Kota Gorontalo, Gorontalo - Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) merupakan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 yang telah berlaku lebih dari 28 tahun. UU SSKCKR yang disahkan pada tahun 2018 tersebut memiliki isi yang lebih lengkap dan komprehensif, khususnya dalam mengakomodir kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta memberi peluang lebih banyak bagi para wajib serah untuk berpartisipasi aktif dalam penghimpunan hasil budaya anak bangsa yang berupa karya cetak dan karya rekam (KCKR).
Pada 25 Maret 2021 dilaksanakan Sosialisasi UU SSKCKR di Provinsi Gorontalo. Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) dan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Gorontalo. Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Aston, Kota Gorontalo ini dihadiri oleh berbagai penerbit, produsen rekaman, organisasi perangkat daerah, perguruan tinggi, musisi, dan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Gorontalo.
Kegiatan diawali dengan sambutan Pustakawan Ahli Utama Maria Sobon Sampe dan dibuka oleh Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Gorontalo H. Sul A. Maito S.Ag, ME. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pelaksanaan UU SSKCKR di Provinsi Gorontalo yang masih belum terlaksana secara menyeluruh.
Sejak tahun 2020, Perpustakaan Nasional kembali mengoleksi bahan perpustakaan audio visual dalam format piringan hitam (vinyl). Belakangan ini pula piringan hitam kembali populer di kalangan kolektor rilisan fisik. Toko yang menjual vinyl di berbagai kota besar pun kembali bergairah. Dengan harga yang cukup mahal dan ukuran yang bikin ribet dibawa ke mana-mana ternyata ga mengurangi antusias music lovers lho! Kira-kira apa saja sich yang membuat format musik ini kembali populer? Saya coba merangkum beberapa alasan yang bisa kalian ketahui. Mungkin bisa jadi pertimbangan kalian juga untuk mulai mengoleksi. Cekidot! 1. KUALITAS SUARA Piringan hitam memberikan kualitas suara yang lebih detail dan alami karena proses rekamannya yang dilakukan secara analog. Alat musik yang direkam secara analog akan terdengar lebih alami karena telinga kita bekerja secara analog pula. Vinyl merekam gelombang. tidak dengan CD atau format digital (MP3) yang hanya merekam data digital berupa angka 0 dan 1. Pada piringan hitam tidak terjadi kompresi frekuensi gelombang sehingga apa yang direkam adalah apa yang akan kita dengar. 2. COLLECTIBLE (LAYAK DIKOLEKSI) Setiap barang yang collectible pasti punya nilai ekonomi yang tinggi. Meski pun rekaman-rekaman musik terbaru juga masih dirilis dalam bentuk piringan hitam, rekaman zaman dulu lah yang paling diburu orang. Rekaman zaman dulu biasanya merupakan barang bekas yang langka. Harganya pun bisa mencapai jutaan rupiah jika kondisinya masih bagus. 3. NILAI SENI Selain kualitas suaranya, desain jaket (cover) dari rekaman vinyl juga sangat unik. Tak jarang orang membeli hanya karena desain covernya yang estetik. Jika koleksi di rumah sudah banyak, akan sangat cocok dijadikan dekorasi ruangan. Coba deh kalian tata sedemikan rupa di dinding rumah, dijamin akan sangat keren, lho! 4. DUKUNGAN TERHADAP INDUSTRI MUSIK Adanya internet dan populernya platform streaming musik digital ternyata tak serta merta memberikan keuntungan bagi musisi dari segi finansial. Masih ada beberapa klausul dalam sistem streaming musik yang harus diperbaiki. Banyak diakui musisi bahwa penjualan album fisik masih jauh lebih menuntungkan dari sisi bisnis ketimbang yang didapat dari platform digital. Membeli karya fisik musisi terutama yang lokal merupakan bentuk apresiasi yang sepatutnya kita berikan. Dengan begitu, industri musik akan tetap hidup dan terus berkembang. 5. KENANGAN Piringan hitam adalah salah satu medium rekaman musik tertua oleh karena itu ia mewakili masa lalu. Sewajarnya, manusia adalah makhluk yang selalu merindukan kenangan. Masa kecil yang indah ditemani musik-musik yang keren dari piringan hitam adalah kenangan yang tak terlupakan. Ditambah, saat ini sudah banyak studi mengenai musik yang diterapkan sebagai terapi kognitif dan memori. Scientific proven! Sumber: bombastis.com dan diolah dari berbagai sumber lain Penulis & desainer: Umbara Purwacaraka – Pustakawan Ahli Muda, Perpusnas RI
Jakarta - Rabu, 15 Januari 2020 Direktorat Deposit Bahan Pustaka kembali mengadakan rapat pembahasan RPP pelaksanaan UU No.13 Th. 2018 tentang SSKCKR. Kegiatan yang dihadiri oleh Ofy Sofiana, Nurcahyono, Sri Marganingsih, Rudi Hernanda, Gibran Bima, Suci Indrawati, dan Jusa Junaedi dilaksanakan di ruang rapat Deputi 1 Perpusnas, Salemba. Kegiatan ini kembali membahas pasal per pasal RPP. Pada kesempatan kali ini pasal yang dibahas yaitu mulai dari pasal 37 hingga pasal 67. Pasal yang dibahas diantaranya terkait pengelolaan yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Perpusnas tentang standar pengelolaan koleksi serah simpan KCKR, peran serta masyarakat, pembinaan, pengenaan sanksi, penilaian tingkat kepatuhan dan penghargaan.
Jakarta - Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan tingkat peradaban tinggi, tercermin dengan kayanya warisan budaya dan warisan budaya nasional yang dimiliki. Salah satu ciri bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan melestarikan warisan budayanya. Pelestarian kebudayaan nasional merupakan suatu hal yang sangat menarik, mengingat adanya keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Warisan budaya nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia di antaranya yaitu naskah kuno dan koleksi muatan lokal (local content).Pemerintah melalui Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) mempunyai tugas untuk melestarikan naskah kuno dan koleksi local content yang tersebar di seluruh penjuru nusantara agar dapat termanfaatkan dengan baik. Hal tersebut sesuai tanggung jawab Perpusnas yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada Pasal 21, yaitu mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat dan untuk melestarikan hasil budaya bangsa.Dalam menjalankan tanggung jawab tersebut, Perpusnas melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan berupaya mengidentifikasi bahan perpustakaan yang tersebar di masyarakat dengan melakukan kegiatan hunting naskah kuno dan local content ke berbagai daerah di nusantara. Melalui kegiatan hunting ini, pustakawan dapat memperoleh gambaran dan informasi mengenai keberadaan naskah kuno dan local content di daerah, untuk kemudian memetakan dan mengakuisisinya menjadi koleksi Perpusnas agar dapat didayagunakan oleh pemustaka.Kalimantan Barat menjadi salah satu provinsi tujuan kegiatan hunting naskah kuno dan local content. Selain dikenal sebagai salah satu dari sekian wilayah di dunia yang tepat dilintasi garis khatulistiwa, Kalimantan Barat juga mempunyai potensi budaya yang sangat unik. Hal ini ditandai dengan terdapatnya berbagai macam suku, di antaranya adalah Dayak, Melayu, Tionghoa, dan Banjar. Diharapkan potensi budaya tersebut dapat berkontribusi besar dalam pengembangan koleksi naskah kuno dan local content Perpusnas.Pada 16-19 Februari 2021, Tim Hunting yang beranggotakan empat orang pustakawan di Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan, yaitu Mujiani, H. Arion, Zakaria Guninda, dan Zaskia Iin Suryani berkunjung ke Kalimantan Barat untuk mengumpulkan informasi terkait keberadaan naskah kuno dan penerbit-penerbit lokal di daerah tersebut. Tim Hunting melakukan kunjungan ke beberapa instansi pemerintah khususnya di Kota Pontianak, antara lain Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Barat, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kalimantan Barat, dan Museum Kalimantan Barat. Dari kunjungan tersebut, Tim Hunting memperolah informasi keberadaan naskah kuno di Kabupaten Sambas, alamat penerbit-penerbit lokal, dan beberapa tokoh pejuang literasi Kalimantan Barat yang aktif menulis terkait budaya lokal.Dalam melaksanakan tugas, Tim Hunting didampingi oleh Safri, narasumber yang membantu menelusuri titik-titik keberadaan naskah kuno dan bahan perpustakaan local content. Bersama Safri, Tim Hunting mengunjungi kediaman Herman, seorang kolektor barang antik yang memiliki sejumlah naskah kuno. Koleksi pribadinya tersebut berada dalam kondisi yang kurang terawat, dengan lembar-lembar terpisah dan kertas yang rapuh. Dari sejumlah koleksinya tersebut terdapat salah satu naskah kuno yang menarik perhatian Tim Hunting. Naskah kuno tersebut berbentuk gulungan kain yang berisikan amalan-amalan, ditulis dalam aksara dan Bahasa Arab, dan telah berusia kurang lebih 200 tahun. Menurut Herman, naskah kuno tersebut diperoleh dari daerah Demak. Namun sangat disayangkan, naskah kuno tersebut tidak diizinkan untuk dibawa oleh Tim Hunting ke Jakarta. Tim Hunting juga mengunjungi beberapa penerbit lokal seperti Penerbit Pustaka One, Institut Dayakologi, Tom’s Book Publishing, Derwati Press, Untan Press, dan Galeria Kalimantan Barat. Dari kunjungan tersebut diperoleh bahan perpustakaan local content sejumlah 79 judul (153 eksemplar). Diharapkan bahan perpustakaan tersebut dapat melengkapi koleksi Perpusnas, mampu memenuhi kebutuhan informasi pemustaka, dan menunjukkan satu upaya nyata dalam melestarikan warisan budaya nasional.
Sistem pendidikan berjalan pada level input, proses, ataupun output yang biasanya melibatkan berbagai unsur masyarakat ataupun unsur hasil bentukan masyarakat di dalamnya (lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun NGO). Semua unsur yang terlibat dalam sistem pendidikan memberikan dampak satu sama lain. Hanya saja, ketika kita ingin menjadikan pendidikan dengan sistem pendidikannya sebagai sebuah alat dalam menyejahterakan masyarakat, kita harus mengkaji apakah suatu unsur masyarakat dalam menjalankan perannya pada sistem pendidikan telah berperan secara produktif, relevan, efektif, dan efisien. Lebih dari itu, kita juga harus melihat apakah dampaknya sudah signifikan. Tulisan ini akan mencoba membahas peran salah satu unsur dari sistem pendidikan yakni Perpustakaan Nasional dan skenarionya dalam mencerdaskan dan menyejahterakan bangsa Indonesia melalui kepustakawanan dan literasi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Perpustakaan adalah salah satu unsur penting dari sebuah sistem pendidikan. Dalam sistem pendidikan, perpustakaan memiliki sebuah status unik dalam konteks tujuan keberadaan organisasinya secara menyeluruh. Perpustakaan berfungsi layaknya sebuah alat. Alat yang bisa digunakan pada level input sistem pendidikan dalam wujud informasi dan pengetahuan melalui bahan perpustakaannya. Perpustakaan juga menjadi sebuah alat pada level proses sistem pendidikan yang digunakan oleh pemerintah untuk membuat kebijakan, digunakan sebagai bahan ajar oleh guru dan digunakan oleh pelajar dalam memahami pelajaran. Uniknya lagi, perpustakaan juga adalah alat pada level output sistem pendidikan dengan wujud karya bahan perpustakaan seperti jurnal penelitian, buku, jurnal, dan sebagainya. Pada level output, perpustakaan dengan koleksi bahan perpustakaannya juga menjadi salah satu indikator dalam keberhasilan sistem pendidikan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari kualitas maupun kuantitas jurnal, buku serta bahan perpustakaan lainnya yang diterbitkan oleh akademisi, profesional ataupun masyarakat Indonesia secara umum. Berkaca dari hal ini, kita dapat melihat betapa peran perpustakaan vital dalam konteks kemajuan sistem pendidikan di Indonesia yang bertujuan mencerdaskan dan menyejahterakan bangsa. Dalam pembahasan tentang perpustakaan, pelaksana utama kepemimpinan khusus kepustakawanan dikomandoi secara tidak langsung berdasarkan undang-undang oleh Perpustakaan Nasional Indonesia (Perpusnas). Hal ini tertuang dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (UU Perpustakaan). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Perpusnas adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan serta berkedudukan di ibukota negara. Selanjutnya pada Pasal 21 ayat (2) dijelaskan bahwa Perpusnas bertugas:a. menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan;b. melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan;c. membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan; dand. mengembangkan standar nasional perpustakaan. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat di atas. Perpusnas bertanggung jawab:a. mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat;b. mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa;c. melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dand. mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri. Jika melihat amanat UU tersebut mengenai fungsi dan tugas Perpusnas, diketahui bahwa Perpusnas memiliki peran signifikan dan potensial dalam memajukan Indonesia. Nantinya peran tersebut akan berimbas pada peningkatan kualitas sistem pendidikan Indonesia, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung melalui peningkatan mutu pendidikan tumbuhlah ekonomi, sejahterahlah masyarakat, dan bahagialah rakyatnya. Sayangnya, secara data, peran Perpusnas hingga saat ini belum dimaksimalkan dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang bermutu. Pendidikan Indonesia saat ini masih dianggap terbelakang dan tidak efektif. Berdasarkan data, kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara dalam hal aspek kemampuan membaca siswa. Hal ini juga berbanding lurus dengan aspek lainnya seperti skor kemampuan matematika siswa yang ada di peringkat 72 dari 78 negara dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara pada laporan penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018 yang dipublikasikan pada Desember 20191. Lebih dari itu, secara kasat mata kita dapat melihat bahwa tren perilaku pencarian informasi masyarakat saat ini condong ke arah penggunaan internet melalui gawai (gadget). Hal ini juga berbanding lurus dengan tren belajar masyarakat secara daring (online). Kita bisa lihat juga secara langsung melalui pertumbuhan media sosial dengan konten informasinya tersendiri seperti konten video pembelajaran di media sosial seperti Youtube yang mendapatkan perhatian kalangan-kalangan pelajar dan profesional, disukai, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sedangkan tren pencarian informasi dan belajar melalui buku ataupun dari bahan perpustakaan, baik di perpustakaan ataupun tidak, malah menurun. Lantas, dengan mengetahui fakta di atas, apakah Perpusnas bisa berdampak lebih terhadap pendidikan Indonesia secara sistematis sesuai perannya sebagai alat dalam sistem pendidikan dan sesuai amanat UU tentang fungsi dan tugas Perpusnas? Untuk menjawab hal ini, kita bisa menelaah dan membayangkannya melalui sebuah Skenario Perpustakaan Nasional Masa Depan, sehingga nantinya dengan peran Perpusnas dan inovasi-inovasi yang bisa dilakukan bersama stakeholder terkait, Perpusnas mampu memberikan dampak yang lebih strategis lagi terhadap peningkatan kualitas pendidikan Indonesia secara sistematik dan menyeluruh, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Adapun skenario yang dapat meningkatkan dampak dari peran Perpusnas dalam rangka mewujudkan sistem pendidikan Indonesia di masa depan yang lebih baik dapat dijelaskan sebagai berikut. Perpusnas dilegalkan oleh UU dalam membuat atau merumuskan peraturan yang mengikat dalam mewujudkan inovasi-inovasi di bidang ilmu perpustakaan, kepustakawanan, dan terhadap semua jenis perpustakaan di seluruh Indonesia. Cakupan kerjanya dalam hal ini, meliputi hal berikut: - Mengubah, ikut serta menetapkan, dan berperan dalam merumuskan kurikulum dan program pendidikan ilmu perpustakaan di Indonesia bersama universitas-universitas yang ada. Contoh inovasi yang bisa dilakukan seperti menggabungkan ilmu perpustakaan dengan ilmu komputer (sebagai kesatuan ataupun parsial atau bisa dengan ilmu relevan lainnya). Dengan demikian, lulusan ilmu perpustakaan memiliki kompetensi yang terintegrasi dengan era informasi dan pengetahuan yang berbasis teknologi informasi di masa depan dalam rangka memudahkan perpustakaan dan pustakawannya masuk ke dalam era digital dan industry 4.0 secara penuh. Lebih dari itu, dengan menggabungkan ilmu perpustakaan dengan ilmu komputer ataupun melakukan hal sejenis perpustakaan dapat meningkatkan minat banyak murid cerdas yang mau masuk universitas dengan memilih disiplin ilmu perpustakaan, sehingga lulusan ilmu perpustakaan yang nantinya menjadi pustakawan di seluruh Indonesia terdiri dari pustakawan yang berkualitas dan kompeten sesuai era teknologi di masa depan yang saat ini sudah mulai diaplikasikan di perpustakaan secara bertahap. - Mewajibkan seluruh perpustakaan umum (perpustakaan provinsi, kota, kabupaten, ataupun desa dan sejenisnya) di Indonesia menerapkan konsep “Perpustakaan sebagai tempat belajar, mengajar dan menyelenggarakan kepelatihan informal secara gratis berbagai bidang ilmu”. Tema pelatihan sesuai kebutuhan ekonomi dan kompetensi masyarakat di sekitar lokasi perpustakaan. Hal ini sekaligus dalam rangka membudayakan belajar sepanjang hayat. Dalam pelaksanaannya perpustakaan dilengkapi sarana dan prasarana yang difasilitasi dan didanai oleh negara, baik melalui APBN maupun APBD, ataupun pihak ketiga. - Menerapkan konsep akses seluruh buku karya anak bangsa yang mudah dan murah secara digital dalam satu pintu portal online dalam format aplikasi smartphone yang dikelola Perpusnas. Penerapannya dengan mengalihmediakan semua buku cetak yang diterbitkan di Indonesia dalam versi e-book setelah tiga tahun diterbitkan versi cetaknya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa di bawah tiga tahun setelah cetak masih memiliki masa-jual ekonomi. Khusus buku dengan e-book yang sudah dikeluarkan penerbit dibuat semacam kontrak-guna yang menguntungkan penerbit, penulis, pemustaka, dan Perpusnas. Dengan begini semua buku cetak di Indonesia memiliki versi e-book-nya dan e-book tersebut dikelola pemerintah secara terintegrasi. Pemerintah dapat mengetahui jumlah pembaca harian dan statistik minat baca Indonesia. Perpusnas di sini membuat kebijakan yang juga harus mempertimbangkan penerbit selaku usaha, penulis, dan pembaca. Contohnya dalam hal menguntungkan penulis dan penerbit. Setiap pembaca yang membaca suatu buku dikenakan biaya baca selama periode waktu tertentu. Hasil uangnya dibagi sesuai perjanjian kepada penerbit dan penulis. Namun, peraturan ini diberlakukan tidak kepada seluruh buku, tergantung kerja sama dan kesepakatan. Dengan maraknya popularitas kebijakan ini dan mudahnya akses buku murah orisinal dan ada juga opsi e-book gratisnya pembajak jadi enggan membajak buku karena membaca buku berkualitas jadi lebih mudah dan murah. - Menghitung karya kerja pustakawan yang berdampak dan kreatif seperti membuat infografis, video Youtube, postingan Instagram, dan audio ringkasan buku yang memiliki nilai edukasi sebagai salah satu bagian dari pekerjaan pustakawan yang dihitung angka kreditnya. Di sisi lain dinilai sebagai bagian dari kinerja pustakawan di seluruh Indonesia di berbagai jenis perpustakaan dengan pengawasan dan penilaian yang sudah dilaksanakan seperti sekarang ini. Itulah beberapa ide skenario Perpusnas masa depan menurut penulis. Walaupun skenario di atas sangat debatable, namun ide tersebut diharapkan dapat memancing inovasi-inovasi kebijakan lain di masa datang. Lebih dari itu, diharapkan melalui skenario-skenario di atas banyak dari kita melihat secara lebih luas mengenai makna dan vitalnya peran perpustakaan dan kepustakawanan, khususnya Perpusnas bagi kemajuan Indonesia baik masa kini ataupun di masa yang akan datang. Jika scenario ini dipertimbangkan, diwujudkan, dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait dengan baik, maka sistem pendidikan Indonesia akan masuk pada level selanjutnya yang sekelas dengan sistem pendidikan negara-negara maju, sehingga membawa Indonesia pada fase masyarakat sejahtera. Catatan Kaki:1https://www.jawapos.com/nasional/pendidikan/04/12/2019/ranking-pisa-indonesia-turun-dipicu-salah-orientasi-pendidikan/
Jakarta – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) kembali melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bersama Penerbit. Salah satu penerbit besar di Indonesia yaitu Penerbit Erlangga pada kesempatan ini menjadi peserta diskusi mengenai penyerahan Karya Cetak dan Karya Rekam (KCKR) kepada Perpustakaan Nasional. Kegiatan diskusi diselenggarakan pada hari Jumat, 4 Maret 2022 melalui zoom meeting dengan menghadirkan perwakilan dari Penerbit Erlangga yaitu Heru Prihatmoko (Kepala Produksi/Manager PPIC Erlangga) dan Rizal Pahlevi Hilabi (Chief Editor Buku Perguruan Tinggi Erlangga). Pihak Perpusnas diwakili oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Koordinator Kelompok Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, Subkoordinator Karya Cetak Deposit, dan Subkoordinator Karya Rekam Deposit. Peserta diskusi dihadiri oleh beberapa perwakilan dari Penerbit Erlangga, Tim Teknis e-Deposit, dan Tim Penerimaan KCKR.Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang memberikan sambutan dan menyatakan bahwa FGD ini diselenggarakan sebagai upaya dalam meningkatkan kerja sama antara Perpusnas dan Penerbit berkaitan dengan Pelaksanaan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR). Emyati mengucapkan terima kasih karena sampai saat ini Penerbit Erlangga sudah melaksanakan serah simpan karya cetak. Melalui pertemuan ini juga diharapkan semakin memantapkan komitmen penerbit Erlangga dalam menyerahkan terbitan elektroniknya dalam memenuhi kewajiban pelaksanaan SSKCKR.Emyati menyampaikan, “Sejak Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) resmi disahkan, capaian penghimpunan karya di Perpustakaan Nasional RI terus naik secara signifikan. Data per 3 Maret 2022, penerbit buku elektronik yang sudah menyerahkan publikasinya ke e-Deposit sebanyak 1.694 penerbit dan buku elektronik (e-book) yang sudah masuk e-Deposit sebanyak 33.315 item. Selain itu Perpustakaan Nasional sudah melakukan interoperabilitas dengan repositori milik Kemdikbudristekdikti (Garuda dan Rama), Puskurbuk, BPS, Kementan, dan rencananya pada tahun ini akan ada repositori lainnya yang akan turut melakukan interoperabilitas dengan Perpustakaan Nasional, seperti: (1) Repositori milik Kemdikbudristekdikti dan (2) Repositori milik BRIN. Perolehan karya digital melalui interoperabilitas dari tahun 2018 hingga 2021 sudah mencapai kurang lebih satu juta item.”Kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi dan diskusi. Secara ringkas, Heru Prihatmoko menyampaikan bahwa kerja sama antara Penerbit Erlangga dan Perpusnas sudah berjalan sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan aktifnya Penerbit Erlangga dalam mengirimkan buku cetak guna memenuhi kewajiban UU SSKCKR. Namun, dalam pelaksanaannya Penerbit Erlangga mengalami kendala, seperti buku yang tidak jadi terbit sehingga ISBN yang sudah diajukan terus menjadi tagihan.Kemudian Rizal Pahlevi Hilabi menambahkan, seiring berjalannya waktu Penerbit Erlangga tidak menemui masalah dengan ISBN maupun penyerahan buku cetak kepada Perpusnas. Dikarenakan pandemi, untuk membantu pembelajaran jarak jauh maka Penerbit Erlangga mulai beralih ke e-book. Baik e-book maupun buku cetak dari penulis menginginkan harus ada ISBN. Akan tetapi, berbeda dengan buku cetak, untuk e-book yang akan diserahkan adalah bahan baku.Lebih lanjut Rizal menyampaikan, “e-book yang dibuat oleh Penerbit Erlangga sistemnya sedikit berbeda. Erlangga membuat sirkuit sendiri dengan tidak ingin menyebarkan atau tidak bisa menyerahkan e-book-nya kepada siapa pun. Untuk akses e-book menggunakan aplikasi dengan membeli voucher, tujuannya adalah untuk melindungi e-book kami dan untuk menghindari pembajakan. Untuk itu, apa yang membuat kami tidak ragu untuk menyerahkan e-book kami ke Perpusnas?”Dalam diskusi, Koordinator Kelompok Pengelolaan Koleksi Hasil SSKCKR Tatat Kurniawati meyakinkan Penerbit Erlangga untuk menyerahkan e-book dari sisi fungsi dan kebijakan. Ia menjelaskan penyerahan dan penyimpanan karya sesuai amanah dari 2 (dua) payung hukum yaitu UU SSKCKR dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Subkoordinator Karya Rekam Deposit Suci Indrawati menambahkan untuk keamanan karya disebutkan pada Pasal 2 UU SSKCKR bahwa Pelaksanaan serah simpan Karya Cetak dan Karya Rekam salah satunya berasaskan keamanan. Maksud asas keamanan di sini adalah bahwa pelaksanaan SSKCKR harus memberikan jaminan keamanan KCKR dari kemungkinan penyalahgunaan.Sementara itu secara teknis, Vincentya Dyah memberikan penjelasan mengenai syarat buku digital yang diserahkan ke sistem e-Deposit, tampilan e-Deposit dari sisi admin/pengelola, dan strategi keamanan karya rekam digital yaitu :- Layer aplikasi web- Layer aplikasi desktop- Layer database- Layer storage- Layer server dan networkPenjelasan mengenai keamanan karya rekam digital yang disampaikan Vincentya sudah sangat jelas, sehingga Penerbit tidak perlu ragu lagi dalam menyerahkan karyanya melalui sistem e-Deposit. Sistem e-Deposit dibuat dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi dengan menerapkan standar operasional prosedur sedemikian rupa agar Karya yang telah dihimpun selalu dalam keadaan terbaik serta dapat diakses kapan pun dengan tetap memperhatikan hak akses yang diberikan oleh Penerbit/Produsen Karya Rekam. Selama berjalannya diskusi, Perpusnas tidak hanya menerima pertanyaan dari para peserta, tetapi juga saran yang dimaksudkan untuk perbaikan dan keberhasilan pelaksanaan SSKCKR. Sebagai penutup, Tatat memberikan apresiasi kepada Penerbit Erlangga karena sudah aktif dalam memenuhi kewajiban UU SSKCKR.
Gubeng, Surabaya – Subdirektorat Deposit melakukan kegiatan Sosialisasi E-Deposit kepada musisi-musisi Indi di Surabaya, Kamis (31/10). Pelaksanaan sosialisasi tersebut bertempat di Katalokopi. Pembicara yang mengisi kegiatan sosialisasi ini yaitu Bens Leo, Rudi Hernanda, dan Teguh Gondomono.Dalam paparannya, Rudi Hernanda menjelaskan bahwa pada tanggal 28 Desember 2018 telah disahkan UU No. 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR). Dengan adanya undang-undang baru tersebut maka UU No. 4 Tahun 1990 tentang SSKCKR dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam UU No. 13 Tahun 2018 memuat hal-hal yang tidak diatur dalam UU No. 4 Tahun 1990, Khususnya dalam karya born digital. Dengan diaturnya hal-hal baru tersebut dapat mewujudkan sebagai rumah peradaban bangsa.Bens Leo dalam paparannya menjelaskan tentang pentingnya pendaftaran hak cipta atas karya, seperti yang diatur dalam UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Tetapi, banyak hal yang menyebabkan pemilik karya enggan mendaftarkan ciptaannya. penyebabnya antara lain biaya pendaftaran yang mahal, belum mendapatkan informasi tentang UU No. 28 Tahun 2014, pemilik karya tidak merasa penting untuk mendaftarkan karyanya, dll. Beliau pun menjelaskan tentang pentingnya menyerahkan karya pemusik indi baik itu bentuk digital, fisik maupun partitur ke Perpustakaan Nasional untuk disimpan dan dilestarikan. Sebuah karya haruslah didaftarkan hakciptanya dan disimpan serta dilestarikan untuk mewujudkan peradaban bangsa yang kuat. Pada sosialisasi ini dijelaskan juga tentang cara mendaftarkan karya digital serta dilakukan pelatihan penggunaan e-deposit dalam hal ini lagu indi ke e-deposit oleh Teguh Gondomono.