Jakarta – Rabu,
29 Januari 2020 kepala Subdirektorat Deposit, Sri Marganingsih bersama Rudi
Hernanda bertemu dengan Asmono dari Serikat Perusahaan Pers (SPS) pada pukul
13.00 s.d 15.00 untuk membahas teknis Hari Pers Nasional dan Sosialisasi Undang-Undang. Dalam pertemuan tersebut Sri Marganingsih mengatakan bahwa akan
ada kegiatan sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan
Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCR) pada saat Pelaksanaan Hari Pers Nasional. Beliau
berharap ada percontohan dari pihak pers yang telah melaksanakan pengunggahan
karyanya. Menanggapi hal tersebut Asmono mengatakan akan mengarahkan salah satu pers untuk
mengunggah karyanya di e-Deposit sebagai percontohan.
Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sebagai lembaga pemerintah non kementerian melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pada Pasal 21 ayat (3b) disebutkan bahwa salah satu tugas Perpusnas adalah mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa. Pelaksanaan tugas ini dikuatkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa setiap produsen karya rekam yang memublikasikan karya rekam wajib menyerahkan 1 (satu) salinan rekaman dari setiap judul karya rekam kepada Perpusnas dan 1 (satu) salinan kepada Perpustakaan Provinsi tempat domisili Produsen Karya Rekam paling lama 1 (satu) tahun setelah dipublikasikan. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam Pasal 5 disebutkan bahwa Karya Cetak dan Karya Rekam yang telah diserahkan kepada Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi menjadi barang milik negara atau barang milik daerah. Namun demikian, sampai saat ini belum ada pedoman penilaian aset karya rekam digital sehingga Perpusnas belum dapat menentukan penilaian aset karya rekam digital tersebut. Untuk itu diperlukan suatu Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital guna menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan penilaian aset karya rekam digital yang di lakukan oleh Perpusnas, khususnya di lingkungan Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP), dan juga Perpustakaan Provinsi. Menindaklanjuti kebutuhan tersebut, DDPKP pada Selasa, 5 Oktober 2021 mengadakan pertemuan secara daring dengan Biro Sumber Daya Manusia dan Umum (SDMU) dan Tim Pengelola Barang Milik Negara (BMN) Perpusnas untuk membahas penyusunan Draf Awal Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital. Pertemuan ini dibuka oleh Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil SSKCKR Tatat Kurniawati. Pada pertemuan tersebut Tatat menyampaikan, “Maksud dari pertemuan ini adalah untuk menyampaikan Draf Awal Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital. Pertemuan selanjutnya akan mengundang unit kerja terkait, mohon arahan dari Kepala Biro SDMU dan juga mohon rekomendasi narasumber dari luar Perpusnas.” Selanjutnya Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang menyampaikan bahwa Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital baru pertama kali disusun, maka diharapkan kerja sama dari Biro SDMU, khususnya dari Pengelola BMN dan pengelola aset. karena ini merupakan amanat dari UU SSKCKR, yaitu setiap KCKR yang masuk Perpusnas adalah termasuk aset negara. Emyati juga berharap dengan adanya pertemuan ini, Biro SDMU dan Tim Pengelola BMN Perpusnas dapat memberikan masukan dalam penyusunan Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital, karena pedoman ini akan menjadi pedoman juga bagi perpustakaan di seluruh Indonesia. Kepala Biro SDMU Ahmad Masykuri memberikan masukan yaitu untuk menyusun Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital perlu dilihat dari sisi usianya dan juga nilai dari kandungan informasinya. Apabila dari fisiknya itu apakah bagian dari penilaian, terkadang agak sulit juga menilainya, apakah bisa dikonversikan dalam bentuk digital yang baru. Dalam hal ini perlu melibatkan pihak Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan serta Pusat Data dan Informasi terkait karya rekam ini. Sementara itu ke depannya perlu juga melibatkan pakar-pakar koleksi digital, seperti filolog, ahli budaya, dan pakar dari bidang lain yang terkait dengan karya rekam ini. Paparan Draft Awal Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital disampaikan oleh Tim Penyusun yang diwakili oleh Vincentia Dyah, di antaranya tentang penentuan indikator dan tolok ukur penilaian aset, serta penentuan komponen konversi nilai harga koleksi karya rekam digital dalam satuan interval. Selain paparan dari Tim Penyusun juga ada diskusi terkait draf pedoman yang sudah disusun. Diskusi mencakup pembahasan tentang jenis koleksi, indikator penilaian, kualitas file, ukuran file, waktu publikasi, dan sebagainya. Tujuan penyusunan Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital yaitu: (1) Membantu pegawai dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga mempermudah proses penentuan harga; (2) Memberikan acuan dalam rangka menaksir harga karya rekam digital; dan (3) Mengetahui jumlah kekayaan negara (aset negara) yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan UU SSKCKR. Diharapkan dengan adanya pedoman tersebut dapat menjadi standar penilaian aset karya rekam digital yang akan memperlancar kegiatan.
Sistem pendidikan berjalan pada level input, proses, ataupun output yang biasanya melibatkan berbagai unsur masyarakat ataupun unsur hasil bentukan masyarakat di dalamnya (lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun NGO). Semua unsur yang terlibat dalam sistem pendidikan memberikan dampak satu sama lain. Hanya saja, ketika kita ingin menjadikan pendidikan dengan sistem pendidikannya sebagai sebuah alat dalam menyejahterakan masyarakat, kita harus mengkaji apakah suatu unsur masyarakat dalam menjalankan perannya pada sistem pendidikan telah berperan secara produktif, relevan, efektif, dan efisien. Lebih dari itu, kita juga harus melihat apakah dampaknya sudah signifikan. Tulisan ini akan mencoba membahas peran salah satu unsur dari sistem pendidikan yakni Perpustakaan Nasional dan skenarionya dalam mencerdaskan dan menyejahterakan bangsa Indonesia melalui kepustakawanan dan literasi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Perpustakaan adalah salah satu unsur penting dari sebuah sistem pendidikan. Dalam sistem pendidikan, perpustakaan memiliki sebuah status unik dalam konteks tujuan keberadaan organisasinya secara menyeluruh. Perpustakaan berfungsi layaknya sebuah alat. Alat yang bisa digunakan pada level input sistem pendidikan dalam wujud informasi dan pengetahuan melalui bahan perpustakaannya. Perpustakaan juga menjadi sebuah alat pada level proses sistem pendidikan yang digunakan oleh pemerintah untuk membuat kebijakan, digunakan sebagai bahan ajar oleh guru dan digunakan oleh pelajar dalam memahami pelajaran. Uniknya lagi, perpustakaan juga adalah alat pada level output sistem pendidikan dengan wujud karya bahan perpustakaan seperti jurnal penelitian, buku, jurnal, dan sebagainya. Pada level output, perpustakaan dengan koleksi bahan perpustakaannya juga menjadi salah satu indikator dalam keberhasilan sistem pendidikan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari kualitas maupun kuantitas jurnal, buku serta bahan perpustakaan lainnya yang diterbitkan oleh akademisi, profesional ataupun masyarakat Indonesia secara umum. Berkaca dari hal ini, kita dapat melihat betapa peran perpustakaan vital dalam konteks kemajuan sistem pendidikan di Indonesia yang bertujuan mencerdaskan dan menyejahterakan bangsa. Dalam pembahasan tentang perpustakaan, pelaksana utama kepemimpinan khusus kepustakawanan dikomandoi secara tidak langsung berdasarkan undang-undang oleh Perpustakaan Nasional Indonesia (Perpusnas). Hal ini tertuang dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (UU Perpustakaan). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Perpusnas adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan serta berkedudukan di ibukota negara. Selanjutnya pada Pasal 21 ayat (2) dijelaskan bahwa Perpusnas bertugas:a. menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan;b. melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan;c. membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan; dand. mengembangkan standar nasional perpustakaan. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat di atas. Perpusnas bertanggung jawab:a. mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat;b. mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa;c. melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dand. mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri. Jika melihat amanat UU tersebut mengenai fungsi dan tugas Perpusnas, diketahui bahwa Perpusnas memiliki peran signifikan dan potensial dalam memajukan Indonesia. Nantinya peran tersebut akan berimbas pada peningkatan kualitas sistem pendidikan Indonesia, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung melalui peningkatan mutu pendidikan tumbuhlah ekonomi, sejahterahlah masyarakat, dan bahagialah rakyatnya. Sayangnya, secara data, peran Perpusnas hingga saat ini belum dimaksimalkan dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang bermutu. Pendidikan Indonesia saat ini masih dianggap terbelakang dan tidak efektif. Berdasarkan data, kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara dalam hal aspek kemampuan membaca siswa. Hal ini juga berbanding lurus dengan aspek lainnya seperti skor kemampuan matematika siswa yang ada di peringkat 72 dari 78 negara dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara pada laporan penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018 yang dipublikasikan pada Desember 20191. Lebih dari itu, secara kasat mata kita dapat melihat bahwa tren perilaku pencarian informasi masyarakat saat ini condong ke arah penggunaan internet melalui gawai (gadget). Hal ini juga berbanding lurus dengan tren belajar masyarakat secara daring (online). Kita bisa lihat juga secara langsung melalui pertumbuhan media sosial dengan konten informasinya tersendiri seperti konten video pembelajaran di media sosial seperti Youtube yang mendapatkan perhatian kalangan-kalangan pelajar dan profesional, disukai, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sedangkan tren pencarian informasi dan belajar melalui buku ataupun dari bahan perpustakaan, baik di perpustakaan ataupun tidak, malah menurun. Lantas, dengan mengetahui fakta di atas, apakah Perpusnas bisa berdampak lebih terhadap pendidikan Indonesia secara sistematis sesuai perannya sebagai alat dalam sistem pendidikan dan sesuai amanat UU tentang fungsi dan tugas Perpusnas? Untuk menjawab hal ini, kita bisa menelaah dan membayangkannya melalui sebuah Skenario Perpustakaan Nasional Masa Depan, sehingga nantinya dengan peran Perpusnas dan inovasi-inovasi yang bisa dilakukan bersama stakeholder terkait, Perpusnas mampu memberikan dampak yang lebih strategis lagi terhadap peningkatan kualitas pendidikan Indonesia secara sistematik dan menyeluruh, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Adapun skenario yang dapat meningkatkan dampak dari peran Perpusnas dalam rangka mewujudkan sistem pendidikan Indonesia di masa depan yang lebih baik dapat dijelaskan sebagai berikut. Perpusnas dilegalkan oleh UU dalam membuat atau merumuskan peraturan yang mengikat dalam mewujudkan inovasi-inovasi di bidang ilmu perpustakaan, kepustakawanan, dan terhadap semua jenis perpustakaan di seluruh Indonesia. Cakupan kerjanya dalam hal ini, meliputi hal berikut: - Mengubah, ikut serta menetapkan, dan berperan dalam merumuskan kurikulum dan program pendidikan ilmu perpustakaan di Indonesia bersama universitas-universitas yang ada. Contoh inovasi yang bisa dilakukan seperti menggabungkan ilmu perpustakaan dengan ilmu komputer (sebagai kesatuan ataupun parsial atau bisa dengan ilmu relevan lainnya). Dengan demikian, lulusan ilmu perpustakaan memiliki kompetensi yang terintegrasi dengan era informasi dan pengetahuan yang berbasis teknologi informasi di masa depan dalam rangka memudahkan perpustakaan dan pustakawannya masuk ke dalam era digital dan industry 4.0 secara penuh. Lebih dari itu, dengan menggabungkan ilmu perpustakaan dengan ilmu komputer ataupun melakukan hal sejenis perpustakaan dapat meningkatkan minat banyak murid cerdas yang mau masuk universitas dengan memilih disiplin ilmu perpustakaan, sehingga lulusan ilmu perpustakaan yang nantinya menjadi pustakawan di seluruh Indonesia terdiri dari pustakawan yang berkualitas dan kompeten sesuai era teknologi di masa depan yang saat ini sudah mulai diaplikasikan di perpustakaan secara bertahap. - Mewajibkan seluruh perpustakaan umum (perpustakaan provinsi, kota, kabupaten, ataupun desa dan sejenisnya) di Indonesia menerapkan konsep “Perpustakaan sebagai tempat belajar, mengajar dan menyelenggarakan kepelatihan informal secara gratis berbagai bidang ilmu”. Tema pelatihan sesuai kebutuhan ekonomi dan kompetensi masyarakat di sekitar lokasi perpustakaan. Hal ini sekaligus dalam rangka membudayakan belajar sepanjang hayat. Dalam pelaksanaannya perpustakaan dilengkapi sarana dan prasarana yang difasilitasi dan didanai oleh negara, baik melalui APBN maupun APBD, ataupun pihak ketiga. - Menerapkan konsep akses seluruh buku karya anak bangsa yang mudah dan murah secara digital dalam satu pintu portal online dalam format aplikasi smartphone yang dikelola Perpusnas. Penerapannya dengan mengalihmediakan semua buku cetak yang diterbitkan di Indonesia dalam versi e-book setelah tiga tahun diterbitkan versi cetaknya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa di bawah tiga tahun setelah cetak masih memiliki masa-jual ekonomi. Khusus buku dengan e-book yang sudah dikeluarkan penerbit dibuat semacam kontrak-guna yang menguntungkan penerbit, penulis, pemustaka, dan Perpusnas. Dengan begini semua buku cetak di Indonesia memiliki versi e-book-nya dan e-book tersebut dikelola pemerintah secara terintegrasi. Pemerintah dapat mengetahui jumlah pembaca harian dan statistik minat baca Indonesia. Perpusnas di sini membuat kebijakan yang juga harus mempertimbangkan penerbit selaku usaha, penulis, dan pembaca. Contohnya dalam hal menguntungkan penulis dan penerbit. Setiap pembaca yang membaca suatu buku dikenakan biaya baca selama periode waktu tertentu. Hasil uangnya dibagi sesuai perjanjian kepada penerbit dan penulis. Namun, peraturan ini diberlakukan tidak kepada seluruh buku, tergantung kerja sama dan kesepakatan. Dengan maraknya popularitas kebijakan ini dan mudahnya akses buku murah orisinal dan ada juga opsi e-book gratisnya pembajak jadi enggan membajak buku karena membaca buku berkualitas jadi lebih mudah dan murah. - Menghitung karya kerja pustakawan yang berdampak dan kreatif seperti membuat infografis, video Youtube, postingan Instagram, dan audio ringkasan buku yang memiliki nilai edukasi sebagai salah satu bagian dari pekerjaan pustakawan yang dihitung angka kreditnya. Di sisi lain dinilai sebagai bagian dari kinerja pustakawan di seluruh Indonesia di berbagai jenis perpustakaan dengan pengawasan dan penilaian yang sudah dilaksanakan seperti sekarang ini. Itulah beberapa ide skenario Perpusnas masa depan menurut penulis. Walaupun skenario di atas sangat debatable, namun ide tersebut diharapkan dapat memancing inovasi-inovasi kebijakan lain di masa datang. Lebih dari itu, diharapkan melalui skenario-skenario di atas banyak dari kita melihat secara lebih luas mengenai makna dan vitalnya peran perpustakaan dan kepustakawanan, khususnya Perpusnas bagi kemajuan Indonesia baik masa kini ataupun di masa yang akan datang. Jika scenario ini dipertimbangkan, diwujudkan, dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait dengan baik, maka sistem pendidikan Indonesia akan masuk pada level selanjutnya yang sekelas dengan sistem pendidikan negara-negara maju, sehingga membawa Indonesia pada fase masyarakat sejahtera. Catatan Kaki:1https://www.jawapos.com/nasional/pendidikan/04/12/2019/ranking-pisa-indonesia-turun-dipicu-salah-orientasi-pendidikan/
Denpasar – Pada hari Rabu tanggal 31 Juli 2019 Perpustakaan Nasional kembali mengadakan sosialisasi ke Provinsi terkait Undang-undang nomor 13 tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR). Pada kesempatan kali ini provinsi yang menjadi tujuan adalah Bali. Bertempat di Hotel Golden Tulip Esential kegiatan sosialisasi ini dihadiri 89 peserta diantaranya perwakilan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi, Organisasi Perangkat Daerah Provinsi, Penerbit monograf, penerbit surat kabar, dan pengusaha rekaman.Materi sosialisasi UU no. 13 tahun 2018 tentang SSKCKR diberikan oleh Titiek Kismiyati dilanjutkan dengan materi Rancangan Peraturan Pemerintah pelaksanaan UU no. 13 tahun 2018 oleh Tatat Kurniawati. Pada panel pertama Widyandra (Penerbit JAP) bertanya mengapa sanksi hanya ditujukan kepada penerbit dan produsen rekaman, sementara Pemerintah daerah dan Lembaga tidak. Tatat Kurniawati menjawab, “Kami hanya memberi rekomendasi, dengan melihat sanksi tersebut tidaklah mungkin diterapkan ke Pemerintah Daerah dan lembaga, kegiatan penerbitan yang ada di pemerintah daerah dan Lembaga bukanlah tugas pokoknya.” Pada panel kedua materi dilanjutkan dengan Sosialisasi aplikasi e-Deposit oleh Arsi Suparni dilanjutkan dengan Sosialisasi ISBN oleh Nasrulah. Pada sesi diskusi Dedhy (Kayumas Agung) menjelaskan bahwa beliau ingin koleksi digitalnya dapat diakses masyarakat banyak tetapi disisi lain beliau juga khawatir dengan keamanannya, salah satunya terkait pembajakan. Menanggapi hal ini Arsi Suparni menjelaskan “Di aplikasi kami ada system DRM yaitu digital rights management yang akan mengatur penggunaan koleksi Bapak, sehingga tidak akan disalahgunakan.” Nasrulah menjawab pertanyaan Wahyudi mengenai persyaratan pengajuan nomor ISBN prosiding menjelaskan “Pengajuan prosiding harus mengikuti persyaratan yang dikeluarkan Kemristekdikti dan LIPI, pengajuannya harus dengan embaga yang mengadakan seminar tersebut dan sudah dilaksanakan seminarnya untuk diajukan permohonan ISBN nya.”
Pekanbaru - Perpustakaan Nasional RI melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan kembali melaksanakan Sosialisasi Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SS KCKR). Kegiatan sosialisasi kali ini, dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 2023 di Hotel Premiere Pekanbaru dengan mengundang Penerbit, Produsen Karya Rekam, dan Organisasi Pemerintah Daerah yang ada di Provinsi Riau. Kegiatan sosialisasi bertujuan untuk membumikan kewajiban SS KCKR sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021. Hadir dan membuka kegiatan, Dra. Mimi Yuliani Nazir selaku Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Riau menyampaikan bahwa "Kegiatan Sosialisasi SS KCKR diharapkan mampu menjadi momentum peningkatan pemahaman dan kesadaran Penerbit akan pentingnya pelestarian Karya Cetak dan Karya Rekam". Selepas acara pembukaan, kegiatan sosialisasi dilanjutkan dengan dua sesi lainnya. Sesi pertama yaitu pemaparan materi yang disampaikan oleh tim Perpustakaan Nasional dengan rincian sebagai berikut.1. Emyati Tangke Lembang menyampaikan materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang SS KCKR;2. Jusa Junaedi menyampaikan materi Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang SS KCKR; dan3. Vincentia Dyah Kusumaningtyas menyampaikan materi eDeposit. Sementara sesi kedua, diisi dengan diskusi terkait ketiga materi yang telah disampaikan. Selain sosialisasi, dilaksanakan pula koordinasi pengelolaan Koleksi SS KCKR bersama Pustakawan dan Pengelola Koleksi Serah Simpan. Kegiatan ini dilaksanakan keesokan harinya (23/2) di Gedung Perpustakaan Soeman HS, Provinsi Riau. Pada sesi kali ini, tim Perpustakaan Nasional diwakili oleh Nur Hidayati, menjelaskan mengenai teknis pengelolaan Koleksi Serah Simpan yang sudah dilaksanakan di Kelompok Deposit Perpustakaan Nasional. Adanya koordinasi ini dimaksudkan sebagai bentuk keseriusan Perpustakaan Nasional dalam mewujudkan keseragaman pengelolaan Koleksi Serah Simpan sebagaimana diatur dalam Standar Pengelolaan Koleksi SS KCKR.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 3041/2/KPG.10.00/IV.2020 tentang perubahan kedua atas Surat Edaran Nomor 2866/2/KPG.10.00/III/2020 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, maka pegawai yang memiliki tugas yang dapat dikerjakan di rumah, dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah.Pada 28 April 2020, Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data - Subdirektorat Deposit, telah melakukan penghimpunan metadata karya rekam digital tahun 2018 berupa Audio (ASIRI) sebanyak 700 cantuman. Penghimpunan metadata ini digunakan untuk perhitungan nilai asset karya rekam digital ke DJKN dan untuk dasar pengisian field pada aplikasi e-deposit. Detail metadadata asset yang telah dihimpun, telah diunggah ke google drive subdirektorat deposit.Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data juga tetap melakukan pengawasan dan uji coba terhadap pengembangan aplikasi e-deposit V.2 dan interoperabilitas aplikasi penghimpun konten web milik Perpustakaan Nasional dengan http://garuda.ristekbrin.go.id/ melalui API.
Surakarta, Jawa Tengah - Subdirektorat kembali melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR), Jum’at (13/12). Sosialisasi dilakukan dalam acara yang bertemakan “Diskusi Pelestarian Karya Musik Melalui Edeposit” di PTPN Radio Solo pada pukul 14.00 WIB – 17.00 WIB. Acara di awali dengan sambutan Hery Kurnia mewakili Manajemen Radio PTPN dan dilanjutkan sambutan oleh Noorhadi yang mewakili Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Tengah. Peserta yang hadir dalam acara tersebut yaitu para musisi indie, pencipta lagu, mahasiswa, serta dosen yang berasal dari kota Surakarta dan sekitarnya.Materi pertama yang disampaikan yaitu tentang perpustakaan sebagai rumah peradaban bangsa oleh Rudi Hernanda. Beliau dalam paparannya menyampaikan bahwa tinggi rendahnya kecerdasan suatu bangsa tergantung karya yang dihasilkan oleh masyarakatnya. Maka dari itu, Perpustakaan Nasional hadir melalui fungsinya sebagai fungsi perputakaan deposit untuk menghimpun karya-karya yang dihasilkan oleh masyarakat pada masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, dimana karya-karya tersebut diharapkan dapat didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Materi selanjutnya yaitu dari pengamat musik Bens Leo. Beliau menjelaskan pentingnya hak cipta pada suatu karya rekam. Berkaitan dengan hak cipta, negara hadir melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun, dalam pelaksanaannya belum terealisasi secara optimal, hal tersebut dikarenakan pendaftaran yang berbayar. Beliau juga menyampaikan dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR, Perpustakaan Nasional hadir untuk menghimpun karya rekam sebagai dukungan dan bukti atas hak kepemilikan karya rekam. Selain itu beliau berharap masyarakat dapat menggunakan haknya untuk menyimpan karyanya di Perpustakaan Nasional dengan senang hati dan tanpa paksaan, mengingat manfaatnya yang akan diperoleh. Dengan menyimpan karya di Perpustakaan Nasional, karya tersebut dapat disimpan, dirawat, dilestarikan dan didayagunakan sebagai khazanah budaya bangsa serta dapat mewujudkan peradaban bangsa yang kuat Materi selanjutnya yaitu penghimpunan karya rekam elektronik melalui aplikasi edeposit oleh Rizki Bustomi. Pada materi ini disampaikan cara mendaftarkan akun edeposit dan cara mengupload karya rekam elektronik di portal edeposit.