Jakarta – Perpustakaan Nasional RI pada tanggal 29-30 Maret 2022 menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan dengan tema ‘Transformasi Perpustakaan untuk Mewujudkan Ekosistem Digital Nasional’. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai sarana membangun komitmen bersama dan ruang berbagi pengalaman antar pelaku pembangunan perpustakaan dan pegiat literasi di pusat dan daerah. Kegiatan ini diisi dengan berbagai aktivitas, agenda utama adalah serangkaian webinar yang berlangsung secara onsite maupun online, dengan pembicara tingkat nasional terutama mengenai materi yang terkait dengan berbagai kebijakan dan diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan terutama pemerhati bidang perpustakaan.
Disela-sela acara webinar yang tengah berlangsung, disediakan pula Ruang Konsultasi Online melalui aplikasi zoom meeting. Ruang konsultasi online yang disediakan pada acara Rakornas kali ini adalah sebanyak 17 Ruang Konsultasi, yang terbagi berdasarkan unit kerja di Perpustakaan Nasional RI. Pada Rakornas kali ini Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan menempati ruang konsultasi No.03.
Ruang Konsultasi Online disediakan untuk seluruh peserta yang hadir pada acara Rakornas secara online. Maksud disediakan Ruang Konsultasi Online ini adalah sebagai ruang diskusi untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang ditemui oleh setiap peserta, pegiat literasi, pustakawan ataupun mereka yang memiliki minat di bidang perpustakaan.
Peserta yang berpartisipasi mengikuti Ruang Konsultasi online, dipersilakan memasuki link yang sudah disediakan. Di hari pertama Ruang Konsultasi Online diikuti oleh hampir 60 peserta termasuk panitia. Peserta yang hadir tersebut berasal dari berbagai daerah. Jumlah pertanyaan yang muncul sebanyak 20 pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan sangat beragam, walaupun sudah ditentukan berdasarkan unit kerjanya, ada saja peserta yang mengajukan pertanyaan diluar tupoksi dari unit kerja Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan. Namun demikian semua pertanyaan tetap direspon dengan baik oleh seluruh narasumber yang sudah bersiap. Agar solusi yang diberikan dapat lebih sesuai dan tepat, moderator tetap mengarahkan agar penanya kembali masuk ke Ruang Konsultasi Online yang sesuai dengan permasalahan yang ada.
Hari kedua konsultasi online pada Ruang Konsultasi Online Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan diikuti oleh hampir 40 peserta, lebih sedikit jika dibandingkan hari pertama. Hal ini disebabkan waktu yang disediakan juga lebih sedikit dibandingkan hari pertama. Namun semangat dan alur diskusi tetap hangat dan terus mengalir hingga diujung acara. Pertanyaan yang diajukan sangat beragam, mewakili setiap permasalahan yang muncul dari seluruh pelosok tanah air. Peserta dari berbagai daerah sangat antusias mengajukan pertanyaan terkait kegiatan Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan.
Dari seluruh acara konsultasi online yang diselenggarakan selama 2 (dua) hari tersebut permasalahan yang muncul meliputi berbagai hal terkait kegiatan deposit dan pengembangan koleksi perpustakaan. Untuk kegiatan Deposit, beberapa permasalahan yang banyak ditanyakan adalah mengenai Implementasi serah simpan karya cetak dan karya rekam, bagaimana kategori bahan pustaka yang harus diserahkan, bagaimana langkah kerja, prosedur, dan sosialisasi di daerah, dan bagaimana jika akun di e-deposit terkunci sehingga tidak bisa melakukan serah simpan karya. Dari sekian pertanyaan tersebut yang menarik dan menjadi topik diskusi paling hangat adalah terkait terkuncinya akun penerbit pada e-deposit. Sehingga diperlukan penjelasan yang lebih terperinci oleh narasumber terkait, Vincentia Dyah menjelaskan dari sisi teknis aplikasi e-deposit. Setelah diuraikan secara mendetail dan menyeluruh oleh ahlinya, maka permasalahan yang mengemuka diharapkan sudah mendapatkan solusinya.
Permasalahan mengenai pengembangan koleksi perpustakaan juga tidak kalah serunya. Beberapa peserta yang mengikuti acara konsultasi online banyak yang mempertanyakan terkait bahan pustaka hibah. Apa saja yang termasuk bahan pustaka hibah, bagaimana proses pengelolaannya, bagaimana untuk memperolehnya dan sebagainya. Selain itu ada juga peserta yang bertanya tentang pengadaan koleksi digital, prosesnya, pengelolaan dan bagaimana pengadaannya. Sesekali ada yang salah kamar, misalnya ada peserta yang bertanya tentang komposisi pengadaan buku untuk di pengembangan koleksi di perpustakaan sekolah/ perguruan tinggi. Namun demikian, narasumber dari Pengembangan Koleksi Perpustakaan tetap memberikan jawaban terhadap masalah terkait, dengan tetap memberikan rekomendasi untuk berpindah dan menanyakan kembali di ruang konsultasi terkait untuk memperoleh informasi yang lebih akurat.
Acara yang berlangsung selama 2 (dua) hari tersebut berjalan dengan lancar dan sukses. Setiap peserta yang mengajukan pertanyaan secara langsung dalam ruang zoom tersebut, baik yang tertulis melalui chat atau secara langsung melalui video, merasa cukup puas dengan jawaban yang diberikan para narasumber. Dalam testimony yang disampaikan oleh salah satu partisipan dari Medan pun, menyebutkan bahwa acara ini sangat bermanfaat untuk sharing berbagi ilmu. Setiap permasalahan yang diajukan, secara langsung dijawab dengan jelas dan tuntas oleh para narasumber. Narasumber dalam acara konsultasi online ini berasal dari Kelompok Deposit yang dimotori oleh Tatat Kurniawati, Rizky Bustomi, Suci Indrawati, dkk. sedangkan dari Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan dikomandani oleh Dedy Junaedhi Laisa, Ramadhani Mubaraq, Idris, dkk.
Diharapkan acara ini tetap terselenggara secara rutin, sehingga setiap perkembangan informasi terkait perpustakaan, khususnya mengenai aktifitas Deposit dan Pengembangan koleksi perpustakaan dapat segera diterima oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh tanah air, terutama untuk pengelola perpustakaan, pegiat literasi dan pencinta buku.
Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan kembali menyelenggarakan forum diskusi bersama Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) pada Selasa (01/11/2022) yang bertempat di Gedung Perpustakaan Nasional Jalan Medan merdeka Selatan. Forum diskusi ini merupakan pertemuan kedua yang dilakukan dengan ASIRI sebagai tindak lanjut pengembangan sistem International Standard Recording Code (ISRC) dimana dihadiri oleh General Manager serta perwakilan dari ASIRI serta para perwakilan produsen karya rekam.Koordinator Kelompok Substansi Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, Tatat Kurniawati dalam sambutannya mewakili Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan menyampaikan bahwa Kegiatan FGD ini membahas tindak lanjut pengembangan sistem terintegrasi serah simpan karya, khususnya karya rekam dengan International Standard Recording Code (ISRC) dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Adapun perolehan karya musik dari tahun 2018 hingga 27 Oktober 2022 sudah mencapai 23.099 karya yang berasal dari hasil penyerahan Perusahaan Label Rekaman dan juga Indie“Kami berharap, Perpustakaan Nasional bersama ASIRI dapat lebih bersinergi dalam mengoptimalkan penghimpunan karya rekam dari para Pelaksana serah, Produsen Karya Rekam. Selain itu, kami mohon ASIRI dapat terus mendorong / memotivasi anggotanya yang belum aktif untuk menyerahkan karyanya ke Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Provinsi melalui aplikasi ISRC dalam rangka memperkaya koleksi nasional”Vincentya Dyah dalam paparannya mengenai serah simpan karya digital menjelaskan bahwapada UU nomor 13 tahun 2018 mengatur kewajiban penerbit dan produsen karya rekam untuk menyerahkan KCKR pada Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Provinsi. Nantinya karya cetak dan karya rekam yang diserahkan dan disimpan oleh Perpusnas dapat menjadi tolak ukur bagi kemajuan intelektual bangsa. Lebih lanjut Vincentya menyebutkan bahwa ISRC merupakan aplikasi yang dikembangkan bersama-sama dengan Perpusnas dan ASIRI pada tahun 2018. Melalui ISRC, produsen karya rekam dapat meminta nomor ke ASIRI sekaligus melakukan serah simpan karya. Saat ini 8687 data lagu ber-ISRC terdapat pada aplikasi edeposit serta terdapat 782 data lagu dan video yang yang ada di ISRC. Selain itu, eskipun ada 92 data lebel yang tecatat dalam aplikasi ISRC namun hanya lima label yang aktif menggunakan aplikasi ini. “Perpustakaan Nasional telah bekerjasama dengan ASIRI dalam mengembangkan aplikasi ISRC sejak tahun 2018 , namun sepertinya aplikasi tersebut belum banyak dimanfaatkan oleh label atau produsen karya rekam”Selanjutnya Ageng Kirdjo Putro dalam paparannya mengenai pengembangan aplikasi ISRC menjelaskan bahwa saat ini aplikasi ISRC pada tahap pengembangan akhir. Sasaran dari pengembangan ISRC adalah adanya perbaikkan modul produsen karya rekam dan modul administrator serta penambahan fitur untuk pengelolaan pengusaha rekaman serta pengelolaan karya rekam digital serta penambahan fitur laporan dan integrasi ISRC dengan edeposit dan pendataan KCKR.Selain paparan, juga dilakukan demo penggunaan aplikasi ISRC yang dipandu oleh M. Raja Abdul Hakim Arzaq selaku tim pengembang aplikasi. Dalam demo tersebut dijelaskan cara penggunaan mulai dari penggunaan dari sisi administrator, produsen karya rekam maupun publik. Pada sesi terakhir dilakukan diskusi mengenai tampilan baru dari ISRC tersebut, pada sesi ini didapat banyak masukan dari peserta forum diskusi dan disepakati bahwa akan dijadwalkan kembali pertemuan melalui daring untuk membahas revisi terakhir pengembangan aplikasi dan waktu untuk melakukan launching ISRC.
Medan Merdeka Selatan, Jakarta — Direktorat Deposit Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional kembali mengadakan Forum Diskusi dalam rangka pengembangan sistem penghimpunan karya digital Perpusnas. Forum diskusi kali ini dilaksanakan dengan mengundang perwakilan dari 11 Kementerian dan Lembaga. Forum yang berlangsung pada, Kamis (30/7) ini dibuka oleh laporan Kepala Direktorat yang diwakili oleh Tatat Kurniawati kemudian dilanjutkan arahan oleh Deputi I yang diwakili oleh Sri Marganingsih. Forum yang dilaksanakan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan ini kemudian dilanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada setiap peserta untuk memberikan masukan.Sri Marganingsih menyampaikan bahwa ia berharap ke depan deposit akan membuat aplikasi untuk terbitan pemerintah guna menghindari sulitnya pencarian karya di masa depan. Terkait hal ini Vincentya menjelaskan aplikasi Edeposit didesain untuk dapat berinteroperabilitas dengan berbagai sistem.Menanggapi hal ini perwakilan Kemendikbud menjelaskan bahwa Repositori Kemdikbud sudah dibangun sejak 2016, berawal dari kesadaran bahwa perpustakaan harus bisa mejadi wadah untuk menampilkan seluruh karya dari unit, satker yang ada di instansi. Ada lebih dari 13.000 karya terbitan dari unit, satker yang ada di Kemendikbud. Secara sistem, Kemdikbud sudah siap untuk melakukan interoperabilitas. Ia juga menjelaskan sebaiknya ada surat atau peraturan resmi yang secara umum mengarahkan tiap Kementerian dan Lembaga untuk mengunggah ke aplikasi eDeposit.Pustaka Bogor (Kementan) menyampaikan bahwa ada lebih dari 9500 karya yang telah di-harvest oleh OneSearch. Konten berisi dari UK. UPT Kementerian Pertanian ada sekitar 400an. Sementara itu untuk UPT di wilayah timur masih sulit untuk melakukan pengunggahan karya ke repositori. 26 Jurnal hasil penelitian sudah ada di Garuda. Di Kemenag, karya-karya masih banyak yang tercecer karena tiap unit kerja memiliki sistem sendiri. Di Kemenkes, repositori di Kemenkes sudah berjalan sejak 2008 yang berisi terbitan internal Kemenkes dan berisi lebih dari 20.000 karya, namun saat ini websitenya sedang bermasalah. KKP memiliki jumlah karya sekitar 7000 judul karya, dan yang sudah masuk ke repositori sekitar 20% (karya KKP dan eksternal). Sementara ESDM saat ini, data-data masih terpencar, dan mungkin baiknya harus berbincang lebih lanjut dengan internal Pusdatin. BIG, untuk interoperabilitas harus menggunakan MoU dan PKS, setelah itu baru bisa mengambil datanya (karena isinya termasuk data sensitif dan beberapa ada yang berbayar). BNPB sudah memiliki Repositori perpus yaitu Perpustakaan.bnpb.go.id, Namun di internal BNPB, tiap unit tetap punya repositori dan belum terintegrasi. BPS sudah siap untuk melakukan interoperabilitas. BPS sekarang hanya tinggal menunggu surat untuk permintaan interoperabilitas dan jadwal pendampingannya. Perlu ada penjelasan lanjut tentang tagihan hardcopy yang sudah tidak tersedia. LAPAN, sekarang ini sedang melakukan penagihan dari 12 satker yang ada di tiap daerah. Repositori lapan saat ini belum sampai 1000 artikel
Jakarta – Jumat, 17 Januari 2020 Direktorat Deposit Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional berkunjung ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pengelolaan akun ISBN. Perwakilan Perpusnas yaitu Sri Marganingsih, Prita Wulandari, Ratna, dan Jusa diterima oleh 9 orang perwakilan KKP.Sri Marganingsih menjelaskan pengelolaan single account akan dilakukan melalui perjanjian kerja sama atau surat. Hal ini perlu dilakukan karena sudah ada 27 akun yang dimiliki oleh KKP sehingga menyulitkan dalam pengelolaan. Budi Nasution perwakilan KKP menanggapi bahwa KKP sedang melakukan monitoring ke 54 UPT guna mengklaster untuk kemudahan pembinaan. Kalau perlu pengelola akun diberikan SK. Pamela juga menambahkan bahwa KKP juga sedang melakukan control terhadap masing-masing divisi. Ahli hukum pihak KKP menjelaskan mengenai pengelolaan single account cukup dengan bersurat saja. KKP perlu melakukan inventarisasi kebutuhan akun dan mempelajari siklus terbitan internal. Ia juga menjelaskan KKP akan mengadakan rapat sehingga menghasilkan nota dinas, sosialisasi internal baru bersurat kepada Perpsunas mengenai hasilnya. Ratna dan Prita menjelaskan secara umum peraturan mengenai pengelolaan akun ISBN dengan mengambil contoh Kemenkes. Prita berharap setiap kementerian akan memiliki akun dengan nama kementeriannya saja. Mengenai perubahan akun dapat bersurat saja ke bagian ISBN perpusnas.
Jakarta - Dalam rangka meningkatkan koordinasi pelaksanaan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SS KCKR), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan melaksanakan kegiatan Forum Diskusi Penerbit dan Produsen Karya Rekam pada tanggal 14 Februari 2023 di Gedung Perpusnas, Merdeka Selatan. Pada kegiatan forum diskusi kali ini, Perpusnas mengundang perwakilan Afiliasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI) selaku mitra Perpusnas dalam pelaksanaan SS KCKR di lingkup Penerbitan Perguruan Tinggi.Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Mariana Ginting hadir dan memberikan sambutan dalam kegiatan tersebut. Ia berharap penyelenggaraan kegiatan forum diskusi kali ini, mampu menjadi wadah untuk saling berbagi dan bertukar pengetahuan serta saran dalam mengoptimalkan pelaksanaan SS KCKR.Forum Diskusi dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh tiga narasumber, yakni Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Emyati Tangke Lembang, serta Ayudha Dharma Prayoga dan Elang Ilik Martawijaya selaku perwakilan dari APPTI yang dimoderatori oleh Wijiyanto. Emyati mengawali sesi pemaparan dengan menjelaskan kebijakan-kebijakan dan sistem yang berkenaan dengan praktik SS KCKR. Setelah itu sesi dilanjutkan dengan pemaparan dari kedua perwakilan APPTI yang secara umum menjelaskan mengenai peran APPTI dalam pelaksanaan SS KCKR.Pada saat sesi pemaparan dan diskusi, Ayudha menyampaikan beberapa kendala yang sering dihadapi oleh penerbit, mulai dari manajemen yang sering berubah, hingga masih adanya penulis dan penerbit yang belum tahu adanya kewajiban SS KCKR. Ia juga memberikan usulan agar para penerbit bisa membenahi sistem dan tata kelolanya, termasuk menyediakan "arsip" karya untuk selanjutnya diserahkan ke Perpusnas dan juga sebagai arsip internal Penerbit. “penerbit harus membenahi sistem dan tata kelola sehingga bisa memenuhi kewajiban dan sesuai dengan undang-undang dan ketentuan Perpusnas, termasuk juga bagaimana kita melakukan sosialisasi kepada penulis mengenai konsekuensi memiliki ISBN” Adapun Elang, selain menitikberatkan pada peran APPTI dalam pelaksanaan SS KCKR, ia juga menyampaikan usulan pemanfaatan blokchain dalam penerbitan karya-karya penulis yang sudah berpulang. Hal ini dilakukan agar penulis dan/atau ahli warisnya tetap bisa mendapatkan manfaat royalti dari karya yang telah dibuatnya.
Jakarta - Era digital saat ini memaksa setiap pembaca setia media cetak mau tidak mau, walaupun dengan setengah hati, mencari tahu apa yang terdapat pada media daring. Hal ini tidak terlepas dari imbas yang terjadi dengan makin berkurangnya ketersediaan media cetak di pasaran. Apakah ini karena memang sudah masanya serba digital, sehingga yang tidak digital harus terpinggirkan atau bahkan pupus tinggal kenangan. Ataukah ini hanya sebuah strategi bertahan yang harus dilakukan, hingga saatnya tiba nanti media cetak yang saat ini tidak terlihat akan kembali hadir memenuhi dahaganya pembaca setia akan informasi yang selalu dicari dan dibutuhkan melalui media cetak. Memang ada masanya media cetak di Indonesia tumbuh dan berkembang cukup baik. Pada masa itu beragam surat kabar, majalah, maupun tabloid bermunculan. Terutama di saat era reformasi bergulir, ketika kebebasan pers menjadi keinginan yang tak terbendung. Peristiwa yang menandainya adalah dengan dicabutnya aturan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang kemudian diikuti dengan munculnya berbagai perusahaan pers baru. Selanjutnya adalah dihapuskannya Departemen Penerangan, dengan tujuan agar pers bisa leluasa melaksanakan kegiatan jurnalistiknya. Terakhir dan menjadi yang terpenting adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang ini merupakan tonggak awal kebebasan pers di Indonesia. Sejak saat itu pertumbuhan dan perkembangan media cetak cukup pesat. Berdasarkan data dari Dewan Pers, terdapat 567 media cetak selama tahun 2014. Jumlah ini meningkat sebanyak 158 media cetak dibandingkan tahun 2013 yang totalnya adalah 409. Peningkatan yang sangat terlihat ada pada koran, dari sebelumnya 215 menjadi 311, berarti sisanya adalah majalah dan tabloid. (Kominfo, 2013). Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) memiliki catatannya sendiri. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Perpusnas mengemban tugas melestarikan setiap hasil karya anak bangsa, termasuk di dalamnya media cetak. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan sebagai unit kerja yang bertugas menghimpun seluruh bahan perpustakaan yang pernah terbit di Indonesia mencatat bahwa pada tahun 2012 media cetak khususnya majalah cetak yang diadakan sebanyak 384 judul. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2013 jumlahnya bertambah menjadi 472 judul. Namun, seiring perjalanan waktu dan makin berkembangnya teknologi digital saat ini, tercatat majalah cetak yang masih aktif dan bertahan pada tahun 2021 hanya sebanyak 35 judul. Kehadiran majalah cetak saat ini mengalami penurunan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Hal ini tidak terlepas dari tren yang berkembang, ketika semua hal selalu dikaitkan dengan unsur digital. Walaupun pahit, tidak bisa dipungkiri memang bahwa media cetak sudah menurun popularitasnya. Kehadiran media daring menjadi tantangan berat bagi media cetak untuk tetap bertahan. Paul Gillin, seorang konsultan teknologi informasi dari Massachusetts, yang dikutip Rahmad dalam artikelnya “Masa Depan Bisnis Media di Era Konvergensi”, mengatakan bahwa model bisnis media cetak tidak mungkin lagi bertahan hidup. Perkembangan ekonomi sedang bergerak melawan bisnis cetak. Media cetak melibatkan banyak karyawan, sehingga biaya produksi lebih mahal dari media daring. Apalagi zaman sekarang, generasi muda lebih suka bermain internet daripada membeli majalah atau koran. (Kompasiana, 2013) Bolehlah jika memang sekarang media cetak sedang turun pamornya. Kenyataan ini tidak terlepas dari berlakunya hukum ekonomi yang tidak bisa ditolak. Apapun yang memerlukan biaya tinggi harus mengalah dengan mereka yang berbiaya rendah atau bahkan tanpa biaya. Namun demikian, walaupun terbatas, pembaca setia media cetak tetaplah ada. Media cetak dirasakan masih memiliki keunggulan yang tidak bisa digantikan, bahkan oleh media daring sekalipun. Keunggulan yang dimiliki media cetak dibandingkan media daring dari perspektif psikologi dapat diperlihatkan pada table berikut. MEDIA CETAK MEDIA DARING Informasi yang disajikan sudah melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi sehingga kontennya lebih bisa dipertanggungjawabkan. Lebih mengutamakan publikasi dengan cepat sehingga kurang memperhatikan kode etik jurnalistik bahkan terkadang salah memberikan informasi. Mampu mencegah informasi tidak layak dan menampilkan berita secara lebih akurat. Memungkin adanya kesalahan penyedia informasi sehingga menimbulkan berita bohong (hoaks). Kedalaman berita bisa lebih digali dan jelas. Isi berita lebih sering hanya memaparkan apa, kapan, siapa, dan dimana, tidak menggali bagaimana dan mengapa, karena mengedepankan berita cepat. Lebih memorable atau bisa dikenang karena pembacanya bisa memegang media cetak (majalah/koran), juga bisa mengoleksinya. Tidak ada kenangan saat membacanya karena tidak melibatkan sentuhan/aktivitas fisik dengan media baca. Memberikan respons emosional kepada pembacanya sehingga informasi yang disajikan lebih mudah diproses secara mental. Tidak memberikan respons emosional yang cukup kepada pembacanya. Tidak mudah bagi media cetak untuk tetap bertahan di era digital saat ini. Berbagai upaya dilakukan agar perannya sebagai penyampai informasi bagi pembacanya tetap dapat berlangsung. Salah satu di antaranya adalah dengan melakukan konvergensi media, yaitu bisa beradaptasi dengan media elektronik, seperti membuat e-paper, e-magazine, radio streaming, e-books, atau media sosial. Khadziq dalam penelitiannya pada Koran Tribun Jogja (2016) menyimpulkan bahwa keputusan untuk melakukan konvergensi media adalah salah satu langkah yang tepat untuk membantu media cetak jika ingin terus eksis dan berjuang memberikan pelayanan kepada konsumennya. Untuk dapat tetap bertahan, media konvensional harus mempertahankan mutu dan kepercayaan atas informasi yang disajikan. Mutu dan kepercayaan konsumen dapat dibangun dengan membentuk jiwa profesionalisme pencari berita yang menerapkan etika jurnalisme. Perkembangan teknologi digital memang membuat berbagai brand media cetak berpikir kuat dan cepat untuk bisa tetap menjaga eksistensinya. Ikut dalam mengoptimalkan berbagai platform digital sudah jadi keniscayaan langkah yang mesti ditempuh, tapi bukan berarti juga harus mematikan model usaha berbasis majalah cetak. Menurut Dwi Sutarjantono, Pemimpin Redaksi Esquire Indonesia, strategi yang diterapkan adalah memperkuat kedua lini produk, baik digital maupun majalah cetak. Sementara itu Petty Fatimah, Pemimpin Redaksi Femina, sejak tahun 2010 sudah melakukan pemetaan target pasar dari tiap media yang diterbitkan untuk dijadikan landasan strategi konten Femina. Sehingga terdapat perbedaan konten di berbagai platform tersebut. Contohnya artikel di Femina versi cetak lebih bersifat mendalam, inspirasional, dan meluas, sedangkan di femina.co.id lebih ringkas, lugas, dan praktis, serta mengedepankan aktualitas (harus selalu up to date). Ada lagi konten di akun Facebook, yang lebih banyak menampilkan life story, soal relationship, sampai isu yang tengah menjadi tren. Berbagai strategi terus dilancarkan oleh berbagai media cetak tersebut demi terus mempertahankan brand-nya sebagai media yang cukup berpengaruh, dan itu pun bukan berarti tantangan bakal mereda. Tantangan nyata sebenarnya adalah menyinergikan semua bentuk medium itu, untuk bisa maksimal melayani pembacanya, sekaligus juga menarik buat pengiklan. Beberapa judul majalah cetak yang hingga saat ini masih diadakan dan menjadi koleksi Perpusnas untuk hadir dalam upaya memenuhi kebutuhan informasi pembacanya dapat dilihat pada tabel berikut. No. Judul No. Judul No. Judul 1 Asrinesia 13 Harper's Bazaar Indonesia 25 National Geographic Indonesia 2 Basis 14 Intisari Smart and inspiring 26 Peluang 3 Bloomberg businessweek 15 Indonesia Defense 27 Portonews 4 Bobo 16 Kuark: Level 1 kelas 1-2 SD 28 Poultry Indonesia 5 Bobo Junior 17 Kuark: Level 2 kelas 3-4 SD 29 Prestige Indonesia 6 Casa Indonesia 18 Kuark: Level 3 kelas 5-6 SD 30 Suara Hidayatullah 7 Cosmopolitan 19 Mangle 31 Swa 8 Da man 20 Marketeers 32 Tempo 9 Elle Indonesia 21 Media Asuransi 33 The Economist 10 Femina 22 Media Perkebunan 34 Trobos Aqua 11 Forum Keadilan 23 Mombi 35 Trobos livestock 12 Gatra 24 Mombi SD Dari uraian yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa media cetak memang sudah kehilangan daya dan pamornya, namun bendera putih seperti pantang dikibarkan oleh para pelaku media cetak tersebut. Dengan berbagai usaha, mereka beradaptasi untuk tetap eksis di era digital ini. Perpusnas, dalam hal ini sangat mengapresiasi dan mencatatkan upaya tersebut, dengan terus melanjutkan mengadakan dan menjadikannya sebagai koleksi untuk dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu, Perpusnas juga berperan dalam melestarikan seluruh terbitan media cetak, baik yang pernah ada sampai akhirnya tutup ataupun yang masih terbit hingga saat ini, agar suatu saat nanti generasi berikut tetap dapat memanfaatkan dan menggali informasi dari media cetak tersebut.
Jakarta - Telah dilaksanakan Rapat pengembangan dan pengelolaan karya e-Deposit pada hari Kamis, 27 Februari 2020. Rapat tersebut dimulai pada pukul 09.30 hingga 11.30 WIB. dalam rapat tersebut dibahas perlu adanya data cleansing yang terjadwal yang ditujukan untuk data 3 tahun terakhir (2018-2020). Selain itu di singgung pula mengenai sistem interoperabilitas dalam pelaksanaan penghimpunan karya cetak dan karya rekam elektronik.