Jakarta.Pembahasan 6 klaster permasalahan dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam antara Panitia Kerja pemerintah dan Tenaga Ahli Komisi X DPR RI.Pembahasanini dilaksanakan pada tanggal14 September 2018 bertempat di gedung Perpustakaan Nasional Jl. Merdeka Selatan Jakarta Pusat.
KOORDINASI SATU PINTUPENDATAAN KARYA CETAK DAN KARYA REKAM PROVINSI JAWA TENGAH Semarang, Jawa Tengah - Pelaksanaan rapat koordinasi pendataan karya cetak dan karya rekam di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah mempunyai dasar hukum yang sangat kuat yaitu pada Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, Undang-undang Nomor 13 tahun 2018 tentang serah simpan karya cetak dan karya reka (KCKR) pasal 21, Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2021 tentang pelaksanaan Undang-Undang nomor 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR dan peraturan Perpustakaan Nasional nomor 5 tahun 2021 tentang sistem pendataan satu pintu hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam.Arahan dari Ibu Emyati Tangke Lembang selaku Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan yaitu pentingnya dalam pendataan satu pintu KCKR karena secara tidak langsung akan data yang ada di provinsi Jawa Tengah akan terkoneksi dengan Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan sehingga dalam teknis penerimaan, pendayagunaan, pencatatan dan pengawasan menjadi seragam.Acara yang berlangsung pada hari Kamis, 13 Oktober 2022 di ruang aula lantai 6 gedung Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah dihadiri oleh seluruh pengelola KCKR dilingkungan Dinas Provinsi Jawa Tengah menerangkan bahwa pentingnya sistem pendataan satu pintu yaitu dengan Sistem atau sarana elektronik terpadu yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional untuk mengintegrasikan seluruh proses pendataan hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam dengan tujuan sbb :· terwujudnya satu data hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam yang terintegrasi di Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Provinsi secara efektif dan efisien· Terwujudnya keseragaman data hasil serah simpan Karya Cetak dan Karya Rekam di Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Provinsi· Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan serah simpan Karya Cetak dan Karya Rekam Harapan dengan adanya koordinasi satu pintu pendataan karya cetak dan karya rekam provinsi Jawa Tengah adalah terlaksananya pendataan satu pintu di provinsi Jawa Tengah, melakukan komunikasi yang lebih intens dalam pelaksanaan pendataan satu pintu dan memberikan evaluasi dalam pelaksanaan pendataan satu pintu di provinsi Jawa Tengah.
Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) terus berupaya untuk meningkatkan kinerja pejabat fungsional dengan melibatkan pustakawan ahli utama. Pada Senin, 15 November 2021 Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi (Deputi I) Ofy Sofiana mengundang pejabat tinggi pratama serta seluruh pustakawan ahli utama di lingkungan Kedeputian I untuk melaksanakan rapat koordinasi. Rapat berlangsung secara on site di Ruang Rapat Deputi I, Salemba. Agenda rapat antara lain membahas langkah-langkah ke depan dalam rangka melaksanakan perencanaan, pelaksanaan kegiatan, hingga monitoring dan evaluasi untuk Tahun Anggaran 2022.Rapat koordinasi dihadiri oleh empat pejabat tinggi pratama, yakni Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Teguh Purwanto, Kepala Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan Suharyanto, Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang, dan Plt. Kepala Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan Mulatsih Susilorini. Rapat juga dihadiri oleh lima pustakawan ahli utama di lingkungan Deputi I, yaitu Fathmi, Sri Sumekar, Mariana Ginting, Mujiani, dan Ahmad Masykuri. Ofy dalam sambutannya memberikan harapan yang besar dan seluas-luasnya kepada pustakawan ahli utama untuk mendampingi setiap kegiatan guna meningkatan kinerja Perpusnas, khususnya di lingkungan Kedeputian I. Pustakawan ahli utama yang berjumlah tujuh orang akan terlibat dalam berbagai kegiatan yang bersifat strategis nasional. Kegiatan tersebut diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi. Kegiatan pendampingan pustakawan ahli utama juga dilaksanakan dalam penyusunan kajian, penelitian, Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP), Rencana Strategis (Renstra), serta sosialisasi untuk peningkatan kompetensi pustakawan yang dapat membantu meningkatkan kinerja di lingkungan Kedeputian I. Pada kesempatan selanjutnya, Ofy mempersilakan para pejabat tinggi pratama untuk menyampaikan gagasan yang berkaitan dengan momentum ini. Para pejabat tinggi pratama menyatakan bahwa mereka mengapresiasi dan akan memberikan kesempatan kepada para pustakawan ahli utama untuk bergandengan tangan dalam hal memajukan Perpusnas melalui Kedeputian I. Pada sesi diskusi dan tanya-jawab, pembahasan semakin mengerucut kepada gambaran teknis pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pustakawan ahli utama sebagai pendampingan kegiatan di lingkungan Kedeputian I. Muncul beberapa gagasan dan ide dari masing-masing pustakawan ahli utama, seperti perlu disusunnya mekanisme kerja dan sasaran kinerja pegawai pustakawan ahli utama yang sesuai dengan Renstra Perpusnas. Selain itu, diusulkan adanya akses data terpadu dari berbagai unit di lingkungan Kedeputian I demi memudahkan pendampingan pustakawan ahli pertama dalam setiap kegiatan terkait. Pustakawan ahli utama juga diharapkan turut memberikan ide dan inovasi dalam bentuk konten kreatif di berbagai kanal resmi media sosial Perpusnas. Agenda rapat koordinasi di lingkungan Kedeputian I yang melibatkan pejabat tinggi pratama dan pustakawan ahli utama ke depannya akan dilaksanakan kembali secara rutin dalam kurun waktu bulanan guna memperoleh keputusan yang signifikan. Koordinasi tersebut berperan sangat penting dalam upaya peningkatan kinerja di lingkungan Kedeputian I.
Medan Merdeka Selatan, Jakarta — Melanjutkan agenda Perpusnas dalam rangka mendukung dan memfasilitasi penyebaran musik-musik Indonesia, Direktorat Deposit mengadakan forum diskusi dengan mengundang PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia) dan FESMI (Federasi Serikat Musisi Indonesia). Diskusi pada hari Senin, (1/7) dan bertempat di Ruang Serbaguna Perpustakaan Nasioanl Merdeka Selatan ini berlangsung dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.Forum Diskusi ini diawali dengan penyampaian laporan oleh tim penyelenggara yang diwakili oleh Rudi Hernanda yang secara umum menyampaikan latar belakang kegiatan kali ini yang merupakan tindak lanjut dari kegiatan sosialisasi UU No. 13 Tahun 2018 dan juga perihal rencana publikasi karya musik dalam rangka menyebarluaskan karya tersebut. Forum kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Perpusnas M. Syarif Bando yang mengajak seluruh elemen untuk mendukung dalam peningkatan kualitas peradaban di Indonesia, dengan menciptakan suatu komitmen agar para pencipta karya musik dapat “membumikan karya” dengan tetap menerima hak ekonomi mereka melalui Perpusnas dengan media sosialnya atau dengan aplikasi lain yang dikelola.Acara dilanjutkan dengan penyerahan karya oleh Bapak Candra Darusman dan Dwiki Dharmawan yang diserahkan langsung kepada Kepala Perpusnas.Johnny Maukar, Sekretaris Jenderal PAPPRI memberikan beberapa pandangan dan masukan pada forum kali ini. “Perkembangan teknologi selalu 2 kali lebih cepat dari peraturan hukum, ini yang menjadi permasalahan bersama bagi para elemen terkait khususnya berkaitan dengan peredaran karya di Youtube. “Johnny kemudian melanjutkan, dalam kaitannya dengan Youtube, perlu adanya edukasi bagi pemilik channel Youtube tersebut berkaitan dengan hak cipta karya. Ada baiknya ke depan diadakan FGD dari berbagai pihak (Kemenkumham, Perpusnas, dan Bekraf) agar para pencipta karya tidak berulang kali mendaftarkan karyanya.Dwiki Dharmawan menyampaikan pandangannya terkait pernyataan Kaperpusnas, baiknya memang ke depan Perpusnas bukan hanya menjadi gudang karya, tapi harus bisa dipikirkan pula bagaimana masyarakat bisa mengakses karya tersebut dengan baik dan kekinian.Nurcahyono menanggapi bahwa saat ini perpusnas sudah memiliki aplikasi (e-Deposit) dalam kaitannya untuk mengirimkan hasil karyanya ke Perpusnas. Harapannya, aplikasi tersebut ke depan bisa lebih user-friendly. Perpusnas tidak fokus pada perlindungan hukum, tetapi lebih ke penyimpanan dan perawatan.Candra Darusman menekankan bahwa seluruh karya musik yang dimainkan; dilantunkan di berbagai media harusnya memberikan hak ekonomi bagi para penciptanya. Pada kesempatan tersebut Rudi Hernanda kembali menekankan bahwa Karya Deposit yang ada di Perpusnas hanya disimpan, dilestarikan, dan didayagunakan bukan dilayankan. UU Deposit yang dikelola oleh Perpusnas berbicara mengenai pusat dokumentasi, bukan hak cipta.
Jakarta - Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan tingkat peradaban tinggi, tercermin dengan kayanya warisan budaya dan warisan budaya nasional yang dimiliki. Salah satu ciri bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan melestarikan warisan budayanya. Pelestarian kebudayaan nasional merupakan suatu hal yang sangat menarik, mengingat adanya keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Warisan budaya nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia di antaranya yaitu naskah kuno dan koleksi muatan lokal (local content).Pemerintah melalui Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) mempunyai tugas untuk melestarikan naskah kuno dan koleksi local content yang tersebar di seluruh penjuru nusantara agar dapat termanfaatkan dengan baik. Hal tersebut sesuai tanggung jawab Perpusnas yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada Pasal 21, yaitu mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat dan untuk melestarikan hasil budaya bangsa.Dalam menjalankan tanggung jawab tersebut, Perpusnas melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan berupaya mengidentifikasi bahan perpustakaan yang tersebar di masyarakat dengan melakukan kegiatan hunting naskah kuno dan local content ke berbagai daerah di nusantara. Melalui kegiatan hunting ini, pustakawan dapat memperoleh gambaran dan informasi mengenai keberadaan naskah kuno dan local content di daerah, untuk kemudian memetakan dan mengakuisisinya menjadi koleksi Perpusnas agar dapat didayagunakan oleh pemustaka.Kalimantan Barat menjadi salah satu provinsi tujuan kegiatan hunting naskah kuno dan local content. Selain dikenal sebagai salah satu dari sekian wilayah di dunia yang tepat dilintasi garis khatulistiwa, Kalimantan Barat juga mempunyai potensi budaya yang sangat unik. Hal ini ditandai dengan terdapatnya berbagai macam suku, di antaranya adalah Dayak, Melayu, Tionghoa, dan Banjar. Diharapkan potensi budaya tersebut dapat berkontribusi besar dalam pengembangan koleksi naskah kuno dan local content Perpusnas.Pada 16-19 Februari 2021, Tim Hunting yang beranggotakan empat orang pustakawan di Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan, yaitu Mujiani, H. Arion, Zakaria Guninda, dan Zaskia Iin Suryani berkunjung ke Kalimantan Barat untuk mengumpulkan informasi terkait keberadaan naskah kuno dan penerbit-penerbit lokal di daerah tersebut. Tim Hunting melakukan kunjungan ke beberapa instansi pemerintah khususnya di Kota Pontianak, antara lain Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kalimantan Barat, dan Museum Kalimantan Barat. Dari kunjungan tersebut, Tim Hunting memperolah informasi keberadaan naskah kuno di Kabupaten Sambas, alamat penerbit-penerbit lokal, dan beberapa tokoh pejuang literasi Kalimantan Barat yang aktif menulis terkait budaya lokal.Dalam melaksanakan tugas, Tim Hunting didampingi oleh Safri, narasumber yang membantu menelusuri titik-titik keberadaan naskah kuno dan bahan perpustakaan local content. Bersama Safri, Tim Hunting mengunjungi kediaman Herman, seorang kolektor barang antik yang memiliki sejumlah naskah kuno. Koleksi pribadinya tersebut berada dalam kondisi yang kurang terawat, dengan lembar-lembar terpisah dan kertas yang rapuh. Dari sejumlah koleksinya tersebut terdapat salah satu naskah kuno yang menarik perhatian Tim Hunting. Naskah kuno tersebut berbentuk gulungan kain yang berisikan amalan-amalan, ditulis dalam aksara dan Bahasa Arab, dan telah berusia kurang lebih 200 tahun. Menurut Herman, naskah kuno tersebut diperoleh dari daerah Demak. Namun sangat disayangkan, naskah kuno tersebut tidak diizinkan untuk dibawa oleh Tim Hunting ke Jakarta. Tim Hunting juga mengunjungi beberapa penerbit lokal seperti Penerbit Pustaka One, Institut Dayakologi, Tom’s Book Publishing, Derwati Press, Untan Press, dan Galeria Kalimantan Barat. Dari kunjungan tersebut diperoleh bahan perpustakaan local content sejumlah 79 judul (153 eksemplar). Diharapkan bahan perpustakaan tersebut dapat melengkapi koleksi Perpusnas, mampu memenuhi kebutuhan informasi pemustaka, dan menunjukkan satu upaya nyata dalam melestarikan warisan budaya nasional.
Jakarta - Buku digital dalam negeri yang tersimpan dalam aplikasi iPusnas merupakan salah satu aset yang perlu dikelola. Hal ini diperlukan agar pemustaka mengetahui keberadaan koleksi tersebut ketika melakukan pencarian melalui Katalog Perpustakaan Nasional (Perpusnas) yaitu Online Public Access Catalog (OPAC). Pengelolaan juga dilakukan dalam rangka pendataan koleksi buku digital dalam negeri. Dua kegiatan utama yang dilakukan dalam pengelolaan adalah registrasi dan pengolahan bahan perpustakaan. Registrasi dilakukan oleh Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan, sedangkan pengolahan dilakukan oleh Kelompok Pengolahan Bahan Perpustakaan. Dalam rangka mengevaluasi kegiatan pengolahan koleksi buku digital dalam negeri, Kelompok Pengolahan Bahan Perpustakaan yang diwakili oleh Kordinator Pengolahan Bahan Perpustakaan E-Resources melakukan rapat dengan Tim Pengembangan Koleksi E-Resources dari Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan beserta Tim Aksaramaya sebagai pengembang aplikasi iPusnas. Rapat dilakukan pada hari Kamis, 19 Oktober 2021 di Ruang Rapat Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Salemba, Jakarta Pusat. Pihak Perpusnas memberikan banyak informasi kepada pihak pengembang aplikasi untuk memperlancar kegiatan pengolahan bahan perpustakaan. Beberapa informasi yang diberikan di antaranya terkait penomoran ISBN untuk koleksi buku digital yang cukup ditulis nomor ISBN dalam kurung jenis file penyimpanan buku digital. Pihak Pengolahan juga meminta akses yang lebih mudah untuk membuka file buku digital agar proses pengolahan lebih cepat. Selama ini kataloger masuk ke koleksi melalui akun mereka sebagai pemustaka dan mendapatkan buku yang dicari sedang diantre oleh pemustaka. Hal ini menyebabkan kataloger tidak mendapat akses ke koleksi buku digital yang akan diolah. Selain itu, kataloger hanya bisa meminjam lima buku selama satu hari sehingga pengolahan hanya bisa dilakukan maksimal lima buku setiap harinya. Ada beberapa judul buku yang tidak sama antara kover buku dan hasil pencarian. Ketika semua buku sedang dipinjam, tidak dapat diketahui seluruh jumlah salinan yang diadakan oleh aplikasi iPusnas. Informasi tambahan juga diberikan untuk evaluasi pengadaan buku digital dalam negeri yang diakses oleh aplikasi iPusnas. Informasi yang pertama adalah beberapa judul buku tidak sesuai antara judul dan isinya. Informasi selanjutnya adalah beberapa buku tidak memenuhi syarat sebagai buku karena jumlah halaman yang sedikit. Kemudian disampaikan juga informasi mengenai ISBN tercetak dan ISBN bentuk digital tidak lengkap, ISBN yang diberikan tidak sesuai dengan ISBN yang ada pada buku, serta terdapatnya perbedaan antara nama penerbit pada data seleksi dengan dokumen pemberkasan. Rapat evaluasi tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, di antaranya adalah perlu ada akses khusus untuk kataloger yang akan melakukan registrasi dan pengolahan koleksi buku digital dalam negeri. Penerbit perlu diberitahu untuk mendaftarkan ISBN buku digital yang diadakan oleh Perpusnas. Pencantuman judul pada hasil pencarian harus sesuai dengan judul pada kover buku. Daftar buku yang akan diseleksi perlu ditambahkan sinopsis, kover buku, dan jumlah halamannya. Kemudian data penerbit yang diberikan pada daftar katalog seleksi sesuai dengan yang ada pada kover buku.Terlaksananya rapat evaluasi tersebut diharapkan mampu memberikan perbaikan dalam pengelolaan koleksi buku digital dalam negeri. Informasi yang disampaikan juga berguna untuk pihak penerbit dalam memberikan data informasi buku yang akan diadakan. Penerbit diharapkan dapat memberikan data lengkap dan sesuai dengan yang tertera di buku digital, baik judul, ISBN, data penerbit, serta data lain yang diperlukan untuk kegiatan seleksi dan pengelolaan koleksi buku digital dalam negeri. Penerbit juga diharapkan patuh untuk mendaftarkan ISBN buku digital yang diterbitkannya dan mematuhi kewajiban serah simpan karya cetak dan karya rekam.
Jakarta - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini menunjukkan bahwa masyarakat telah hidup pada era digital yang dinamis. Karya rekam digital merupakan salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan menjadi salah satu koleksi yang dilestarikan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Dalam rangka memberi acuan umum harga, batasan, indikator penilaian, serta nilai suatu aset digital dalam satuan rupiah, supaya karya rekam digital dapat dipertanggungjawabkan sebagai barang milik negara, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun pedoman berdasarkan pengalaman-pengalaman (best practice) serta saran dan masukan dari pihak internal maupun eksternal. Salah satu instansi yang dipercaya untuk memberikan saran terkait penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital adalah Relawan Jurnal Indonesia. DDPKP menyelenggarakan pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan mengundang narasumber dari Relawan Jurnal Indonesia yang dilaksanakan pada Rabu, 27 Oktober 2021 melalui media zoom meeting yang dihadiri oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang, Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati, Subkoordinator Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati, narasumber dari Relawan Jurnal Indonesia, tim teknis karya rekam deposit, serta tim pengelolaan karya rekam deposit. Dalam sambutannya Emyati berharap dengan adanya pertemuan ini narasumber dapat memberikan masukan dalam penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital. Selanjutnya narasumber dari Relawan Jurnal Indonesia Dwi Fajar Saputra, atau sering dipanggil dengan nama Dudu, menyampaikan bahwa dalam pedoman akreditasi jurnal disebutkan bahwa jurnal ilmiah yang diajukan untuk akreditasi harus memenuhi memiliki pengenal objek digital (digital object identifier atau DOI). Berdasarkan pertimbangan tersebut, DOI dapat menjadi salah satu indikator dalam penaksiran nilai aset karya rekam digital. Dalam penentuan harga sebuah jurnal ditemukan kesulitan karena setiap pengelola jurnal memiliki kebijakan masing-masing dalam menentukan harga sebuah artikel jurnal ilmiah. Misalnya dari sisi DOI, adanya biaya registrasi di Crossref senilai 1 USD ditambahkan dengan biaya pengelolaan jurnal ilmiah berupa article processing charge yang merupakan hak penulis jika tulisannya diterbitkan. Dudu menyetujui bahwa aspek tahun terbit dan hak akses file dapat menentukan besarnya harga karya rekam digital, sedangkan untuk aspek jumlah halaman dan ukuran file perlu dipertimbangkan kembali. Selain itu, Dudu menambahkan bahwa perlu adanya aspek lain dalam indikator penilaian aset karya rekam digital seperti aspek kelengkapan metadata. Dengan dilaksanakannya rapat pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan Relawan Jurnal Indonesia ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pedoman yang dapat membantu pegawai dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga mempermudah proses penentuan harga, memberikan acuan dalam rangka menaksir harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, peta, serial, music, dan film, serta untuk mengetahui jumlah kekayaan atau aset negara yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR).