Jakarta - Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan tingkat peradaban tinggi,
tercermin dengan kayanya warisan budaya dan warisan budaya nasional yang
dimiliki. Salah satu ciri bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan
melestarikan warisan budayanya. Pelestarian kebudayaan nasional merupakan suatu
hal yang sangat menarik, mengingat adanya keanekaragaman budaya yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia. Warisan budaya nasional yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia di antaranya yaitu naskah kuno dan koleksi muatan lokal (local
content).
Pemerintah melalui Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) mempunyai
tugas untuk melestarikan naskah kuno dan koleksi local
content yang tersebar di seluruh penjuru nusantara agar dapat
termanfaatkan dengan baik. Hal tersebut sesuai tanggung jawab Perpusnas yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada Pasal 21, yaitu mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi
terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat dan untuk melestarikan hasil
budaya bangsa.
Dalam menjalankan tanggung jawab
tersebut, Perpusnas melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan
Koleksi Perpustakaan berupaya mengidentifikasi bahan perpustakaan yang tersebar
di masyarakat dengan melakukan kegiatan hunting naskah kuno dan
local content ke berbagai daerah di nusantara. Melalui kegiatan hunting ini,
pustakawan dapat memperoleh gambaran dan informasi mengenai keberadaan naskah
kuno dan local content di daerah, untuk kemudian memetakan dan
mengakuisisinya menjadi koleksi Perpusnas agar dapat didayagunakan
oleh pemustaka.
Kalimantan Barat menjadi salah satu provinsi tujuan kegiatan hunting naskah
kuno dan local content. Selain dikenal sebagai salah satu dari
sekian wilayah di dunia yang tepat dilintasi garis khatulistiwa, Kalimantan
Barat juga mempunyai potensi budaya yang sangat unik. Hal ini
ditandai dengan terdapatnya berbagai macam suku, di antaranya adalah Dayak,
Melayu, Tionghoa, dan Banjar. Diharapkan potensi budaya tersebut dapat
berkontribusi besar dalam pengembangan koleksi naskah kuno dan local
content Perpusnas.
Pada 16-19 Februari 2021,
Tim Hunting yang beranggotakan empat orang pustakawan di
Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan, yaitu Mujiani, H. Arion, Zakaria
Guninda, dan Zaskia Iin Suryani berkunjung ke Kalimantan Barat untuk mengumpulkan informasi
terkait keberadaan naskah kuno dan penerbit-penerbit lokal di daerah tersebut.
Tim Hunting melakukan kunjungan ke beberapa instansi
pemerintah khususnya di Kota Pontianak, antara lain Dinas Perpustakaan dan
Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB)
Kalimantan Barat, dan Museum Kalimantan Barat. Dari kunjungan tersebut, Tim Hunting
memperolah informasi keberadaan naskah kuno di Kabupaten Sambas,
alamat penerbit-penerbit lokal, dan beberapa tokoh pejuang literasi
Kalimantan Barat yang aktif menulis terkait budaya lokal.
Dalam melaksanakan tugas,
Tim Hunting didampingi oleh Safri, narasumber yang membantu
menelusuri titik-titik keberadaan naskah kuno dan bahan perpustakaan local content.
Bersama Safri, Tim Hunting mengunjungi kediaman Herman, seorang
kolektor barang antik yang memiliki sejumlah naskah kuno. Koleksi pribadinya tersebut berada dalam kondisi yang
kurang terawat, dengan lembar-lembar terpisah dan kertas yang rapuh. Dari sejumlah koleksinya tersebut terdapat salah satu naskah kuno yang menarik perhatian
Tim Hunting. Naskah kuno tersebut berbentuk gulungan kain yang
berisikan amalan-amalan, ditulis dalam aksara dan Bahasa Arab, dan telah
berusia kurang lebih 200 tahun. Menurut Herman, naskah kuno tersebut diperoleh
dari daerah Demak. Namun sangat disayangkan, naskah kuno tersebut tidak
diizinkan untuk dibawa oleh Tim Hunting ke Jakarta.
Tim Hunting juga
mengunjungi beberapa penerbit lokal seperti Penerbit Pustaka One, Institut
Dayakologi, Tom’s Book Publishing, Derwati Press, Untan Press, dan
Galeria Kalimantan Barat. Dari kunjungan tersebut diperoleh bahan perpustakaan local
content sejumlah 79 judul (153 eksemplar). Diharapkan bahan
perpustakaan tersebut dapat melengkapi koleksi Perpusnas, mampu memenuhi
kebutuhan informasi pemustaka, dan menunjukkan satu upaya nyata dalam
melestarikan warisan budaya nasional.
Jakarta – Selasa, 17 Desember 2019 Direktorat Deposit Perpustakaan Nasional mengadakan rapat terkait suvei kepatuhan terhadap wajib serah di ruang rapat deputi I Perpusnas, salemba. Kegiatan yang dihadiri oleh 16 peserta dari internal direktorat deposit ini turut mengundang 4 orang perwakilan Ombudsman yaitu Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc, Ph.D., Hendy, Meri, dan Oktavini.Kegiatan ini secara umum berisikan pemaparan draft survey kepatuhan terhadap wajib serah. Kepala Direktorat Deposit Nurcahyono mengatakan, “Usulan mengenai penilai perpustakaan di lingkungan keemnterian dan lembaga sudah disampaikan kepada Menpan RB. Adapun indikatornya, yaitu kesesuain dengan standar nasional perpustakaan dan yang kedua kepatuhan para wajib serah kepada Perpusnas. Hal tersebut dilakukan agar perkembangan di masing-masing perpustakaan semakin cepat dan kesadaran ‘SS KCKR’ semakin meningkat. “ Perwakilan Ombudsman masing-masing diberikan kesempatan untuk memberikan masukan. prof. Adrianus menjelaskan “Untuk awalan ini menggunakan survei, karena kalau menggunakan indeks harus tahu total populasi, kegiatan dengan skala yang sama hingga mendapatkan benchmarking. Mengenai sasaran kegiatan, untuk saat ini dapat diperkirakan totalnya sekitar 150.“ Hendy memberi banyak sekali masukan mengenai draft, maksud pelaksanaan survei, tujuan survei, sasaran survei, teknik pengambilan data, penyeragaman format, persiapan sebelum melakukan survey, variabel dalam parameter survey, penghitungan survei, dan hambatan dalam pelaksanaan survey kepatuhan tersebut.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 3041/2/KPG.10.00/IV.2020 tentang perubahan kedua atas Surat Edaran Nomor 2866/2/KPG.10.00/III/2020 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, maka pegawai yang memiliki tugas yang dapat dikerjakan di rumah, dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah.Pada 27 April 2020, Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data - Subdirektorat Deposit, telah melakukan penghimpunan metadata karya rekam digital tahun 2018 berupa Audio (ASIRI) sebanyak 700 cantuman. Penghimpunan metadata ini digunakan untuk perhitungan nilai asset karya rekam digital ke DJKN dan untuk dasar pengisian field pada aplikasi e-deposit. Detail metadadata asset yang telah dihimpun, telah diunggah ke google drive subdirektorat deposit.Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data juga tetap melakukan pengawasan dan uji coba terhadap pengembangan aplikasi e-deposit V.2 dan interoperabilitas aplikasi penghimpun konten web milik Perpustakaan Nasional dengan http://garuda.ristekbrin.go.id/ melalui API.
Pada tanggal 6 september 2018 tim pemantaun deposit Perpustakaan nasional RI terdiri dari Haryono dan wijiyanto melakukan pemantauan penerbit ke penerbit BPPT Press dijalah MH. Thamrin Jakarta. Tim Pemantauan Deposit diterima oleh Pustakawan Muda BPPT Bapak Indra. Secara umum penerbit BPPT Press dan penerbit lain seperti Jurnal-Jurnal Ilmiah yang diterbitkan organisasi dibawah lembaga BPPT telah melaksanakan UU No. 4 Tahun 1990 tetapi tidak tertib. Sebenarnya institusi BPPT telah memiliki pedoman penmghimpunan KCKR internal yang tertuang dalam Peraturan Kepala BPPT No. 116 Tahun 2013.
Jakarta – Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan diberikan kesempatan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan untuk berbagi pengetahuan dengan para pengelola perpustakaan di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (Poltekkes Kemenkes) yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Proses berbagi pengetahuan (knowledge sharing) ini dilakukan melalui kegiatan magang di Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas). Kegiatan magang yang awalnya akan diselenggarakan secara langsung (onsite) di lingkungan Perpusnas ini dengan berbagai pertimbangan diubah ke dalam bentuk virtual/daring melalui aplikasi Zoom Meeting.Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan menerima peserta magang selama tiga hari, dimulai 9 Juli 2021 sampai dengan 13 Juli 2021. Pertemuan dibagi menjadi dua sesi setiap harinya dengan tim peserta yang berbeda. Sesi pertama diisi dengan pengarahan tentang pengembangan koleksi perpustakaan. Sesi kedua diisi dengan kegiatan praktik pengembangan koleksi yang dilakukan dari analisis kebutuhan hingga registrasi bahan perpustakaan yang diadakan. Kegiatan praktik pengembangan koleksi perpustakaan menjadi kurang maksimal karena hanya dilakukan melalui Zoom Meeting dengan waktu yang terbatas.Pengarahan pengembangan koleksi perpustakaan dilakukan oleh tiga narasumber, yaitu Koordinator Pengembangan Koleksi Perpustakaan Mujiani, Subkoordinator Pengembangan Koleksi Tercetak Dedy Junaedhi Laisa, dan Subkoordinator Pengembangan Koleksi Terekam Ramadhani Mubaraq. Mujiani memberikan penjelasan mengenai pengembangan koleksi secara umum dan penerapannya di Perpusnas. Selanjutnya Dedy mendapat giliran memberikan penjelasan tentang ruang lingkup bahan perpustakaan tercetak berikut tahapan pengembangan koleksi tercetak. Kemudian Ramadhani menjelaskan tentang ruang lingkup bahan perpustakaan terekam dan tahapan pengembangan koleksi terekam.Adapun sesi praktik terbagi menjadi tiga bagian, yaitu praktik pengembangan koleksi tercetak, praktik pengembangan koleksi audiovisual, dan praktik pengembangan koleksi e-resources. Pada sesi praktik ini peserta diberikan simulasi cara menyeleksi bahan perpustakaan, proses pengadaaan, dan cara melakukan input data koleksi yang telah diadakan melalui aplikasi INLISLite. Peserta cukup antusias pada sesi ini, terutama pada saat praktik menggunakan INLISLite. Hanya saja, praktik ini dirasakan kurang maksimal karena dilakukan secara daring. Peserta berharap nantinya akan ada kesempatan melakukan praktik secara langsung. Rasa keingintahuan dan antusiasme peserta cukup tinggi untuk mempelajari pengembangan koleksi lebih mendalam lagi. Hal ini terbukti dari banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh peserta, baik di sesi pertama maupun pada sesi kedua. Karena banyaknya pertanyaan, panitia hanya merangkum beberapa pertanyaan yang diajukan. Beberapa pertanyaan tersebut antara lain mengenai penerapan Kebijakan Pengembangan Koleksi Perpusnas untuk perpustakaan lain, cara membuka aplikasi INLISLite, aturan mengenai menyalin koleksi perpustakan lain, dan cara melakukan penelusuran buku pada aplikasi penerbit yang ada di web. Peserta berharap pandemi ini segera berakhir sehingga bisa berkunjung ke Perpusnas agar dapat melihat dan mempelajari pengembangan koleksi secara langsung.
Jakarta – Perpustakaan Nasional bekerjasama dengan Lembaga Sensor Film menyelenggarakan forum diskusi dengan perwakilan produsen karya rekam pada senin (14/8/2023). Kegiatan yang dilaksanakan di ruang rapat lantai 4 Gedung Layanan Perpustakaan Nasional ini membahas mengenai koordinasi pelaksanaan Serah Simpan Karya Rekam Film dengan narasumber Ervan Ismail dari Lembaga Sensor Film dan Tatat Kurniawati dari Perpustakaan Nasional. Forum diskusi ini tidak hanya untuk meningkatkan koordinasi, tetapi juga menjadi wadah untuk saling berbagi dan bertukar pengetahuan serta saran dalam mengoptimalisasikan pelaksanaan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Direktur Deposit dan Pengembangan koleksi Perpustakaan, Emyati Tangke Lembang dalam sambutannya mewakili Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi menyebutkan bahwa forum diskusi ini berfokus pada penguatan koordinasi pelaksanaan Serah Simpan Karya Rekam Film dengan Lembaga Sensor Film dan rekan-rekan perwakilan Produsen Karya Rekam Film, serta pengenalan kebijakan-kebijakan pendukung pelaksanaan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.Emyati menyebutkan bahwa Keberhasilan film-film Indonesia dikancah dunia dapat menjadi bukti betapa luar biasanya karya-karya garapan anak bangsa. adanya nilai yang terkandung dari karya akhirnya menciptakan sebuah urgensi untuk melestarikannya.“Salah satu hal yang bisa dilakukan yaitu melalui praktik Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam yang dalam pelaksanaannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, serta produk hukum turunannya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021” jelasnya.Selanjutnya Ketua Kelompok Kerja Pengelolaan Koleksi Hasil SS KCKR, Tatat Kurniawati dalam paparannya menjelaskan bahwa karya rekam yang telah diserahkan ke Perpustakaan Nasional tidak hanya untuk disimpan tetapi juga akan dikelola dan di lestarikan sebagai asset negara.Lebih lanjut Tatat menjelaskan bahwa Perpustakaan Nasional mendorong diskusi mengenai bagaimana proses penyerahan karya rekam film, bentuk karya yang akan diserahkan serta bagaimana harga perolehannya. “Kami meyakini bahwa Lembaga sensor film akan menjadi perpanjangan dari Perpustakaan Nasional dalam rangka koordinasi serah simpan produsen karya rekam” lanjutnya.Sementara itu Wakil Ketua Lembaga Sensor Film, Ervan Ismail dalam paparannya menjelaskan bahwa berbagai regulasi terutama dari Undang-Undang perfilman menyebutkan bahwa film merupakan bagian penting dari negara karena itu negara harus hadir dan bertanggung jawab untuk memajukan perfilman.“film perlu dikembangkan dan dilindungi, salah satu caranya yaitu dengan mengarsipkan, mengoleksi, melestarikan dan mengabadikannya dalam bentuk yang bisa dilihat kembali di kemudian hari ”jelasnya.Lebih lanjut, Ervan menyebutkan bahwa karya budaya bangsa Indonesia sampai sekarang belum bisa di optimalkan dalam bentuk dokumentasi, karena kurangnya pemahaman pentingnya pelestarian KCKR. Selain itu Film sebagai sebuah komoditas informasi hiburan tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai, norma, dan budaya yang dibawanya. Perkembangan perfilman sedikit banyak tentu saja akan mempengaruhi pola dan gaya hidup masyarakat yang mengaksesnya.Hasil forum diskusi kali ini menghasilkan tindaklanjut dimana Lembaga Sensor Film akan berkoordinasi dengan masing-masing rumah produksi (PH) dalam penyerahan karya ke Perpustakaan Nasional.
Jakarta - Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bagian dari ASN diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Berdasarkan UU tersebut, instansi pemerintah yang melaksanakan program penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) diwajibkan untuk memberikan program pendidikan dan pelatihan terintegrasi bagi CPNS yang telah diterima di instansi terkait selama satu tahun masa percobaan. Peraturan Lembaga Administrasi Negara (LAN) No. 12 Tahun 2018 juga turut mempertegas aturan terkait kewajiban CPNS untuk menjalani masa percobaan yang dilaksanakan melalui proses Pelatihan Dasar (Latsar) terintegrasi yang bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai dasar CPNS, yaitu Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi (ANEKA); kecintaan terhadap tanah air Indonesia yang meliputi: wawasan kebangsaan dan kesiapsiagaan bela negara; serta pengetahuan mengenai kedudukan dan peran PNS dalam kerangka Negara Republik Indonesia (NKRI) yang meliputi: Manajemen ASN, Pelayanan Publik, dan Whole of Government. Sebagai bagian dari Latsar, CPNS wajib melaksanakan kegiatan aktualisasi dengan baik dan tepat sasaran di unit kerjanya masing-masing. Demi jalannya kegiatan aktualisasi yang baik dan tepat sasaran, CPNS mendapatkan bimbingan dari coach yang berasal dari PPMKP Kementerian Pertanian dan mentor yang telah ditunjuk unit kerja terkait. Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menyatakan bahwa Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara. Salah satu fungsi yang disebutkan adalah fungsi deposit yang dalam hal ini Perpusnas memiliki fungsi dan tugas untuk menghimpun dan menyimpan seluruh koleksi terbitan yang ada di Indonesia. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan adalah unit kerja yang diberikan tugas untuk melaksanakan pengelolaan hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam (KCKR), serta pengembangan koleksi perpustakaan. Adapun payung hukum pelaksanaan serah simpan karya cetak dan karya rekam adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Dalam UU SSKCKR Pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa setiap penerbit wajib menyerahkan 2 (dua) eksemplar dari setiap judul karya cetak kepada Perpusnas dan 1 (satu) eksemplar kepada Perpustakaan Provinsi tempat domisili penerbit. Pada praktiknya, masih banyak penerbit yang belum tertib melakukan kewajiban ini dengan hanya mengirimkan 1 (satu) eksemplar dari setiap judul karya cetak ke Perpusnas. Beberapa penyebab hal ini terjadi adalah karena kurangnya pemahaman akan pelaksanaan UU SSKCKR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa koleksi 1 (satu) eksemplar adalah koleksi yang diserahkan oleh penerbit sebagai bentuk pelaksanaan UU SSKCKR, namun jumlahnya masih kurang atau belum memenuhi persyaratan yang seharusnya. Koleksi 1 (satu) eksemplar yang dikirimkan oleh penerbit memerlukan pengelolaan khusus yang tidak dapat disamakan dengan koleksi yang jumlahnya telah memenuhi ketentuan (dua eksemplar). Selama ini pengelolaan koleksi 1 (satu) eksemplar belum optimal dilakukan. Pencatatan yang belum tersistem, belum dilakukannya pengolahan, serta pengawasan yang masih rendah adalah sejumlah permasalahan dalam pengelolaan koleksi 1 (satu) eksemplar. Kegiatan pembuatan draf SOP ini melibatkan penulis, pimpinan yang terdiri atas Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Koordinator Pengelolaan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan Subkoordinator Pengelolaan Karya Cetak, serta seluruh Tim Kerja di Subkelompok Pengelolaan Karya Cetak yang dalam hal ini disebut stakeholder. Adapun kegiatan-kegiatan pembuatan draf SOP ini adalah terdiri atas:1. Penulis mengumpulkan dan mempelajari regulasi2. Berkonsultasi dengan mentor3. Berkonsultasi dengan para stakeholder4. Membuat Draf SOP5. Memaparkan Draf SOP pada stakeholder Dalam pertemuan hasil diskusi dan pemaparan dengan stakeholder, draf SOP yang telah dibuat oleh penulis disetujui oleh para stakeholder. Namun demikian, draf tersebut tetap harus ditindaklanjuti agar dapat menjadi SOP dan disosialisasikan pada tim kerja terkait untuk dapat mulai digunakan. Kesimpulan dari kegiatan pembuatan Draf SOP Pengelolaan Koleksi 1 (Satu) Eksemplar Hasil Serah Simpan Karya Cetak ini adalah bahwa draf tersebut dapat memberikan gambaran terkait manajemen pengelolaan koleksi 1 (satu) eksemplar hasil serah simpan karya cetak. Agar koleksi 1 (satu) eksemplar tidak hanya tertumpuk tanpa ditindaklanjuti secara jelas dan pengelolaan koleksi 1 (satu) eksemplar ini juga mampu mendorong terwujudnya tertib serah simpan karya cetak karya rekam sebagai bentuk implementasi dari UU SSKCKR.