Jakarta - Pelaksanaan deposit (serah simpan) bahan perpustakaan di Indonesia sudah dimulai sejak abad ke-19 dan diperkuat dengan diberlakukannya Staatblad No. 7981 Tahun 1913 tentang Toezending van drukwerken aan het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Semua kantor pemerintah diminta mengirimkan satu eksemplar terbitannya tanpa biaya kepada direksi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetencshappen (Ikatan Kesenian dan Ilmu Batavia). Tatkala lembaga tersebut berubah menjadi Lembaga Kebudajaan Indonesia, ketentuan tahun 1913 juga tidak berlaku lagi, sehingga dari segi pengawasan bibliografi terdapat masa kosong antara 1942-1952 (Sulistyo-Basuki, 2008).
Dengan adanya Keputusan Pemerintah Hindia Belanda
tersebut, Perpustakaan Museum Jakarta menyimpan koleksi terbitan Indonesia yang
terlengkap dari permulaan abad ke-19 sampai Jepang menduduki Indonesia pada
tahun 1942. Pada tahun 1952 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mendirikan
kantor Bibliografi Nasional. Tugas pokoknya adalah mendaftar semua terbitan
Indonesia dan menjadi perpustakaan deposit untuk menyimpan semua terbitan baik
swasta maupun pemerintah, sebagaimana tertuang di dalam surat keputusan.
Pada tahun 1980 didirikanlah Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0164/0/1980. Perpustakaan ini merupakan integrasi dari empat perpustakaan yang sudah lama ada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Perpustakaan Museum Nasional, Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial, Bidang Bibliografi dan Deposit Pusat Pembinaan Perpustakaan, dan Perpustakaan Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sebagai pusat deposit, Perpusnas mempunyai tugas utama untuk menghimpun, menyimpan, melestarikan, dan mendayagunakan semua karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di wilayah Republik Indonesia.
Dalam melaksanakan fungsi deposit, Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi didukung dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan untuk menjalankan Undang-Undang ini diterbitkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam serta Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Serah Simpan dan Pengelolaan Karya Rekam Film Ceritera atau Film Dokumenter.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 kemudian diganti oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Kedua Undang-Undang ini lebih dikenal sebagai Undang-Undang Deposit (UU Deposit). Sejarah singkat mengenai perkembangan UU Deposit dan pusat deposit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan UU Deposit di Indonesia
No. |
Periodisasi |
Pusat Deposit |
UU Deposit |
1 |
1856 - 1942 |
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (setelah merdeka
menjadi Perpustakaan Museum Pusat) |
Staatblad No. 7981 Tahun 1913 |
2 |
1952 - 1972 |
Kantor Bibliografi Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan |
-----T./A.----- |
3 |
1975 - 1980 |
Pusat Pembinaan Perpustakaan, Bidang Deposit, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan |
-----T./A.----- |
4 |
1980 - 1989 |
Perpustakaan Nasional RI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan |
-----T./A.----- |
1990 - Desember 2018 |
- Perpustakaan
Nasional RI, Direktorat Deposit Bahan Pustaka - Perpustakaan
Provinsi |
UU No. 4 Tahun 1990 tentang Serah
Simpan KCKR (PP No. 70 Tahun 1991 dan PP No. 23 Tahun 1999) |
|
5 |
Desember 2018 - sekarang |
- Perpustakaan
Nasional RI. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan - Perpustakaan
Provinsi |
UU No. 13 Tahun 2018 tentang Serah
Simpan KCKR (PP No. 55 Tahun 2021) |
Sumber :
- Peranan
Bibliografi Nasional Indonesia dan Berita Bibliografi Dalam
Pengawasan Bibliografi Rujukan di Indonesia (Imam B.
Prasetiawan).
- Mengenal Undang-Undang Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam (Suharyanto Mallawa).
Pelaksanaan serah simpan karya cetak dan karya rekam (SSKCKR) yang
diatur UU Deposit bertujuan untuk mewujudkan koleksi nasional dan
melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa dalam rangka menunjang pembangunan
melalui pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan menyelamatkan karya cetak dan karya rekam dari ancaman bahaya yang
disebabkan oleh alam dan/atau perbuatan manusia. Selama kurun waktu pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018, terbit peraturan di tingkat daerah dalam
upaya penguatan pelaksanaan SSKCKR. Peraturan daerah tersebut diterbitkan dalam
rangka mengoptimalkan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 di tingkat
daerah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Namun, tidak semua provinsi
mengeluarkan peraturan tersebut. Beberapa pemerintah daerah yang mengeluarkan
peraturan tentang SSKCKR dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Peraturan Daerah tentang Pelaksanaan SSKCKR
No. |
Peraturan |
Perihal |
1 |
Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 6 Tahun 2006 |
Serah Simpan
Karya Cetak Karya Rekam |
2 |
Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 |
Serah Simpan
Karya Cetak Karya Rekam |
3 |
Peraturan
Daerah Kota Tidore Nomor 5 Tahun 2012 |
Serah Simpan
Karya Cetak Karya Rekam |
4 |
Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2005 |
Serah Simpan
Karya Cetak Karya Rekam di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta |
5 |
Peraturan
Bupati Belitung Nomor 24 Tahun 2015 |
Serah Simpan
Karya Cetak Karya Rekam di Kabupaten Belitung |
Jakarta – Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) kembali membuka ruang konsultasi virtual bersama penerbit, produsen karya rekam, pustakawan, pengelola perpustakaan, dan masyarakat. Kegiatan kali ini diselenggarakan pada hari Rabu, 9 Juni 2021 secara virtual melalui zoom meeting, dengan menghadirkan para narasumber antara lain Rizki Bustomi selaku Subkoordinator Pengelolaan Karya Cetak, Dedy J. Laisa selaku Subkoordiantor Pengembangan Koleksi Tercetak, serta Dwi Dian Nusantari selaku pustakawan di Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan. Kegiatan tersebut dimoderatori oleh Andre Ganova.Kegiatan konsultasi dibuka oleh moderator kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi dari narasumber pertama, yaitu Rizki Bustomi yang menyampaikan fungsi deposit berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). UU SSKCKR menjelaskan tata cara penyerahan maupun pengelolaan koleksi KCKR. Salah satu pelaksanaan KCKR yaitu mengasaskan beberapa asas, di antaranya ketermanfaatan, transparansi, aksesibilitas, keamanan, keselamatan, profesionalitas, antisipasi, tanggapan, dan akuntabilitas. Rizki juga menjelaskan perihal proses pengelolaan KCKR yang dimulai dengan kegiatan penerimaan, pengadaan, pencatatan, pengolahan, penyimpanan, pendayagunaan, pelestarian, dan pengawasan.Narasumber kedua adalah Dedy J. Laisa yang menyampaikan fungsi Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan berdasarkan Peraturan Perpustakaan Nasional Nomor 4 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional. Beberapa hal yang terkait dengan Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan adalah penyusunan kebijakan teknis di bidang pengembangan koleksi perpustakaan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan NSPK di bidang pengembangan koleksi perpustakaan, melaksanakan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengembangan koleksi perpustakaan, melestarikan seluruh konten atau muatan hasil khazanah budaya masyarakat Indonesia pada umumnya (ini merupakan salah satu tugas utama pengembangan koleksi nasional), serta melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan dari semua kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, khususnya Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan.Lebih lanjut Dedy menyampaikan tugas pengembangan koleksi untuk mendukung program kegiatan dari Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, di antaranya adalah mengembangkan koleksi nasional, dalam hal ini semua koleksi hasil karya budaya bangsa baik yang terbit di dalam maupun di luar negeri, yang dapat diperoleh dari beberapa metode yaitu melalui pengadaan secara pembelian atau langganan, hadiah, hibah, dan tukar menukar. Beberapa jenis bahan perpustakaan yang dikembangkan adalah yang termasuk ke dalam koleksi tercetak, seperti monograf, serial atau terbitan berkala, dan bahan kartografis. Selain tercetak juga ada koleksi karya tulis yaitu naskah kuno atau manuskrip, dan koleksi terekam dalam bentuk e-resources, bahan audiovisual meliputi bahan perpustakaan dalam bentuk video, audio, dan berbagai variasinya. Khusus untuk e-resources yang dilanggan antara lain e-book, e-journal, e-newspaper, e-reference, e-database, dan seterusnya. Tujuannya adalah menyediakan sebanyak-banyaknya alternatif bagi masyarakat dalam mengakses segala informasi yang dimiliki oleh Perpusnas.Narasumber terakhir adalah Dwi Dian Nusantari yang menyampaikan dasar atau landasan untuk pelaksanaan kegiatan pengembangan koleksi berdasarkan Kebijakan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Nasional Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 3 Tahun 2016 tentang Kebijakan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Nasional. Kebijakan tersebut adalah untuk menjamin tersedianya koleksi yang lengkap dan mutakhir di lingkungan Perpusnas. Selain itu, adanya kebijakan tersebut untuk melestarikan hasil budaya bangsa, sehingga terwujud masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Beliau juga menyampaikan prinsip-prinsip pengembangan koleksi, diantaranya adalah tersedianya sumber daya manusia, tersedianya alat bantu, tersusunnya tahapan kegiatan, tersedianya anggaran, terdapatnya acuan tentang ketentuan pengadaan bahan perpustakaan, jenis bahan perpustakaan, dan hubungan dengan unit terkait. Tidak terlalu banyak pertanyaan yang dilontarkan dalam sesi konsultasi tersebut, namun diskusi tetap berlangsung menarik. Diharapkan Perpusnas bersama masyarakat pada umumnya dan pengelola perpustakaan pada khususnya dapat terus bersinergi dan berkoordinasi dalam mengembangkan koleksi nasional, karena program tersebut juga membutuhkan peran serta masyarakat dalam mewujudkan koleksi nasional yang lengkap.
Jakarta, -- Focus Group Discussion (FGD), untuk materi bahasan adalah Naskah Urgensi dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dengan para Penerbit Digital. Selasa (24/9) di Hotel Aryaduta Jakarta, pembukaan acara dan pemaparan oleh Sri Marganingsih selaku Kepala Sub Direktorat Deposit Perpustakaan Nasional RI dan dihadiri oleh beberapa anggota penerbit :Priatna (Tempo Publishing)Firman Ardiansyah (IPB)Oedik (Gramedia Pustaka)Mahfudin (Luxima Metro Media)Tiara (Feliz Books)Dian (Yayasan Pustaka Obor)Jumarni (Prenada Media Group)Hadama (Deepublish)Ranthy (Penebar Swadaya)Aisha Habir (PT Habir Bina Konsultan)Rizka (EGC)Yulianti (Penerbit Salemba)Tri (Penerbit Salemba)Wiwik, Irvan (BPS)15 Perusahaan Penerbitan Elektronik Priatna (Tempo Publishing) sumbang pendapat mengatakan,"SSKCKR dalam kacamata penerbit serial adalah merupakan melestarikan budaya, Isu utama SSKCKR sejak UU terdahulu: kurangnya kesadaran penerbit untuk menyerahkan karyanya secara sukarela. seharusnya adanya pendekatan solusi misal,soft diplomacy dan menjelaskan benefit sharing (ISBN, ruang penyimpanan, security, kemudahan akses, transparansi, anggaran (pembelian koleksi), dan big data (salah satu contoh kekayaan big data Perpusnas adalah jumlah anggota Perpusnas yang sangat banyak dapat menjadi market dari penerbit) , sanksi, kebutuhan penerbit : ISSN, ISBN, pasar/pembeli, secure, sustainability kemudian potensi masalah penerbit di masa mendatang seperti, ruang penyimpanan, kondisi koleksi, temu kembali, penyimpanan format, keseragaman format/keamanan (masukan terkait layanan tambahan Perpusnas terkait alih media), secure (jaminan untuk tidak diduplikasi, tanggung jawab terhadap penulis/pemilik naskah, akses intra/internet dengan akun wajib serah) dan masih banyak yang lain" demikian komentarnya pada acara FGD RPP UU 13 Th.2018 tersebut.
Jakarta - Hadirnya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) yang semakin dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021, memotivasi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) untuk melakukan yang terbaik dalam menghimpun, menyimpan, melestarikan, dan mendayagunakan karya cetak dan karya rekam (KCKR) untuk pembangunan dan kepentingan nasional. Komitmen tersebut diwujudkan melalui dilaksanakannya kegiatan interoperabilitas dengan lembaga atau institusi, salah satunya adalah dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) melaksanakan rapat dengan Kemendikbudristek terkait interoperabilitas aplikasi Rama dan Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Rekam Digital pada Selasa, 26 Oktober 2021). Rapat ini merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan dengan Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kemendikbudristek pada 31 Agustus 2020. Rapat yang dilaksanakan secara daring ini dihadiri oleh pimpinan dan staf di lingkungan DDPKP, tim pengembang aplikasi, serta perwakilan dari Kemendikbudristek. Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang dalam sambutannya mengatakan bahwa interoperabilitas sangat perlu dilakukan agar integrasi sistem informasi dalam satu kesatuan dapat terwujud sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat semakin ditingkatkan. Pada rapat ini dibahas mengenai teknis pelaksanaan interoperabilitas aplikasi Rama Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Digital yang salah satunya adalah mengenai penghapusan data serta dokumentasi API, kesiapan masing-masing pihak, serta rencana selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan ini. Dalam rapat ini disepakati bahwa akan dilakukan pengiriman dokumentasi API untuk mengoneksikan aplikasi Rama dan Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Rekam Digital.Interoperabilitas sangat perlu untuk dilakukan agar integrasi sistem informasi dalam satu kesatuan dapat terwujud, sehingga pelayanan terhadap masyarakat dapat semakin ditingkatkan. Dengan diterapkannya interoperabilitas, banyak manfaat yang dapat diperoleh, di antaranya dapat lebih mudah dalam hal pengelolaan dan pengaksesan data, pelayanan publik bagi masyarakat menjadi lebih efektif dan efisien, lembaga/institusi yang terlibat dapat saling berbagi informasi, dan lain-lain.
Salemba, Jakarta – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan menyelenggarakan Talk Show Praktik Baik Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SS KCKR) pada hari Selasa, 25 Mei 2021. Talk Show ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menyemarakkan Hari Ulang Tahun ke-41 Perpusnas yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2021. Talk Show diselenggarakan secara daring melalui zoom meeting dengan menghadirkan empat narasumber dari berbagai latar belakang yang menjadi representasi dari Pelaksana SS KCKR di Indonesia, yaitu Wandi S. Brata (Direktur Publishing & Education Kompas Gramedia), Braniko Indhyar (General Manager Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI)), Monika N. Lastiyani (Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) D.I. Yogyakarta), dan Oki Setiana Dewi (aktris dan penulis). Acara Talk Show dibagi menjadi empat sesi dengan menghadirkan masing-masing satu narasumber yang dipandu langsung oleh Yudhi Firmansyah (Pustakawan Perpusnas) selaku host dan moderator. Wandi S. Brata hadir menyapa peserta Talk Show sebagai pembicara pertama. Ia menjelaskan secara rinci mengenai trik yang dilakukan Kompas Gramedia dalam mendisiplinkan praktik pelaksanaan SS KCKR di kantornya, mulai dari penunjukkan Person in Charge di masing-masing penerbit hingga sosialisasi UU SS KCKR kepada para penulis saat acara writers gathering. Selain itu, ia juga menyampaikan mengenai rencana kerja sama (interoperabilitas) yang akan dijalin bersama Perpusnas dalam rangka meningkatkan pelaksanaan Serah Simpan Karya Rekam Digital. Pada kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa ke depannya Kompas Gramedia akan memasukkan beberapa poin mengenai pelaksanaan SS KCKR ke dalam kontrak dengan penulis. Hal ini dilakukan untuk lebih meningkatkan kesadaran penulis tentang UU SS KCKR dan tentunya memudahkan penerbit untuk menyerahkan karya-karya para penulis ke Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi. Sesi Talk Show berikutnya diisi oleh Braniko Indhyar selaku perwakilan ASIRI. Ia mengawali perbincangan dengan bercerita tentang pelaksanaan SS KCKR bersama perusahaan-perusahaan label yang dinaungi oleh asosiasi tersebut. Ia juga menceritakan mengenai kerja sama yang tengah terjalin dengan Perpusnas dalam pemberian International Standard Recording Code (ISRC) dan penghimpunan musik digital di Indonesia. Menutup perbincangan, Braniko memberi sedikit catatan bagi Perpusnas yang harapannya bisa menjadi perbaikan di masa mendatang. Ia berharap agar sistem penghimpunan karya rekam digital (e-Deposit) dapat melestarikan master dari setiap karya dengan baik dan meningkatkan keamanannya guna melindungi karya-karya yang terhimpun dari upaya pembajakan. Selepas berbincang bersama dua narasumber Pelaksana Serah, acara Talk Show dilanjutkan dengan menghadirkan Monika N. Lastiyani dari DPAD D.I. Yogyakarta selaku Pelaksana Simpan di tingkat provinsi, khususnya D.I. Yogyakarta. Ia bercerita banyak mengenai implementasi UU SS KCKR di daerahnya mulai dari UU No. 4 Tahun 1990 hingga UU No. 13 Tahun 2018. Sejumlah langkah-langkah konkret sudah dilakukan oleh DPAD D.I. Yogyakarta dalam rangka meningkatkan implementasi pelaksanaan UU SS KCKR di provinsi D.I. Yogyakarta, mulai dari pembuatan Perda dan Pergub untuk mendukung pelaksanaan SS KCKR di lingkup provinsi, hunting karya ke kantor-kantor penerbit, hingga pemberian apresiasi kepada penerbit terpilih. Bagi Monika, roh pelaksanaan UU SS KCKR ini yaitu pelestarian karya anak bangsa. Oleh karena itu, ia berharap ada kepatuhan dari setiap penerbit dan produsen karya rekam untuk mengimplementasikan amanah UU tersebut. Aksi nyata dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan provinsi tentunya juga dibutuhkan guna menyukseskan pelaksanaan SS KCKR di Indonesia. Oki Setiana Dewi hadir menyapa para peserta pada sesi terakhir Talk Show Praktik Baik SS KCKR kali ini. Bagi Oki, hadirnya UU SS KCKR sangat penting karena karya-karya anak bangsa dapat dilestarikan dengan baik. Ia mencontohkan dirinya sendiri yang saat ini sedang kesulitan untuk menemukan karyanya yang berjudul “Melukis Pelangi: Catatan Hati Oki Setiana Dewi.” Hal ini terjadi karena baik dirinya, penerbit, maupun toko buku, sudah tidak ada lagi yang menyimpannya, mengingat peluncuran karya tersebut sudah sangat lama dilakukan. Ia mengaku kaget sekaligus bersyukur karena saat sesi Talk Show berlangsung ternyata karya tersebut terkonfirmasi sudah ada dan tersimpan dengan baik di Perpusnas. Menutup perbincangan, Oki berharap agar ke depannya seluruh karya anak bangsa dapat tersimpan di Perpusnas. Ia juga menyarankan agar Perpusnas bisa membuat acara yang menarik atau bahkan menggandeng influencer agar bisa lebih mempromosikan eksistensi Perpusnas dan pentingnya pelaksanaan UU SS KCKR ini.
Sanur, Bali – Subdirektorat Deposit Perpusnas melakukan kegiatan sosialisasi e-Deposit kepada musisi di Bali, Sabtu (16/11). Pertemuan dibuka oleh Ayip dan Rudolf Dethu selaku tuan rumah yang menyampaikan mengenai pentingnya pengarispan sebuah karya dan dukungan mereka terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.Setelah pembukaan, dilanjutkan oleh Rudi Hernanda yang menyampaikan mengenai perpustakaan sebagai rumah peradaban bangsa. Dan peran serta para musisi sebagai tokoh yang turut andil dalam membangun rumah peradaban tersebut melalui karya rekam yang mereka ciptakan. Dalam sosialisasi tersebut hadir pula Bens Leo. Beliau menyampaikan bahwa negara sudah hadir melalui e-Deposit sebagai penghimpun dan pelindung karya-karya para musisi. “e-Deposit bisa menjadi salah satu pendukung dalam hal perlindungan hak cipta.”, katanya. Kegiatan sosialisasi ini juga di dukung oleh Ayu Weda, beliau juga mencoba untuk membantu mensosialisasikan ke rekan-rekan musisi lainnya, dan beliau yakin Bali dapat turut serta dalam pelaksanaan UU No.13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam ini.
Ada yang menarik dalam pemberian penghargaan Rancage 2015 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (22/8). Selain beberapa sastrawan diberikan anugerah kebudayaan, acara itu diwarnai pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi bahwa sastrawan dan karya-karyanya berpotensi besar menjadi inspirasi dan menjaga nilai keindonesiaan.