Jakarta - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
saat ini menunjukkan bahwa masyarakat telah hidup pada era digital yang
dinamis. Karya rekam digital merupakan salah satu hasil budaya bangsa yang
sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan menjadi salah satu
koleksi yang dilestarikan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas).
Dalam rangka memberi acuan umum harga, batasan,
indikator penilaian, serta nilai suatu aset digital dalam satuan rupiah, supaya
karya rekam digital dapat dipertanggungjawabkan sebagai barang milik negara,
Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun
pedoman berdasarkan pengalaman-pengalaman (best practice) serta saran
dan masukan dari pihak internal maupun eksternal. Salah satu instansi yang
dipercaya untuk memberikan saran terkait penyusunan pedoman penilaian aset
karya rekam digital adalah Relawan Jurnal Indonesia.
DDPKP menyelenggarakan pembahasan pedoman penilaian
aset karya rekam digital dengan mengundang narasumber dari Relawan Jurnal
Indonesia yang dilaksanakan pada Rabu, 27 Oktober 2021 melalui media zoom
meeting yang dihadiri oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi
Perpustakaan Emyati Tangke Lembang, Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah
Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati, Subkoordinator
Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati, narasumber dari Relawan Jurnal
Indonesia, tim teknis karya rekam deposit, serta tim pengelolaan karya rekam
deposit.
Dalam sambutannya Emyati berharap dengan adanya
pertemuan ini narasumber dapat memberikan masukan dalam penyusunan pedoman
penilaian aset karya rekam digital. Selanjutnya narasumber dari Relawan Jurnal
Indonesia Dwi Fajar Saputra, atau sering dipanggil dengan nama Dudu, menyampaikan
bahwa dalam pedoman akreditasi jurnal disebutkan bahwa jurnal ilmiah yang
diajukan untuk akreditasi harus memenuhi memiliki pengenal objek digital (digital
object identifier atau DOI). Berdasarkan pertimbangan tersebut,
DOI dapat menjadi salah satu indikator dalam penaksiran nilai aset karya rekam
digital. Dalam penentuan harga sebuah jurnal ditemukan kesulitan karena setiap
pengelola jurnal memiliki kebijakan masing-masing dalam menentukan harga sebuah
artikel jurnal ilmiah. Misalnya dari sisi DOI, adanya biaya registrasi di
Crossref senilai 1 USD ditambahkan dengan biaya pengelolaan jurnal ilmiah
berupa article processing charge yang merupakan hak penulis
jika tulisannya diterbitkan.
Dudu menyetujui bahwa aspek tahun terbit dan hak
akses file dapat menentukan besarnya harga karya rekam digital, sedangkan untuk
aspek jumlah halaman dan ukuran file perlu dipertimbangkan kembali. Selain itu,
Dudu menambahkan bahwa perlu adanya aspek lain dalam indikator penilaian aset
karya rekam digital seperti aspek kelengkapan metadata.
Dengan dilaksanakannya rapat pembahasan pedoman
penilaian aset karya rekam digital dengan Relawan Jurnal Indonesia ini
diharapkan dapat menghasilkan suatu pedoman yang dapat membantu pegawai
dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga
mempermudah proses penentuan harga, memberikan acuan dalam rangka menaksir
harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, peta, serial, music, dan
film, serta untuk mengetahui jumlah kekayaan atau aset negara yang dimiliki
oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan
Karya Rekam (UU SSKCKR).
Deposit Perpusnas. Jakarta. Pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) ;klaster pengelolaan hasil serah simpan karya cetak karya rekam dalam RUU Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam antara Panitia Kerja pemerintah dan Panitia Kerja Komisi X DPR RI. Pembahasan ini dilaksanakan pada tanggal 18 September 2018 bertempat di hotel Sultan Jakarta. (19/09/2018)
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 3041/2/KPG.10.00/IV.2020 tentang perubahan kedua atas Surat Edaran Nomor 2866/2/KPG.10.00/III/2020 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, maka pegawai yang memiliki tugas yang dapat dikerjakan di rumah, dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah.Pada 13 Mei 2020, Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data - Subdirektorat Deposit, telah melakukan penghimpunan metadata karya rekam digital tahun 2018 berupa Audio (ASIRI) sebanyak 700 cantuman. Penghimpunan metadata ini digunakan untuk perhitungan nilai asset karya rekam digital ke DJKN dan untuk dasar pengisian field pada aplikasi e-deposit. Detail metadadata asset yang telah dihimpun, telah diunggah ke google drive subdirektorat deposit.Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data juga tetap melakukan pengawasan dan uji coba terhadap pengembangan aplikasi e-deposit V.2 dan interoperabilitas aplikasi penghimpun konten web milik Perpustakaan Nasional dengan http://garuda.ristekbrin.go.id/ melalui API.
Peluncuran situs WEB e-Deposit dan ISRC dalam rangka sosialisasi portal dan situs web tematik Perpustakaan Nasional RI pada tanggal 25 Maret 2019 di teater Soekarman Perpustakaan Nasional RI Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta PusatDitayangkan live tanggal 25 Maret 2019 [Sumber: Perpustakaan Nasional RI]
Bangunharjo, Yogyakarta – Subdirektorat Deposit Melakukan Sosialisasi e-deposit dan pertemuan dengan musisi indi di Yogyakarta, Rabu (30/10). Sosialisasi dan pertemuan tersebut bertempat di Radja Resto & Meeting Room Bangun Harjo. Pembicara yang mengisi acara yaitu Bens Leo, Rudi Hernanda dan Teguh Gondomono. Dalam paparannya, Rudi Hernanda menjelaskan bahwa pada tanggal 28 Desember 2018 telah disahkan UU No. 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR). Dengan adanya undang-undang baru tersebut maka UU No. 4 Tahun 1990 tentang SSKCKR dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam UU No. 13 Tahun 2018 memuat hal-hal yang tidak diatur dalam UU No. 4 Tahun 1990, Khususnya dalam karya born digital. Dengan diaturnya hal-hal baru tersebut dapat mewujudkan Perpustakaan Nasional sebagai rumah peradaban bangsa.Bens Leo dalam paparannya menjelaskan tentang pentingnya pendaftaran hak cipta atas karya, seperti yang diatur dalam UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Tetapi, banyak hal yang menyebabkan pemilik karya enggan mendaftarkan ciptaannya. penyebabnya antara lain biaya pendaftaran yang mahal, belum mendapatkan informasi tentang UU No. 28 Tahun 2014, pemilik karya tidak merasa penting untuk mendaftarkan karyanya, dll. Beliau pun menjelaskan tentang pentingnya menyerahkan karya pemusik indi baik itu bentuk digital, fisik maupun partitur ke Perpustakaan Nasional untuk disimpan dan dilestarikan. Sebuah karya haruslah didaftarkan hak ciptanya dan disimpan serta dilestarikan untuk mewujudkan peradaban bangsa yang kuat. Pada sosialisasi ini dijelaskan juga tentang cara mendaftarkan karya digital serta dilakukan pelatihan penggunaan e-deposit dalam hal ini lagu indi ke e-deposit oleh Teguh Gondomono.
Merdeka Selatan, Jakarta – Telah dilaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan Kementerian Luar Negeri, Selasa (15/10). FGD ini dihadiri oleh Deputi I Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Ofy Sofiana; Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka, Nurcahyono; Kepala Subdirektorat Deposit, Sri Marganingsih dan Perwakilan dari Kemenlu, Wahyu dan Syahriel.FGD dibuka oleh kepala Direktorat Deposit dan Deputi I. kemudian dilanjutkan dengan membahas hasil rapat yang telah dilaksanakan sebelumnya dan menjelaskan mengenai tujuan dari kegiatan FGD.Dalam FGD tersebut Syahriel (perwakilan Kemenlu) mengatakan bahwa perlu ada kejelasan mengenai cakupan “Karya Indonesia” baik secara umum maupun secara spesifik. Kemudian, dalam diplomatik terdapat asas resiprositas, sehingga Perpusnas tidak bisa secara sepihak mewajibkan WNA untuk memberikan karya tulis, kecuali ada MoU bilateral, kecuali Perpusnas dengan perpustakaan luar negeri atau pengarang tersebut secara sukarela untuk memberikan karya tersebut. Selain itu, Syahrial juga berpendapat perlu ada rapat koordinasi program guna pembahasan kerja sama antara Perpusnas dengan Kemenlu. Syariel juga menekankan dalam kaitannya dengan UU Perjanjian Internasional, Kemenlu harus dilibatkan dalam setiap kerja sama institusi antar negara.Menanggapi tentang RPP pelaksanaan UU No. 13 Th. 2018 tentang SSKCKR, Wahyu (perwakilan kemenlu) mengatakan “secara berkala (setelah bersurat), KBRI akan mengirim informasi ke Jakarta (Perpusnas) mengenai koleksi buku tentang Indonesia yang diterbitkan di suatu negara. Nantinya, Perpusnas yang akan menentukan untuk prioritas pembeliannya”. Beliau juga menjelaskan untuk komunitas di luar negeri yang menerbitkan buku. Nantinya akan ada pendekatan tertentu untuk menyerahakan koleksinya ke Perpusnas. Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Ofy Sofiana juga menanggapi “jika memang ada perpustakaan di masing-masing KBRI, maka bisa saja menjadi perpanjangan tangan dari Perpusnas dalam penghimpunan. Selain itu ofy sofiana juga berpendapat perlu adanya kejelasan penjabaran mengenai WNA baik itu perorangan, komunitas atau lainnya. Menurut beliau juga perlu dilakukan MoU untuk penguatan Tusi dan penguat informasi dalam kaitannya apabila tedapat kerja sama perpustakaan antar negara.
Pengelolaan serah simpan karya cetak dan karya rekam meliputi Penerimaan, pengadaan, pencatatan, pengolahan, penyimpanan, pendayagunaan, pelestarian dan pengawasan, dalam pelaksanaan pengelolaan SSKCKR ini diawali dengan penerimaan karya cetak dan karya rekam (KCKR) yang merupakan pintu gerbang pertama dalam melakukan pengelolaan secara menyeluruh sehingga perlu adanya pelayanan yang mendukung dalam teknis penerimaan KCKR.Penyusunan Standar pelayanan penerimaan karya cetak dan karya rekam didasarkan keperluan akan pentingnya layanan penerimaan KCKR kepada wajib serah dan masyarakat umum serta menjadi tolak ukur dalam melakukan pelayanan KCKR yang pada nantinya akan diterapkan di Perpustakaan Nasional RI dan Perpustakaan Provinsi. Pengharmonisasian rancangan peraturan perpustakaan nasional tentang Standar Pelayanan Penerimaan karya cetak dan karya rekam diadakan di AOne Hotel Kamis, 06 Juli 2023 yang dihadiri oleh perwakilan kementerian Hukum dan HAM, Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Presiden yang membahas secara detail antara lain yaitu : Penambahan apa definisi yang terdiri dari standar pelayanan, pelayanan public dan Maklumat layanan Memperbaiki tanda baca standar pelayanan penerimaan karya cetak dan karya rekam Memperbaiki isi standar pelayanan penerimaan karya cetak dan karya rekam Dengan hadirnya Standar Pelayanan Penerimaan karya cetak dan karya rekam yang akan dibuatkan kedalam Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI dapat mempermudah pelayanan penerimaan karya cetak dan karya rekam baik yang di Perpustakaan Nasional RI maupun Dinas Perpustakaan Provinsi di masing-masing daerah.