Jakarta - Pengelolaan koleksi 1 (satu) eksemplar yang selama
ini menjadi sebuah permasalahan dalam pengelolaan hasil serah simpan karya
cetak mulai ditemukan solusinya. Koleksi 1 (satu) eksemplar sendiri merupakan
bagian dari koleksi hasil pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang
Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) yang mewajibkan penerbit untuk
mengirimkan karya cetak hasil terbitannya sebanyak 2 (dua) eksemplar untuk tiap
judul ke Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Namun demikian, pada kenyataannya
banyak penerbit yang mengirim hanya 1 (satu) eksemplar sehingga harus segera
dilengkapi kekurangannya untuk dapat memenuhi ketentuan UU yang berlaku.
Fenomena di atas dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti penerbit tidak atau kurang memahami ketentuan dalam UU SSKCKR yang mengatur
hal tersebut. Ada juga penerbit yang telah habis stok cetakan terbitannya
sehingga hanya dapat mengirim 1 (satu) eksemplar dan memerlukan waktu untuk mencetak
ulang guna melengkapi kekurangannya.
Jumlah koleksi 1 (satu) eksemplar yang semakin
banyak dan tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan permasalahan baru ke depannya
jika tidak segera dicarikan solusi untuk menanganinya. Sehubungan dengan itu, dimulai
bulan Juli-Agustus 2021 disusunlah draf Standard Operational Procedure (SOP)
pengolahan koleksi 1 (satu) eksemplar untuk mengetahui alur pelaksanaannya.
Selain penyusunan draf SOP, tidak kalah penting
sebagai kunci dari pengelolaan koleksi 1 (satu) eksemplar adalah kesiapan
sistem informasi dalam mengelola koleksi 1 (satu) eksemplar. Saat ini aplikasi Inlis
modul deposit sebagai sistem informasi yang digunakan dalam pengelolaan koleksi
deposit mulai menghadirkan fitur-fitur yang mampu mengakomodir pengolahan
koleksi 1 (satu) eksemplar. Sebagai hasil dari pengembangan sistem informasi
ini adalah dapat diinputnya koleksi 1 (satu) eksemplar dengan cara mengedit
jumlah koleksi pada saat petugas hendak membuat surat ucapan terima kasih. Selain
itu fitur laporan koleksi 1 (satu) eksemplar juga telah tersedia pada modul
laporan deposit sehingga tim pemantauan dan pengawasan dapat dengan mudah
memperoleh data penerbit yang masih belum melengkapi atau memenuhi ketentuan UU.
Tahap pengembangan sistem informasi ini masih terus
dilakukan sehingga diharapkan dapat sepenuhnya mendukung pengolahan koleksi 1
(satu) eksemplar. Beberapa kendala yang perlu menjadi perbaikan adalah belum
terintegrasinya antara data koleksi 1 (satu) eksemplar dengan portal International
Standard Book Number (ISBN), belum tersedianya fitur cek koleksi 1 (satu) eksemplar
guna mengetahui apakah koleksi 1 (satu) eksemplar tersebut merupakan koleksi 1 (satu)
eksemplar susulan untuk melengkapi kekurangan yang sebelumnya atau memang murni
koleksi 1 (satu) eksemplar yang baru diserahkan, serta fitur registrasi untuk
pengolahan koleksi 1 (satu) eksemplar.
Diharapkan dengan terkelolanya koleksi 1 (satu)
eksemplar ini akan memudahkan pemantauan dan pengawasan dari koleksi hasil
pelaksanaan UU SSKCKR. Penerbit yang menyerahkan koleksi 1 (satu) eksemplar
dapat segera melengkapi kekurangan jumlah koleksinya dalam kurun waktu 7 (tujuh)
hari. Pengolahan koleksi 1 (satu) eksemplar ini menjadi salah satu upaya
Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) dalam
menghimpun terbitan tanah air yang sesuai dengan ketentuan UU.
Terkait Surat Edaran Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional RI Nomor. 2731/2/KPG.10.00/III.2020 tentang tindak lanjut upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, maka pegawai yang memiliki tugas yang dapat dikerjakan di rumah, dapat menjalankan tugas kedinasan, dengan bekerja di rumah.Pada 24 Maret 2020, Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data - Subdirektorat Deposit, telah melakukan penghimpunan metadata karya rekam digital tahun 2018 sebanyak 600 cantuman yang terdiri dari 29 cantuman peta dan 571 cantuman surat kabar. Penghimpunan metadata ini digunakan untuk perhitungan nilai asset karya rekam digital ke DJKN dan untuk dasar pengisian field pada aplikasi e-deposit. Detail metadadata asset yang telah dihimpun, telah diunggah ke google drive subdirektorat depositKelompok Pengelolaan dan Keamanan Data juga tetap melakukan pengawasan dan uji coba terhadap pengembangan aplikasi e-deposit V.2 dan interoperabilitas aplikasi penghimpun konten web milik Perpustakaan Nasional dengan http://garuda.ristekbrin.go.id/ melalui API.
Jakarta - Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan melaksanakan pertemuan tindak lanjut terkait interoperabilitas dengan Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI yang dilaksanakan secara daring pada Jumat, 24 September 2021 dan diikuti oleh para pimpinan dan staf Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan serta perwakilan dari Puskurbuk. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan interoperabilitas yang dilaksanakan pada 21 September 2021.Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam Tatat Kurniawati menyatakan bahwa pada rapat sebelumnya telah ada kesepakatan antara Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan Puskurbuk. Tatat berharap bahwa dengan adanya sistem yang mempermudah Puskurbuk menyerahkan koleksinya, bisa memberikan sumbangsih luar biasa kepada implementasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR).Pertemuan yang dilakukan secara daring ini membahas teknis pelaksanaan interoperabilitas. Alur interoperbilitas yang akan dilakukan adalah API repositori dari Puskurbuk, baik dalam format JSON, AOI-PMH, maupun XML, akan dikonversi dalam metadata yang sudah distandarkan dalam format e-deposit ataupun format yang sudah dimiliki oleh perpustakaan. Selanjutnya format metadata yang sudah standar akan disimpan ke dalam Sistem Serah Simpan Karya Digital.
Jakarta - Indonesia adalah negara dengan sejuta keberagaman. Keberagaman yang ada telah menghasilkan sejuta warisan budaya yang terhampar dari Aceh hingga Papua. Perpustakaan sebagai sistem pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat manusia, mempunyai fungsi utama melestarikan hasil dan warisan budaya umat manusia. Perpustakaan Nasional (Perpusnas) memiliki tujuan yang sangat berkaitan dengan upaya tersebut, yaitu mewujudkan terbentuknya masyarakat yang mempunyai budaya membaca dan belajar sepanjang hayat. Naskah kuno berisi warisan budaya karya intelektual bangsa Indonesia yang sangat berharga dan hingga saat ini masih tersebar di masyarakat. Naskah kuno merupakan identitas, kebanggaan, dan warisan budaya yang berharga, serta menjadi bukti catatan tentang kebudayaan Indonesia masa lalu. Selain terkandung di dalam naskah kuno, kebudayaan bangsa Indonesia masa kini juga tertuang di dalam muatan lokal (local content) terbitan penerbit di tiap daerah yang tersebar di setiap provinsi. Pemerintah memberi mandat kepada Perpusnas seperti yang tertuang dalam UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada Pasal 21, yaitu bahwa Perpustakaan Nasional bertanggung jawab untuk mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat, mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan budaya bangsa, serta mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri. Agar dapat memenuhi kewajiban dan tanggung jawab tersebut, Perpusnas memberikan amanatnya kepada Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan. Kegiatan berburu koleksi muatan lokal dan naskah kuno pada tahun 2021 dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya adalahdi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tim Hunting dari Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan yang terdiri atas empat orang pustakawan yaitu Suhartoyo, Maria Sobon Sampe, Narli Herdadi, dan Ririn Anggraeni berkesempatan untuk menjalankan tugas yang dilaksanakan pada 16-19 Maret 2021. Tim Hunting mengawali kunjungannya ke Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB. Dalam kunjungan tersebut, Tim Hunting diterima oleh Plt. Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi NTB H. Amir serta mendapatkan informasi mengenai narasumber dan penerbit lokal di daerah NTB. Selain itu melalui Kepala Bidang Deposit Musa El Jalalilham, Tim Hunting menerima hibah buku muatan lokal sebanyak 11 judul/21 eksemplar. Tim Hunting kemudian mengunjungi beberapa penerbit di wilayah Pulau Lombok guna mecari buku yang berkaitan dengan kebudayaan daerah NTB. Hasil yang diperoleh di wilayah dengan julukan Pulau Seribu Masjid ini yaitu buku muatan lokal sejumlah 19 judul/37 eksemplar dengan beragam judul dan subjek. Museum Negeri NTB merupakan salah satu tempat yang wajib dikunjungi jika ingin lebih mengenal kebudayaan Lombok dan sekitarnya. Pada kunjungan ke museum tersebut, Tim Hunting disambut baik oleh Kepala Museum NTB Bunyamin dan memperoleh sejumlah informasi mengenai sumber-sumber informasi muatan lokal di provinsi NTB. Kunjungan berikutnya yaitu ke kediaman Gede Nursan, seorang tokoh masyarakat NTB. Tim Hunting berkesempatan melihat naskah kuno dalam bentuk lontar yang dimiliki oleh Pak Gede, panggilan akrabnya, yang kondisinya dalam keadaan baik. Naskah kuno tersebut ditulis menggunakan huruf dan Bahasa Sasak. Informasi yang Tim Hunting peroleh akan diidentifikasi kemudian diteliti oleh filolog sebelum akhirya diputuskan untuk diadakan oleh Perpusnas.Melalui kegiatan hunting ini, diharapkan koleksi muatan lokal dan naskah kuno yang telah diperoleh dapat dilestarikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Koleksi tersebut merupakan sumber ilmu sepanjang hayat yang merefleksikan nilai sosial-ekonomi, politik, dan budaya yang dihasilkan masyarakat lokal Indonesia.
Ditayangkan live tanggal 22 Juli 2019 [Source: Perpustakaan Nasional RI]
Jakarta - Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) mempunyai visi yang disesuaikan dengan visi Pemerintah RI Periode 2020-2024, yaitu "Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong melalui penguatan budaya literasi". Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan terus berupaya meningkatkan dan memperkuat koleksi nasional yang salah satunya dicapai dengan mengembangkan koleksi yang lengkap dan mutakhir, serta sesuai dengan kebutuhan pemustaka.Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam pengembangan koleksi perpustakaan adalah hunting bahan perpustakaan. Kegiatan hunting tersebut dilakukan dengan mendatangi penerbit di berbagai daerah, mengunjungi penyedia, toko buku, dan perorangan yang memiliki terbitan, baik dalam bentuk tercetak seperti monograf, referensi, naskah kuno, peta, dan serial, maupun terekam seperti audiovisual dan koleksi digital.Pada 27 April 2021, Tim Pengembangan Koleksi E-Resources dari Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan melakukan kunjungan ke salah satu penyedia bahan perpustakaan e-journal dan e-book, yaitu CV. Sagung Seto yang beralamat di Jl. Pramuka No.27, Utan Kayu Utara, Matraman, Jakarta Timur. Agenda kunjungan adalah mendengarkan presentasi mengenai produk e-journal dan e-book dari Sage Publishing.Sagung Seto melalui Direktur Utamanya, Miyoto memberikan presentasi singkat terkait dengan produk Sage Publishing. Sage Publications adalah perusahaan penerbitan independen yang didirikan tahun 1965 di New York oleh Sara Miller McCune. Sage tersebar beberapa negara di dunia, di antaranya terdapat di Los Angeles, London, New Delhi, Singapura, Washington DC, dan Boston. Program penerbitan Sage melibatkan lebih dari 800 jurnal dan 800 buku, karya referensi, dan produk elektronik yang membahas bisnis, humaniora, ilmu sosial, sains, teknologi, dan kedokteran. Hasil hunting tersebut melahirkan kerja sama antara Perpusnas dan CV. Sagung Seto berupa pengadaan e-book luar negeri dan langganan e-journal luar negeri. Saat ini Perpusnas telah melanggan produk Sage sebanyak 93 judul e-journal luar negeri dan mengadakan e-book luar negeri Sage sebanyak 355 judul. Produk tersebut sudah terpasang di link web Perpusnas (www.e-resources.perpusnas.go.id). Diharapkan dengan adanya produk Sage ini akan memenuhi kebutuhan pemustaka dan bisa dimanfaatkan secara optimal.
Jakarta - Karya rekam digital adalah karya yang dapat dilihat, didengar, dan ditampilkan melalui komputer atau alat baca digital lainnya. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Karya rekam digital merupakan salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan menjadi salah satu koleksi yang dilestarikan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Sampai saat ini belum ada pedoman penilaian aset karya rekam digital sehingga Perpusnas belum dapat menentukan besarnya nilai aset karya rekam digital. Dalam rangka memberi acuan umum harga, batasan, indikator penilaian, serta nilai suatu aset digital dalam satuan rupiah, supaya karya rekam digital dapat dipertanggungjawabkan sebagai barang milik negara, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun pedoman berdasarkan pengalaman-pengalaman (best practice) serta saran dan masukan, baik dari pihak internal maupun eksternal. Salah satu instansi yang dipercaya untuk memberikan saran terkait penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). DDPKP menyelenggarakan pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan mengundang narasumber dari Direktorat Penilaian DJKN yang dilaksanakan pada Kamis, 21 Oktober 2021 pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00 melalui media zoom meeting. Acara ini dihadiri oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan EMyati Tangke Lembang, Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati, Subkoordinator Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati, Tim Teknis Karya Rekam Deposit, serta Tim Pengelolaan Karya Rekam Deposit. Emyati dalam sambutannya berharap dengan adanya pertemuan ini narasumber dapat memberikan masukan dalam penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital. Sementara itu Hermanu Joko Nugroho sebagai salah satu narasumber dari DJKN dalam paparannya menyampaikan bahwa karya rekam digital masuk dalam klasifikasi “aset tetap lainnya”. Hal ini mengacu pada Buletin Teknis 09 tentang Akuntansi Aset Tetap, yaitu aset yang termasuk dalam klasifikasi aset tetap lainnya adalah bahan perpustakaan/buku dan non buku, barang bercorak kesenian/kebudayaan/olahraga, hewan, ikan, dan tanaman. Aset ini diakui pada saat diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai. Narasumber kedua dari DJKN Nafiantoro Agus Setiawan menambahkan bahwa kemungkinan yang paling banyak diaplikasikan dalam penilaian aset karya rekam digital adalah pendekatan biaya, karena di samping jumlahnya banyak, penilaiannya juga cukup massal, kunci kevalidannya adalah pada faktor apa saja yang dimasukkan dalam penilaian. Selanjutnya dalam sesi diskusi Hermanu dan Nafiantoro sepakat bahwa nilai dari produk digital diukur dalam ukuran Mega Byte karena besaran itu akan memengaruhi seberapa besar kapasitas penyimpanan yang akan dipakai oleh file tersebut. Nafiantoro mengatakan bahwa perlu adanya ketentuan yang disepakati mengenai pola kenaikan harga file setiap tahunnya, untuk menyederhanakan bisa dibuat range 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun. Penilaian aset dalam bentuk PDF dapat dilakukan dengan menentukan harga per halaman, lalu dikalikan dengan jumlah halaman maka akan terkoreksi berdasarkan tahun dengan sendirinya. Hermanu juga mengimbau agar menghindari adanya double adjusment terkait dengan komponen konversi berdasarkan jumlah halaman.Dengan dilaksanakannya rapat pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan DJKN ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pedoman yang dapat membantu pegawai dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga mempermudah proses penentuan harga, memberikan acuan dalam rangka menaksir harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, peta, serial, musik, dan film, serta untuk mengetahui jumlah kekayaan atau aset negara yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan UU SSKCKR.