustaka Berkebutuhan Khusus: Aksesibilitas Informasi bagi Penyandang Disabilitas Netra

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menyebutkan bahwa Perpustakaan Nasional bertanggung jawab mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Perpustakaan Nasional (Perpusnas) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan berbagai jenis koleksi, salah satunya adalah koleksi untuk pemustaka berkebutuhan khusus. Pengadaan koleksi untuk pemustaka berkebutuhan khusus merupakan upaya memenuhi hak masyarakat dalam memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan, termasuk di dalamnya para penyandang disabilitas yang berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing. Hal ini juga sejalan dengan amanat pada Pasal 24 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas berhak untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses. Koleksi untuk pemustaka berkebutuhan khusus yang saat ini dikembangkan oleh Perpusnas adalah koleksi untuk pemustaka disabilitas netra, di antaranya koleksi dalam bentuk braille dan audiobook dalam format DAISY (Digital Accessible Information System). Dalam rangka meningkatkan pelayanan perpustakaan kepada para pemustaka berkebutuhan khusus, pada bulan Maret 2021, Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan melakukan kegiatan hunting ke Yayasan Mitra Netra di Jakarta dan Yayasan Raudhatul Makfufin di Tangerang Selatan. Yayasan Mitra Netra adalah organisasi nirlaba yang memusatkan programnya pada upaya meningkatkan kualitas dan partisipasi tunanetra di bidang pendidikan dan lapangan kerja (mitranetra.or.id). Sedangkan Yayasan Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra) mempunyai spesialisasi dan prioritas pengajaran agama Islam kepada tunanetra muslim di seluruh Indonesia. (makfufin.id) Pada kegiatan ini tim melakukan hunting berbagai subjek buku braille dan audiobook, melihat proses pembuatan dan pencetakan buku braille, serta pengenalan proses pembuatan buku elektronik (E-Pub). Pada kesempatan ini juga, tim menerima masukan terkait dengan aksesbilitas koleksi perpustakaan bagi para penyandang disabilitas netra yang harus disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi.

Penulis : Diah Budhi Utami, S. Sos., M.Hum. ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Koordinasi Antarunit untuk Penyempurnaan Teknis Pengelolaan KCKR

Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan merupakan salah satu unit kerja setingkat eselon 2 yang berada di bawah Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI). Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan mempunyai tugas dan fungsi di antaranya melakukan penghimpunan karya cetak dan karya rekam (KCKR) dari penerbit dan produsen karya rekam. Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) Pasal 15 ayat 2 dijelaskan bahwa pengelolaan KCKR terdiri dari penerimaan, pengadaan, pencatatan, pengolahan, penyimpanan, pendayagunaan, pelestarian, dan pengawasan. Dalam menjalankan pengelolaan KCKR, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan selalu berkoordinasi dengan unit-unit terkait untuk penyempurnaan pengelolaan koleksi KCKR. Pelaksanaan pengelolaan KCKR diawali dengan koordinasi yang dilakukan oleh Kelompok Pengelola KCKR yang terdiri atas Tatat Kurniawati (Koordinator Pengelolaan KCKR) dan Rizki Bustomi (Subkoordinator Pengelolaan Koleksi Karya Cetak) dengan berkunjung ke Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara. Dalam kunjungan ini, Kelompok Pengelola KCKR bertemu dengan Yuliatri Bunga (Koordinator Penyusunan Konten dan Layanan Informasi Perpustakaan), Luthfiati Makarim (Koordinator Monograf dan Berkala Langka), Atis Taufik Abdul Rahman (Subkoordinator Layanan Keanggotaan dan Sirkulasi), Arief Wicaksono (Subkoordinator Layanan Referensi, Monograf, Terbitan Berkala, dan Multimedia), dan Hanita Sulistia (Ketua Kelompok Layanan Monograf Tertutup) untuk berdiskusi membahas pengelolaan KCKR tentang pencatatan, penyimpanan, dan pendayagunaannya. Di samping itu, diskusi juga membahas tentang informasi yang beredar bahwasanya koleksi Deposit KCKR (Kop. 2) mengalami perubahan lokasi penyimpanan dan layanannya bisa dipinjamkan untuk dibawa pulang sehingga secara tidak langsung akan berubah pada tagging Inlis yang akan mengurangi aset penilaian koleksi Deposit, serta pendayagunaan koleksi Deposit.Diskusi tersebut menghasilkan keputusan bersama, yaitu: 1. Koleksi Deposit hasil pelaksanaan UU SSKCKR tetap menjadi koleksi Deposit dengan teknis pelayanan tertutup. Apabila ada koleksi Deposit yang dilayankan terbuka, tetap tidak bisa dibawa pulang untuk dipinjamkan.2. Koleksi Deposit hasil pelaksanaan UU SSKCKR tetap menjadi aset deposit dengan melihat pada sumber pengatalogan walau berubah pada tagging lokasi penyimpanan koleksi.3. Memberikan stiker dengan warna khusus untuk membedakan antara koleksi hasil pelaksanaan UU SSKCKR dan koleksi yang berdasarkan pembelian.4. Mengirimkan koleksi grey literature mulai tahun 2021 dengan catatan sudah berganti nomor panggil.5. Koleksi TIR/PBB untuk sementara masih menunggu kebijakan Deputi Bidang Pengembangan Koleksi dan Jasa Informasi.6. Pendayagunaan koleksi Deposit berada di Perustakaan Nasional RI Salemba dengan menggunakan layanan rujukan dan pemustaka bisa menggunakan Lt. 7c sebagai ruang baca namun masih menunggu keputusan Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara beserta SOP pendayagunaannya.Setelah mengunjungi Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara, Kelompok Pengelola KCKR juga berkunjung ke Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan untuk bertemu dengan Triani Rahmawati (Koordinator Pengolahan Hasil Pengadaan dan Serah Simpan KCKR), Destiya Puji Prabowo (Subkoordinator Pengolahan Hasil Pengadaan dan Serah Simpan Karya Cetak), dan Lilies Fardhiyah (Subkoordinator Pengolahan Hasil Pengadaan dan Serah Simpan Karya Rekam). Kedua pihak berdiskusi membahas teknis pengelolaan KCKR tentang pencatatan, pengolahan, dan pengiriman koleksi KCKR kop. 2.Diskusi tersebut menghasilkan keputusan bersama, yaitu:  1. Koleksi Grey Literature tahun 2021 akan dikirim ke Kelompok Pengolahan Hasil Pengadaan dan Serah Simpan KCKR.2. Koleksi TIR/PBB masih menunggu kebijakan Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi.3. Setiap pengiriman koleksi hasil pelaksaaan UU SSKCKR Kop. 2 dilengkapi Berita Acara Pengiriman (BAP) dan dilaksanakan pada akhir tahun.4. Koleksi Deposit hasil pelaksanaan UU SSKCKR yang belum dilabel warna oranye akan diberi label warna oranye oleh Kelompok Pengolahan Hasil Pengadaan dan Serah Simpan KCKR.5. Apabila ditemukan koleksi Deposit (kop. 1) akan dikembalikan ke Kelompok Pengelola KCKR.6. Untuk menyeragamkan sistem pencatatan koleksi KCKR dengan pengembangan koleksi perpustakaan, Kelompok Pengelola KCKR hanya mengisi pada tag, 245, 264, dan 250. Nantinya bagi staf pengelola KCKR yang ingin melakukan pengolahan, akan mengirimkan surat permohonan  izin untuk melakukan pengolahan koleksi KCKR. Koordinasi antarunit tersebut sangatlah penting mengingat Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan memiliki tupoksi yang sangat berkaitan alur kinerjanya dengan unit lain di Perpusnas RI. Sebagai contoh pada Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara tentang teknis pencatatan, penyimpanan, dan pendayagunaan, pada Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan terkait teknis pencatatan, pengolahan, dan pengiriman koleksi KCKR, pada Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan tentang penyimpanan dan pelestarian koleksi agar tidak menjadi rusak baik fisik maupun informasinya, serta pada Pusat Data dan Informasi mengenai semua sistem aplikasi untuk menunjang pelaksanaan pengelolaan KCKR di Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan. Koordinasi antarunit yang dilaksanakan oleh koordinator dan subkoordinator ini selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pimpinan di masing-masing unit kerja di lingkungan Perpusnas RI dalam memaksimalkan kinerja pegawai dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di lingkungan unit masing-masing.

Penulis : Rizki Bustomi ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Sebuah Ide-Opini untuk Perpustakaan Nasional Masa Depan dalam Meningkatkan Perannya Memajukan Indonesia

Sistem pendidikan berjalan pada level input, proses, ataupun output yang biasanya melibatkan berbagai unsur masyarakat ataupun unsur hasil bentukan masyarakat di dalamnya (lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun NGO). Semua unsur yang terlibat dalam sistem pendidikan memberikan dampak satu sama lain. Hanya saja, ketika kita ingin menjadikan pendidikan dengan sistem pendidikannya sebagai sebuah alat dalam menyejahterakan masyarakat, kita harus mengkaji apakah suatu unsur masyarakat dalam menjalankan perannya pada sistem pendidikan telah berperan secara produktif, relevan, efektif, dan efisien. Lebih dari itu, kita juga harus melihat apakah dampaknya sudah signifikan. Tulisan ini akan mencoba membahas peran salah satu unsur dari sistem pendidikan yakni Perpustakaan Nasional dan skenarionya dalam mencerdaskan dan menyejahterakan bangsa Indonesia melalui kepustakawanan dan literasi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Perpustakaan adalah salah satu unsur penting dari sebuah sistem pendidikan. Dalam sistem pendidikan, perpustakaan memiliki sebuah status unik dalam konteks tujuan keberadaan organisasinya secara menyeluruh. Perpustakaan berfungsi layaknya sebuah alat. Alat yang bisa digunakan pada level input sistem pendidikan dalam wujud informasi dan pengetahuan melalui bahan perpustakaannya. Perpustakaan juga menjadi sebuah alat pada level proses sistem pendidikan yang digunakan oleh pemerintah untuk membuat kebijakan, digunakan sebagai bahan ajar oleh guru dan digunakan oleh pelajar dalam memahami pelajaran. Uniknya lagi, perpustakaan juga adalah alat pada level output sistem pendidikan dengan wujud karya bahan perpustakaan seperti jurnal penelitian, buku, jurnal, dan sebagainya. Pada level output, perpustakaan dengan koleksi bahan perpustakaannya juga menjadi salah satu indikator dalam keberhasilan sistem pendidikan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari kualitas maupun kuantitas jurnal, buku serta bahan perpustakaan lainnya yang diterbitkan oleh akademisi, profesional ataupun masyarakat Indonesia secara umum. Berkaca dari hal ini, kita dapat melihat betapa peran perpustakaan vital dalam konteks kemajuan sistem pendidikan di Indonesia yang bertujuan mencerdaskan dan menyejahterakan bangsa. Dalam pembahasan tentang perpustakaan, pelaksana utama kepemimpinan khusus kepustakawanan dikomandoi secara tidak langsung berdasarkan undang-undang oleh Perpustakaan Nasional Indonesia (Perpusnas). Hal ini tertuang dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (UU Perpustakaan). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Perpusnas adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan serta berkedudukan di ibukota negara. Selanjutnya pada Pasal 21 ayat (2) dijelaskan bahwa Perpusnas bertugas:a. menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan;b. melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan;c. membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan; dand. mengembangkan standar nasional perpustakaan. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat di atas. Perpusnas bertanggung jawab:a. mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat;b. mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa;c. melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dand. mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri. Jika melihat amanat UU tersebut mengenai fungsi dan tugas Perpusnas, diketahui bahwa Perpusnas memiliki peran signifikan dan potensial dalam memajukan Indonesia. Nantinya peran tersebut akan berimbas pada peningkatan kualitas sistem pendidikan Indonesia, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung melalui peningkatan mutu pendidikan tumbuhlah ekonomi, sejahterahlah masyarakat, dan bahagialah rakyatnya. Sayangnya, secara data, peran Perpusnas hingga saat ini belum dimaksimalkan dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang bermutu. Pendidikan Indonesia saat ini masih dianggap terbelakang dan tidak efektif. Berdasarkan data, kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara dalam hal aspek kemampuan membaca siswa. Hal ini juga berbanding lurus dengan aspek lainnya seperti skor kemampuan matematika siswa yang ada di peringkat 72 dari 78 negara dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara pada laporan penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018 yang dipublikasikan pada Desember 20191. Lebih dari itu, secara kasat mata kita dapat melihat bahwa tren perilaku pencarian informasi masyarakat saat ini condong ke arah penggunaan internet melalui gawai (gadget). Hal ini juga berbanding lurus dengan tren belajar masyarakat secara daring (online). Kita bisa lihat juga secara langsung melalui pertumbuhan media sosial dengan konten informasinya tersendiri seperti konten video pembelajaran di media sosial seperti Youtube yang mendapatkan perhatian kalangan-kalangan pelajar dan profesional, disukai, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sedangkan tren pencarian informasi dan belajar melalui buku ataupun dari bahan perpustakaan, baik di perpustakaan ataupun tidak, malah menurun. Lantas, dengan mengetahui fakta di atas, apakah Perpusnas bisa berdampak lebih terhadap pendidikan Indonesia secara sistematis sesuai perannya sebagai alat dalam sistem pendidikan dan sesuai amanat UU tentang fungsi dan tugas Perpusnas? Untuk menjawab hal ini, kita bisa menelaah dan membayangkannya melalui sebuah Skenario Perpustakaan Nasional Masa Depan, sehingga nantinya dengan peran Perpusnas dan inovasi-inovasi yang bisa dilakukan bersama stakeholder terkait, Perpusnas mampu memberikan dampak yang lebih strategis lagi terhadap peningkatan kualitas pendidikan Indonesia secara sistematik dan menyeluruh, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Adapun skenario yang dapat meningkatkan dampak dari peran Perpusnas dalam rangka mewujudkan sistem pendidikan Indonesia di masa depan yang lebih baik dapat dijelaskan sebagai berikut. Perpusnas dilegalkan oleh UU dalam membuat atau merumuskan peraturan yang mengikat dalam mewujudkan inovasi-inovasi di bidang ilmu perpustakaan, kepustakawanan, dan terhadap semua jenis perpustakaan di seluruh Indonesia. Cakupan kerjanya dalam hal ini, meliputi hal berikut: - Mengubah, ikut serta menetapkan, dan berperan dalam merumuskan kurikulum dan program pendidikan ilmu perpustakaan di Indonesia bersama universitas-universitas yang ada. Contoh inovasi yang bisa dilakukan seperti menggabungkan ilmu perpustakaan dengan ilmu komputer (sebagai kesatuan ataupun parsial atau bisa dengan ilmu relevan lainnya). Dengan demikian, lulusan ilmu perpustakaan memiliki kompetensi yang terintegrasi dengan era informasi dan pengetahuan yang berbasis teknologi informasi di masa depan dalam rangka memudahkan perpustakaan dan pustakawannya masuk ke dalam era digital dan industry 4.0 secara penuh. Lebih dari itu, dengan menggabungkan ilmu perpustakaan dengan ilmu komputer ataupun melakukan hal sejenis perpustakaan dapat meningkatkan minat banyak murid cerdas yang mau masuk universitas dengan memilih disiplin ilmu perpustakaan, sehingga lulusan ilmu perpustakaan yang nantinya menjadi pustakawan di seluruh Indonesia terdiri dari pustakawan yang berkualitas dan kompeten sesuai era teknologi di masa depan yang saat ini sudah mulai diaplikasikan di perpustakaan secara bertahap. - Mewajibkan seluruh perpustakaan umum (perpustakaan provinsi, kota, kabupaten, ataupun desa dan sejenisnya) di Indonesia menerapkan konsep “Perpustakaan sebagai tempat belajar, mengajar dan menyelenggarakan kepelatihan informal secara gratis berbagai bidang ilmu”. Tema pelatihan sesuai kebutuhan ekonomi dan kompetensi masyarakat di sekitar lokasi perpustakaan. Hal ini sekaligus dalam rangka membudayakan belajar sepanjang hayat. Dalam pelaksanaannya perpustakaan dilengkapi sarana dan prasarana yang difasilitasi dan didanai oleh negara, baik melalui APBN maupun APBD, ataupun pihak ketiga. - Menerapkan konsep akses seluruh buku karya anak bangsa yang mudah dan murah secara digital dalam satu pintu portal online dalam format aplikasi smartphone yang dikelola Perpusnas. Penerapannya dengan mengalihmediakan semua buku cetak yang diterbitkan di Indonesia dalam versi e-book setelah tiga tahun diterbitkan versi cetaknya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa di bawah tiga tahun setelah cetak masih memiliki masa-jual ekonomi. Khusus buku dengan e-book yang sudah dikeluarkan penerbit dibuat semacam kontrak-guna yang menguntungkan penerbit, penulis, pemustaka, dan Perpusnas. Dengan begini semua buku cetak di Indonesia memiliki versi e-book-nya dan e-book tersebut dikelola pemerintah secara terintegrasi. Pemerintah dapat mengetahui jumlah pembaca harian dan statistik minat baca Indonesia. Perpusnas di sini membuat kebijakan yang juga harus mempertimbangkan penerbit selaku usaha, penulis, dan pembaca. Contohnya dalam hal menguntungkan penulis dan penerbit. Setiap pembaca yang membaca suatu buku dikenakan biaya baca selama periode waktu tertentu. Hasil uangnya dibagi sesuai perjanjian kepada penerbit dan penulis. Namun, peraturan ini diberlakukan tidak kepada seluruh buku, tergantung kerja sama dan kesepakatan. Dengan maraknya popularitas kebijakan ini dan mudahnya akses buku murah orisinal dan ada juga opsi e-book gratisnya pembajak jadi enggan membajak buku karena membaca buku berkualitas jadi lebih mudah dan murah. - Menghitung karya kerja pustakawan yang berdampak dan kreatif seperti membuat infografis, video Youtube, postingan Instagram, dan audio ringkasan buku yang memiliki nilai edukasi sebagai salah satu bagian dari pekerjaan pustakawan yang dihitung angka kreditnya. Di sisi lain dinilai sebagai bagian dari kinerja pustakawan di seluruh Indonesia di berbagai jenis perpustakaan dengan pengawasan dan penilaian yang sudah dilaksanakan seperti sekarang ini. Itulah beberapa ide skenario Perpusnas masa depan menurut penulis. Walaupun skenario di atas sangat debatable, namun ide tersebut diharapkan dapat memancing inovasi-inovasi kebijakan lain di masa datang. Lebih dari itu, diharapkan melalui skenario-skenario di atas banyak dari kita melihat secara lebih luas mengenai makna dan vitalnya peran perpustakaan dan kepustakawanan, khususnya Perpusnas bagi kemajuan Indonesia baik masa kini ataupun di masa yang akan datang. Jika scenario ini dipertimbangkan, diwujudkan, dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait dengan baik, maka sistem pendidikan Indonesia akan masuk pada level selanjutnya yang sekelas dengan sistem pendidikan negara-negara maju, sehingga membawa Indonesia pada fase masyarakat sejahtera. Catatan Kaki:1https://www.jawapos.com/nasional/pendidikan/04/12/2019/ranking-pisa-indonesia-turun-dipicu-salah-orientasi-pendidikan/ 

Penulis : Suci Indrawati Irwan ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Optimalisasi Pelaksanaan UU SSKCKR Membutuhkan Peran Aktif IKAPI dalam Mendorong Penerbit untuk Menyerahkan Karyanya

Jakarta – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) kembali melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bersama Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dengan mengangkat tema “Peran IKAPI dalam Optimalisasi Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR).” Kegiatan diskusi ini diselenggarakan pada hari Senin, 12 April 2021 di Ruang Rapat Lantai 4, Gedung Layanan Perpustakaan Nasional, Jl. Medan Merdeka Selatan 11, Jakarta Pusat dengan menghadirkan narasumber yaitu Kartini Nurdin (Perwakilan IKAPI Pusat), Hikmat Kurnia sebagai perwakilan dari penerbit (Pimpinan Penerbit Agromedia Group), dan Emyati Tangke Lembang (Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Perpusnas RI). Diskusi juga dihadiri oleh beberapa perwakilan penerbit yang tergabung dalam anggota IKAPI. Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Ofy Sofiana hadir memberikan sambutan dan menyatakan bahwa FGD ini dilakukan sebagai upaya peningkatan kerja sama antara Perpusnas RI dan IKAPI. Ia berharap pelaksanaan FGD kali ini bisa lebih meningkatkan sinergi kedua belah pihak dalam mengoptimalkan penghimpunan KCKR. Tidak lupa, ia juga berpesan kepada IKAPI untuk mendorong anggota IKAPI lainnya dalam pelaksanaan SSKCKR. “Kami (Perpusnas RI) berharap pelaksanaan FGD ini bisa menjadi momentum bagi kita semua untuk lebih bersinergi dalam mengoptimalkan penghimpunan KCKR. Selain itu, kami juga mohon agar IKAPI dapat mendorong anggotanya yang belum aktif untuk menyerahkan karyanya ke Perpusnas RI dan Perpustakaan Provinsi,” tuturnya. Emyati menyampaikan paparan terkait Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam sebagai landasan dasar materi diskusi kali ini. Ia juga menyampaikan mengenai data penghimpunan terkini sebagai gambaran kondisi penghimpunan dan kepatuhan Penerbit terhadap Undang-Undang tersebut. “Berdasarkan data per 7 April 2021, terdapat 6.102 penerbit yang terdaftar di ISBN. Penerbit yang sudah menyerahkan karya sebanyak 2.635 dan yang belum menyerahkan karya sebanyak 3.467. Apabila dikonversi dalam bentuk jumlah terbitan, maka didapatkan angka sebanyak 38.083 judul karya yang sudah diterima dan 75.418 judul karya yang belum diterima,” tuturnya. Kegiatan dilanjutkan dengan paparan materi dari Kartini Nurdin selaku Perwakilan IKAPI Pusat. Secara ringkas, Kartini menjelaskan mengenai pentingnya implementasi UU SSKCKR dan teknis pelaksanaannya dengan berpedoman pada UU No. 13 Tahun 2018 dan PP No. 55 Tahun 2021. Sebagai penutup, ia menyatakan komitmennya untuk terus mendorong seluruh anggota IKAPI agar menyerahkan karyanya kepada Perpusnas RI dan Perpustakaan Provinsi. Ia juga membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi Perpusnas RI untuk menjalin kerja sama dalam rangka mensukseskan amanat UU tersebut. Pimpinan Penerbit Agromedia Group Hikmat Kurnia turut menyampaikan paparan materi pada FGD kali ini. Baginya, pelaksanaan UU SSKCKR merupakan keniscayaan. Ia menambahkan bahwa wujud sebuah generasi dapat dipahami dengan memosisikan buku sebagai anak zaman yang hadir dalam konteks sebuah ruang dan waktu dan sebagai produk kebudayaan masyarakat. Baginya, buku merupakan warisan budaya yang memiliki kemampuan untuk mengunggah rasa afirmasi dan kepemilikan yang bisa dialih-tularkan, memperkuat, dan menstimulus identitas diri sebuah masyarakat dalam satu wilayah. Oleh karena itu, menurutnya peran pelaksanaan SSKCKR sangat dibutuhkan.Diskusi dipimpin oleh Tatat Kurniawati selaku Koordinator Pengelolaan Karya Cetak dan Karya Rekam. Antusias peserta diskusi sangat terlihat dalam pelaksanaan FGD ini. Selama berjalannya diskusi, Perpusnas RI tidak hanya menerima pertanyaan dari para peserta, tetapi juga saran yang dimaksudkan untuk perbaikan dan keberhasilan pelaksanaan SSKCKR.

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Pengesahan PP Nomor 55 Tahun 2021 Merupakan Lompatan Besar bagi Dunia Perpustakaan, Penerbitan, dan Rekaman di Indonesia

Jakarta - Pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) merupakan lompatan besar bagi dunia perpustakaan, penerbitan, dan rekaman di Indonesia. PP ini mengatur pelaksanaan UU SSKCKR dan isinya menjadi pelengkap yang komprehensif atas UU tersebut.Pernyataan tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) Ofy Sofiana dalam Rapat Penyusunan Peraturan (RPP) Sebagai Tindak Lanjut dari Mandat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) pada 8 April 2021 yang bertempat di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. Rapat tersebut dihadiri oleh 100 orang peserta dari berbagai Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang tergabung dalam Tim Penyusunan RPP tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam serta staf Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan.  Lebih lanjut Ofy menyatakan bahwa pengesahan PP Nomor 55 Tahun 2021 menjadi langkah awal bagi semua pihak terkait untuk lebih bekerja keras dalam mengerjakan peraturan pendukung. Pengesahan PP tersebut akan diikuti oleh penyusunan turunan dari PP dan Perpusnas RI akan kembali bekerja sama dengan perwakilan dari Kementerian dan LPNK untuk merampungkannya.   Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang memberikan pemaparan mengenai PP Nomor 55 Tahun 2021. Dalam paparannya tersebut disampaikan dasar penyusunan PP Nomor 55 Tahun 2021 yaitu UU SSKCKR Pasal 6 ayat (3) tentang Tata Cara Penyerahan KCKR, Pasal 7 ayat (7) tentang Pengenaan Sanksi Administratif, Pasal 14 tentang Pelaksanaan Penyerahan, Pasal 28 tentang Pengelolaan Hasil SSKCKR, Pasal 30 Ayat (2) tentang Peran Serta Masyarakat, dan Pasal 31 ayat (4) tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan.   Pada rapat tersebut dipaparkan juga berbagai masukan dari Tim Penyusun RPP terhadap Penyusunan Peraturan sebagai tindak lanjut dari Mandat PP Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Masukan antara lain disampaikan oleh Dian Wahyuni (Kemendikbud), Mujibuddakwah (Kemenkeu), Elrika (Kemenko PMK), Samuel (Kemenkumham), Setyo Untoro (Badan Bahasa), Syahmardan (Kemenkumham), dan Chaidir Amir (Kemendikbud).

Penulis : Suci Indrawati Irwan ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Implementasi UU SSKCKR Membutuhkan Kesepahaman oleh Semua Pihak Terkait

Kendari, Sulawesi Tenggara - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan terus berupaya melakukan sosialisasi mengenai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) dalam rangka mengoptimalkan implementasinya demi penguatan koleksi nasional. Pada tahun 2021, Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi salah satu daerah sasaran tempat dilakukannya kegiatan sosialisasi tersebut.Kegiatan Sosialisasi UU SSKCKR di Provinsi Sulawesi Tenggara diselenggarakan pada 5 Maret 2021, bertempat di Claro Hotel, Kendari. Kegiatan tersebut merupakan hasil kerja sama antara Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Tenggara. Kegiatan diikuti oleh 60 orang peserta dari berbagai penerbit dan produsen karya rekam, serta OPD dari Provinsi Sulawesi Tenggara.Acara diawali oleh sambutan Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang. Emyati mengatakan bahwa dengan disahkannya UU SSKCKR pada bulan Desember tahun 2018 merupakan lompatan besar bagi dunia perpustakaan dan penerbitan di Indonesia. UU ini isinya lebih lengkap dan komprehensif daripada UU sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990, khususnya dalam mengakomodir kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dan memberi peluang lebih banyak bagi para wajib serah untuk berpartisipasi dalam penghimpunan hasil budaya anak bangsa yang berupa karya cetak dan karya rekam (KCKR).Acara selanjutnya adalah sambutan sekaligus pembukaan acara oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Tenggara Nur Saleh. Nur Saleh mengatakan bahwa UU SSKCKR menjadi penting dan diharapkan dapat menumbuhkan kesepahaman di antara semua pelaku yang disebutkan dalam UU ini, karena implementasinya menunjang pembangunan nasional.Setelah kegiatan dibuka, acara dilanjutkan dengan pemaparan tentang UU SSKCKR oleh Pustakawan Ahli Pertama dari Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Gibran Bima Ghafara. Sesi selanjutnya adalah pemaparan tentang E-Deposit oleh Pustakawan Ahli Pertama dari Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Yudhi Firmansyah.Kegiatan diakhiri dengan pemaparan tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Perpusnas RI oleh perwakilan dari Biro Hukum, Organisasi, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat, Perpusnas RI Ananto Pratiesno.

Penulis : Gibran Bima Ghafara ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()