Salemba, Jakarta – Direktorat
Deposit Bahan Pustaka melakukan
rapat pengembangan sistem e-Deposit di ruang rapat deputi I Perpustakaan
Nasional RI (Perpusnas RI) pada pukul 9.30 – 12.00 WIB, Kamis (16/01). Rapat tersebut
diharidi oleh Nurcahyono (Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka), Tuty
Hendrawati (Kepala Bidang Kerjasama Perpustakaan dan Otomasi), Sri Marganingsih
(Kepala Subdirektorat Deposit), Prita Wulandari (Kepala Subdirektorat Bibliografi),
Aristianto Hakim (Kepala Subbidang Otomasi) dan beberapa staf Direktorat
Deposit Bahan Pustaka dan Staf Bidang Kerjasama Perpustakaan dan Otomasi.
Pada rapat
tersebut membahas mengenai Storage untuk
e-Deposit. Aristianto Hakim mengatakan alokasi Storage e-Deposit 2019 untuk
Storage Area Network sebesar 20 TB
untuk file e-Deposit yang akan dilayankan, sedangkan untuk archive sudah ada 50 TB dengan menggunakan NAS. Beliau juga
mengatakan, mengingat storage yang
ada masih mencukupi, maka kebutuhan storage
baru akan dialokasikan pada tahun 2021.
Selain membahas Storage, rapat tersebut juga membahas
mengnai rencana integrasi sistem e-Deposit yang mencakup sistem International Standard Book Number, International Standard Music Number, International Standard Recording Code, Integrated
Library System, Bibliografi Nasional Indonesia, dan ISAN. Integrasi
tersebut perlu dilakukan karena setiap database dari sistem-sistem tersebut
memiliki tabel penyimpanan dengan field-field
yang berbeda sehingga belum ada mekanisme sinkronisasi dan integrasi antar data
master pada setiap sistem.
Merdeka Selatan, Jakarta – Telah dilakukan Focus Group Discussion dengan Serikat Perusahaan Pers (SPS) mengenai RPP pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR), kamis (10/10). Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka, Nurcahyono; Kepala Subdirektorat Deposit, Sri Marganingsih; Perwakilan SPS, Asmono dan Perwakilan Bisnis Indonesia, Arif.Kegiatan tersebut diawali dengan membahas mengenai hasil pertemuan sebelumnya dan beberapa catatan khusus yang perlu diperhatikan dari kepala Subdirektorat Deposit yang kemudian dilanjutkan oleh Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka.Dalam kegiatan tersebut Asmono, perwakilan SPS mengungkapkan bahwa hal yang masih perlu dibicarakan lagi yaitu mengenai mekanisme pengiriman eksemplar ke Perpustakaan Nasional. Harapannya penerbit mengirimkan 3 eksemplar dari tiap judul terbitan ke masing-masing wilayah dalam hal ini Perpustakaan daerah, dan selanjutnya dikirimkan langsung oleh Perpustakaan Daerah ke Perpustakaan Nasional. Kemudian mengenai karya digital, pada dasarnya para penerbit setuju, namun perlu dibahas kembali mengenai mekanismenya. Selain itu dalam hal pengiriman karya, beliau menyarankan agar dapat bekerja sama dengan Garuda Indonesia (melalui Cargo) hal ini mengacu pada pengalaman SPS.Menanggapi hal tersebut Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka, Nurcahyono mengatakan “sebenarnya tidak apa (pengumpulan terpusat di Provinsi), karena bisa lebih membangun kesadaran pihak provinsi. Namun, Masih perlu mekanisme khusus dan kajian mengenai biaya (di Perpustakaan Daerah)”. Selain itu beliau juga mengungkapkan jika memang mekanisme tersebut diterapkan, kedepannya bisa diberikan penghargaan untuk kepala daerah, penghargaan tersebut didasarkan pada kepatuhan penyerahan dari provinsi guna lebih memberikan motivasi kepada pihak provinsi. Kemudian dalam kegiatan tersebut Arif, Perwakilan Bisnis Indonesia juga berpendapat bahwa perlu ada mekanisme yang tidak menabrak UU, misalnya ada kolaborasi lintas partai atau MoU pada Hari Pers Nasional dalam hal ini misalnya SPS, Perpusnas dan BUMN terkait dengan moda transportasi logistik. Selain itu, beliau mengatakan bahwa perlu adanya gaung mengenai relevansi dalam hal pelestarian dan upaya pencerdasan serta benefit ketika masyarakat menggunakan haknya dalam melaksanakan SSKCKR. Kemudian, Perpusnas juga diharapkan harus bisa menjadi National Gateway hasil karya anak bangsa dalam format digital.
Jakarta - Era digital saat ini memaksa setiap pembaca setia media cetak mau tidak mau, walaupun dengan setengah hati, mencari tahu apa yang terdapat pada media daring. Hal ini tidak terlepas dari imbas yang terjadi dengan makin berkurangnya ketersediaan media cetak di pasaran. Apakah ini karena memang sudah masanya serba digital, sehingga yang tidak digital harus terpinggirkan atau bahkan pupus tinggal kenangan. Ataukah ini hanya sebuah strategi bertahan yang harus dilakukan, hingga saatnya tiba nanti media cetak yang saat ini tidak terlihat akan kembali hadir memenuhi dahaganya pembaca setia akan informasi yang selalu dicari dan dibutuhkan melalui media cetak. Memang ada masanya media cetak di Indonesia tumbuh dan berkembang cukup baik. Pada masa itu beragam surat kabar, majalah, maupun tabloid bermunculan. Terutama di saat era reformasi bergulir, ketika kebebasan pers menjadi keinginan yang tak terbendung. Peristiwa yang menandainya adalah dengan dicabutnya aturan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang kemudian diikuti dengan munculnya berbagai perusahaan pers baru. Selanjutnya adalah dihapuskannya Departemen Penerangan, dengan tujuan agar pers bisa leluasa melaksanakan kegiatan jurnalistiknya. Terakhir dan menjadi yang terpenting adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang ini merupakan tonggak awal kebebasan pers di Indonesia. Sejak saat itu pertumbuhan dan perkembangan media cetak cukup pesat. Berdasarkan data dari Dewan Pers, terdapat 567 media cetak selama tahun 2014. Jumlah ini meningkat sebanyak 158 media cetak dibandingkan tahun 2013 yang totalnya adalah 409. Peningkatan yang sangat terlihat ada pada koran, dari sebelumnya 215 menjadi 311, berarti sisanya adalah majalah dan tabloid. (Kominfo, 2013). Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) memiliki catatannya sendiri. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Perpusnas mengemban tugas melestarikan setiap hasil karya anak bangsa, termasuk di dalamnya media cetak. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan sebagai unit kerja yang bertugas menghimpun seluruh bahan perpustakaan yang pernah terbit di Indonesia mencatat bahwa pada tahun 2012 media cetak khususnya majalah cetak yang diadakan sebanyak 384 judul. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2013 jumlahnya bertambah menjadi 472 judul. Namun, seiring perjalanan waktu dan makin berkembangnya teknologi digital saat ini, tercatat majalah cetak yang masih aktif dan bertahan pada tahun 2021 hanya sebanyak 35 judul. Kehadiran majalah cetak saat ini mengalami penurunan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Hal ini tidak terlepas dari tren yang berkembang, ketika semua hal selalu dikaitkan dengan unsur digital. Walaupun pahit, tidak bisa dipungkiri memang bahwa media cetak sudah menurun popularitasnya. Kehadiran media daring menjadi tantangan berat bagi media cetak untuk tetap bertahan. Paul Gillin, seorang konsultan teknologi informasi dari Massachusetts, yang dikutip Rahmad dalam artikelnya “Masa Depan Bisnis Media di Era Konvergensi”, mengatakan bahwa model bisnis media cetak tidak mungkin lagi bertahan hidup. Perkembangan ekonomi sedang bergerak melawan bisnis cetak. Media cetak melibatkan banyak karyawan, sehingga biaya produksi lebih mahal dari media daring. Apalagi zaman sekarang, generasi muda lebih suka bermain internet daripada membeli majalah atau koran. (Kompasiana, 2013) Bolehlah jika memang sekarang media cetak sedang turun pamornya. Kenyataan ini tidak terlepas dari berlakunya hukum ekonomi yang tidak bisa ditolak. Apapun yang memerlukan biaya tinggi harus mengalah dengan mereka yang berbiaya rendah atau bahkan tanpa biaya. Namun demikian, walaupun terbatas, pembaca setia media cetak tetaplah ada. Media cetak dirasakan masih memiliki keunggulan yang tidak bisa digantikan, bahkan oleh media daring sekalipun. Keunggulan yang dimiliki media cetak dibandingkan media daring dari perspektif psikologi dapat diperlihatkan pada table berikut. MEDIA CETAK MEDIA DARING Informasi yang disajikan sudah melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi sehingga kontennya lebih bisa dipertanggungjawabkan. Lebih mengutamakan publikasi dengan cepat sehingga kurang memperhatikan kode etik jurnalistik bahkan terkadang salah memberikan informasi. Mampu mencegah informasi tidak layak dan menampilkan berita secara lebih akurat. Memungkin adanya kesalahan penyedia informasi sehingga menimbulkan berita bohong (hoaks). Kedalaman berita bisa lebih digali dan jelas. Isi berita lebih sering hanya memaparkan apa, kapan, siapa, dan dimana, tidak menggali bagaimana dan mengapa, karena mengedepankan berita cepat. Lebih memorable atau bisa dikenang karena pembacanya bisa memegang media cetak (majalah/koran), juga bisa mengoleksinya. Tidak ada kenangan saat membacanya karena tidak melibatkan sentuhan/aktivitas fisik dengan media baca. Memberikan respons emosional kepada pembacanya sehingga informasi yang disajikan lebih mudah diproses secara mental. Tidak memberikan respons emosional yang cukup kepada pembacanya. Tidak mudah bagi media cetak untuk tetap bertahan di era digital saat ini. Berbagai upaya dilakukan agar perannya sebagai penyampai informasi bagi pembacanya tetap dapat berlangsung. Salah satu di antaranya adalah dengan melakukan konvergensi media, yaitu bisa beradaptasi dengan media elektronik, seperti membuat e-paper, e-magazine, radio streaming, e-books, atau media sosial. Khadziq dalam penelitiannya pada Koran Tribun Jogja (2016) menyimpulkan bahwa keputusan untuk melakukan konvergensi media adalah salah satu langkah yang tepat untuk membantu media cetak jika ingin terus eksis dan berjuang memberikan pelayanan kepada konsumennya. Untuk dapat tetap bertahan, media konvensional harus mempertahankan mutu dan kepercayaan atas informasi yang disajikan. Mutu dan kepercayaan konsumen dapat dibangun dengan membentuk jiwa profesionalisme pencari berita yang menerapkan etika jurnalisme. Perkembangan teknologi digital memang membuat berbagai brand media cetak berpikir kuat dan cepat untuk bisa tetap menjaga eksistensinya. Ikut dalam mengoptimalkan berbagai platform digital sudah jadi keniscayaan langkah yang mesti ditempuh, tapi bukan berarti juga harus mematikan model usaha berbasis majalah cetak. Menurut Dwi Sutarjantono, Pemimpin Redaksi Esquire Indonesia, strategi yang diterapkan adalah memperkuat kedua lini produk, baik digital maupun majalah cetak. Sementara itu Petty Fatimah, Pemimpin Redaksi Femina, sejak tahun 2010 sudah melakukan pemetaan target pasar dari tiap media yang diterbitkan untuk dijadikan landasan strategi konten Femina. Sehingga terdapat perbedaan konten di berbagai platform tersebut. Contohnya artikel di Femina versi cetak lebih bersifat mendalam, inspirasional, dan meluas, sedangkan di femina.co.id lebih ringkas, lugas, dan praktis, serta mengedepankan aktualitas (harus selalu up to date). Ada lagi konten di akun Facebook, yang lebih banyak menampilkan life story, soal relationship, sampai isu yang tengah menjadi tren. Berbagai strategi terus dilancarkan oleh berbagai media cetak tersebut demi terus mempertahankan brand-nya sebagai media yang cukup berpengaruh, dan itu pun bukan berarti tantangan bakal mereda. Tantangan nyata sebenarnya adalah menyinergikan semua bentuk medium itu, untuk bisa maksimal melayani pembacanya, sekaligus juga menarik buat pengiklan. Beberapa judul majalah cetak yang hingga saat ini masih diadakan dan menjadi koleksi Perpusnas untuk hadir dalam upaya memenuhi kebutuhan informasi pembacanya dapat dilihat pada tabel berikut. No. Judul No. Judul No. Judul 1 Asrinesia 13 Harper's Bazaar Indonesia 25 National Geographic Indonesia 2 Basis 14 Intisari Smart and inspiring 26 Peluang 3 Bloomberg businessweek 15 Indonesia Defense 27 Portonews 4 Bobo 16 Kuark: Level 1 kelas 1-2 SD 28 Poultry Indonesia 5 Bobo Junior 17 Kuark: Level 2 kelas 3-4 SD 29 Prestige Indonesia 6 Casa Indonesia 18 Kuark: Level 3 kelas 5-6 SD 30 Suara Hidayatullah 7 Cosmopolitan 19 Mangle 31 Swa 8 Da man 20 Marketeers 32 Tempo 9 Elle Indonesia 21 Media Asuransi 33 The Economist 10 Femina 22 Media Perkebunan 34 Trobos Aqua 11 Forum Keadilan 23 Mombi 35 Trobos livestock 12 Gatra 24 Mombi SD Dari uraian yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa media cetak memang sudah kehilangan daya dan pamornya, namun bendera putih seperti pantang dikibarkan oleh para pelaku media cetak tersebut. Dengan berbagai usaha, mereka beradaptasi untuk tetap eksis di era digital ini. Perpusnas, dalam hal ini sangat mengapresiasi dan mencatatkan upaya tersebut, dengan terus melanjutkan mengadakan dan menjadikannya sebagai koleksi untuk dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu, Perpusnas juga berperan dalam melestarikan seluruh terbitan media cetak, baik yang pernah ada sampai akhirnya tutup ataupun yang masih terbit hingga saat ini, agar suatu saat nanti generasi berikut tetap dapat memanfaatkan dan menggali informasi dari media cetak tersebut.
Jakarta. Pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) klaster tentang pendanaan dan penghargaan dalam RUU Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam antara Panitia Kerja pemerintah dan Panitia Kerja Komisi X DPR RI.Pembahasan ini dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2018 bertempat di hotel Sultan Jakarta.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 3041/2/KPG.10.00/IV.2020 tentang perubahan kedua atas Surat Edaran Nomor 2866/2/KPG.10.00/III/2020 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, maka pegawai yang memiliki tugas yang dapat dikerjakan di rumah, dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah.Pada 30 April 2020, Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data - Subdirektorat Deposit, telah melakukan penghimpunan metadata karya rekam digital tahun 2018 berupa Audio (ASIRI) sebanyak 700 cantuman. Penghimpunan metadata ini digunakan untuk perhitungan nilai asset karya rekam digital ke DJKN dan untuk dasar pengisian field pada aplikasi e-deposit. Detail metadadata asset yang telah dihimpun, telah diunggah ke google drive subdirektorat deposit.Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data juga tetap melakukan pengawasan dan uji coba terhadap pengembangan aplikasi e-deposit V.2 dan interoperabilitas aplikasi penghimpun konten web milik Perpustakaan Nasional dengan http://garuda.ristekbrin.go.id/ melalui API.
Medan – Perpustakaan Nasional melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan bekerjasama dengan Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 yang dilaksanakan selama dua hari pada Rabu - Kamis (4-5/10/2023).Kegiatan hari pertama, Rabu (04/10/2023) yang bertempat di Aryaduta Hotel Medan dihadiri oleh perwakilan penerbit, produsen karya rekam dan Organisasi Perangkat Daerah setempat serta pegawai Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 60 orang. Acara diawali dengan sambutan Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Mariana Ginting, lalu dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara yang diwakili oleh Alfian Hutauruk selaku Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara serta paparan narasumber. Dalam sambutannya, Mariana Ginting menyebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 mempunyai isi lebih lengkap dan komprehensif daripada undang-undang sebelumnya, khususnya dalam mengakomodir kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta memberi peluang lebih banyak bagi para wajib serah untuk berpartisipasi dalam penghimpunan hasil budaya bangsa yang berupa karya cetak dan karya rekam“Di Provinsi Sumatera Utara dalam rentang waktu 2018 sampai dengan 2022 ada 281 penerbit karya cetak dan penerbit karya rekam digital aktif yang telah melaksanakan serah simpan UU Nomor 13 tahun 2018, dengan jumlah penerimaan sebanyak 7.258 judul dan 13.957 eks”.Selanjutnya, Alfian Hutauruk dalam sambutannya menyebutkan bahwa Deposit adalah salah satu layanan yang ada di Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara yang layanannya bersifat tertutup. Seluruh koleksi deposit adalah koleksi/informasi yang perlu dijaga dan dilestarikan, maka koleksi/informasi deposit tidak dapat dipinjamkan kepada pemustaka.“Provinsi Sumatera Utara mempunyai banyak pengarang, penerbit, perguruan tinggi namun yang menyerahkan hasil karya atau terbitannya masih kurang, kesadaran masyarakat, penerbit maupun instansi belum memuaskan, karena itulah Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara berterima kasih kepada kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan diadakannya Sosialisasi UU Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2021.”Dilanjutkan dengan paparan dari Emyati Tangke Lembang dengan materi mengenai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 serta Siti Khoiriyah Uswah dengan materi e-deposit yang dimoderatori oleh Wardijah, Pustakawan Ahli Madya dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Utara.Pada hari kedua, Kamis (05/10/2023) dilaksanakan koordinasi pengelolaan koleksi SS KCKR bersama pustakawan dan pengelola koleksi serah simpan di Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara. Dalam kegiatan ini, Tatat Kurniawati memaparkan mengenai teknis pengelolaan koleksi serah simpan berdasarkan Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam yang dilanjutkan dengan diskusi mengenai pengelolaan koleksi Deposit di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Utara.
Pengelolaan serah simpan karya cetak dan karya rekam meliputi Penerimaan, pengadaan, pencatatan, pengolahan, penyimpanan, pendayagunaan, pelestarian dan pengawasan, dalam pelaksanaan pengelolaan SSKCKR ini diawali dengan penerimaan karya cetak dan karya rekam (KCKR) yang merupakan pintu gerbang pertama dalam melakukan pengelolaan secara menyeluruh sehingga perlu adanya pelayanan yang mendukung dalam teknis penerimaan KCKR.Penyusunan Standar pelayanan penerimaan karya cetak dan karya rekam didasarkan keperluan akan pentingnya layanan penerimaan KCKR kepada wajib serah dan masyarakat umum serta menjadi tolak ukur dalam melakukan pelayanan KCKR yang pada nantinya akan diterapkan di Perpustakaan Nasional RI dan Perpustakaan Provinsi. Pengharmonisasian rancangan peraturan perpustakaan nasional tentang Standar Pelayanan Penerimaan karya cetak dan karya rekam diadakan di AOne Hotel Kamis, 06 Juli 2023 yang dihadiri oleh perwakilan kementerian Hukum dan HAM, Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Presiden yang membahas secara detail antara lain yaitu : Penambahan apa definisi yang terdiri dari standar pelayanan, pelayanan public dan Maklumat layanan Memperbaiki tanda baca standar pelayanan penerimaan karya cetak dan karya rekam Memperbaiki isi standar pelayanan penerimaan karya cetak dan karya rekam Dengan hadirnya Standar Pelayanan Penerimaan karya cetak dan karya rekam yang akan dibuatkan kedalam Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI dapat mempermudah pelayanan penerimaan karya cetak dan karya rekam baik yang di Perpustakaan Nasional RI maupun Dinas Perpustakaan Provinsi di masing-masing daerah.