Serang - Kegiatan sosialisasi Undang-undang Nomor 13 tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR) kembali dilakukan oleh Subdirektorat Deposit Perpustakaan Nasional. Kegiatan yang dilaksanakan tanggal 30 April 2019 ini dibuka dengan sambutan Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Banten. Dalam sambutannya beliau mengatakan, “Dalam pelaksanaan sosialisasi ini diharapkan akan
dijelaskan secara lengkap tentang UU tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya
Rekam (SSKCKR) yang baru dan juga akan di bahas tentang (Rancangan Peraturan
Pemerintah) RPPnya juga.” Terakhir Kadis Prov Banten berpesan, “Para perserta
diharapkan menjadi ujung tombak dalam penyampaian UU ini.”
Sosialisasi selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian materi dari perwakilan Direktorat Deposit Perpusnas, yaitu Nurcahyono, Tatat Kurniawati, Irham Hanif N, Leksi Hedrifa. Secara umum dijelaskan, UU no 13 tahun 2018 sebagai revisi UU no 4 tahun 1990. UU ini direvisi karena kurang efektif dalam pelaksanaannya dan kurang sesuai dengan kemajuan teknologi. Sedang disusun PP pelaksanaan UU no 13 dan Perpusnas meminta kontribusi Provinsi Bantenb agar UU dan PP nya dapat terlaksana. Sosialisai dilanjutkan dengan sesi diskusi. Peserta lebih banyak bertanya mengenai ISBN, seperti pendaftaran ISBN, ISBN buku cetak dan elektronik, pemblokiran ISBN, pengajuan ISBN online dan offline.
Jakarta - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam ((SSKCKR), pada Pasal 5 ayat (1) diamanatkan bahwa karya cetak dan karya rekam (KCKR) yang telah diserahkan kepada Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan Perpustakaan Provinsi menjadi barang milik negara atau barang milik daerah. Sejak 2018, Perpusnas mulai menerima karya rekam digital yang secara otomatis menjadi aset negara. Sampai saat ini, belum ada pedoman penilaian aset karya rekam digital yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menaksir harga karya digital tersebut. Perpusnas melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan berkolaborasi atau melibatkan berbagai pihak. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu pedoman yang lengkap dan representatif untuk berbagai koleksi digital seperti e-book, serial digital, peta digital, audio, dan film. Pada Rabu, 27 Oktober 2021 DDPKP melaksanakan pertemuan secara daring dengan Penerbit Gramedia yang diwakili oleh Oedik W. S. dan Wawan R. H. Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang dalam arahannya menyampaikan bahwa pedoman ini harus sesegera mungkin diselesaikan penyusunannya. Nantinya pedoman ini akan menjadi acuan, baik untuk Perpusnas maupun Perpustakaan Provinsi di seluruh di Indonesia, dalam hal penaksiran harga karya rekam digital. Dalam pembahasan pedoman ini, Oedik memberikan berbagai masukannya terkait koleksi digital terutama e-book, antara lain tolok ukur kuantitatif, dan format e-book yang umum pada saat ini berupa e-pub. Oedik juga menyampaikan bahwa aset merupakan nilai yang pernah dibeli, jadi harga pembelian akan dijadikan acuan nilai dalam inventarisir objek digital. Selain itu, ia memberikan gambaran mengenai model penjualan di Gramedia. Ia juga setuju bahwa semakin baru suatu karya digital maka harganya semakin mahal, tetapi khusus buku lama yang diterbitkan kembali (cetak ulang), harganya mengikuti harga saat ini. Tak kalah penting, Wawan juga menyampaikan bahwa dari sisi format banyak sekali tools yang bisa membuat atau mengonversi suatu file. Ada aplikasi paling sederhana untuk konversi file dari teks ke format e-pub, misalnya Google Docs. Selain itu, ia juga menanyakan bahwa apakah storage dan biaya perawatan server akan menjadi pertimbangan dalam penafsiran harga karya rekam digital.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 3041/2/KPG.10.00/IV.2020 tentang perubahan kedua atas Surat Edaran Nomor 2866/2/KPG.10.00/III/2020 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, maka pegawai yang memiliki tugas yang dapat dikerjakan di rumah, dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah.Pada 30 April 2020, Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data - Subdirektorat Deposit, telah melakukan penghimpunan metadata karya rekam digital tahun 2018 berupa Audio (ASIRI) sebanyak 700 cantuman. Penghimpunan metadata ini digunakan untuk perhitungan nilai asset karya rekam digital ke DJKN dan untuk dasar pengisian field pada aplikasi e-deposit. Detail metadadata asset yang telah dihimpun, telah diunggah ke google drive subdirektorat deposit.Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data juga tetap melakukan pengawasan dan uji coba terhadap pengembangan aplikasi e-deposit V.2 dan interoperabilitas aplikasi penghimpun konten web milik Perpustakaan Nasional dengan http://garuda.ristekbrin.go.id/ melalui API.
Sejak tahun 2020, Perpustakaan Nasional kembali mengoleksi bahan perpustakaan audio visual dalam format piringan hitam (vinyl). Belakangan ini pula piringan hitam kembali populer di kalangan kolektor rilisan fisik. Toko yang menjual vinyl di berbagai kota besar pun kembali bergairah. Dengan harga yang cukup mahal dan ukuran yang bikin ribet dibawa ke mana-mana ternyata ga mengurangi antusias music lovers lho! Kira-kira apa saja sich yang membuat format musik ini kembali populer? Saya coba merangkum beberapa alasan yang bisa kalian ketahui. Mungkin bisa jadi pertimbangan kalian juga untuk mulai mengoleksi. Cekidot! 1. KUALITAS SUARA Piringan hitam memberikan kualitas suara yang lebih detail dan alami karena proses rekamannya yang dilakukan secara analog. Alat musik yang direkam secara analog akan terdengar lebih alami karena telinga kita bekerja secara analog pula. Vinyl merekam gelombang. tidak dengan CD atau format digital (MP3) yang hanya merekam data digital berupa angka 0 dan 1. Pada piringan hitam tidak terjadi kompresi frekuensi gelombang sehingga apa yang direkam adalah apa yang akan kita dengar. 2. COLLECTIBLE (LAYAK DIKOLEKSI) Setiap barang yang collectible pasti punya nilai ekonomi yang tinggi. Meski pun rekaman-rekaman musik terbaru juga masih dirilis dalam bentuk piringan hitam, rekaman zaman dulu lah yang paling diburu orang. Rekaman zaman dulu biasanya merupakan barang bekas yang langka. Harganya pun bisa mencapai jutaan rupiah jika kondisinya masih bagus. 3. NILAI SENI Selain kualitas suaranya, desain jaket (cover) dari rekaman vinyl juga sangat unik. Tak jarang orang membeli hanya karena desain covernya yang estetik. Jika koleksi di rumah sudah banyak, akan sangat cocok dijadikan dekorasi ruangan. Coba deh kalian tata sedemikan rupa di dinding rumah, dijamin akan sangat keren, lho! 4. DUKUNGAN TERHADAP INDUSTRI MUSIK Adanya internet dan populernya platform streaming musik digital ternyata tak serta merta memberikan keuntungan bagi musisi dari segi finansial. Masih ada beberapa klausul dalam sistem streaming musik yang harus diperbaiki. Banyak diakui musisi bahwa penjualan album fisik masih jauh lebih menuntungkan dari sisi bisnis ketimbang yang didapat dari platform digital. Membeli karya fisik musisi terutama yang lokal merupakan bentuk apresiasi yang sepatutnya kita berikan. Dengan begitu, industri musik akan tetap hidup dan terus berkembang. 5. KENANGAN Piringan hitam adalah salah satu medium rekaman musik tertua oleh karena itu ia mewakili masa lalu. Sewajarnya, manusia adalah makhluk yang selalu merindukan kenangan. Masa kecil yang indah ditemani musik-musik yang keren dari piringan hitam adalah kenangan yang tak terlupakan. Ditambah, saat ini sudah banyak studi mengenai musik yang diterapkan sebagai terapi kognitif dan memori. Scientific proven! Sumber: bombastis.com dan diolah dari berbagai sumber lain Penulis & desainer: Umbara Purwacaraka – Pustakawan Ahli Muda, Perpusnas RI
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 3407/2/KPG.10.00/V.2020 tentang perubahan Surat Edaran Nomor 3250/2/KPG.10.00/IV/2020 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, maka pegawai yang memiliki tugas yang dapat dikerjakan di rumah, dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah.Pada 4 Juni 2020, Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data - Subdirektorat Deposit, telah melakukan penghimpunan metadata karya rekam digital tahun 2018 berupa Audio (MMI) sebanyak 700 cantuman. Penghimpunan metadata ini digunakan untuk perhitungan nilai asset karya rekam digital ke DJKN dan untuk dasar pengisian field pada aplikasi e-deposit. Detail metadadata asset yang telah dihimpun, telah diunggah ke google drive subdirektorat deposit.Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data juga tetap melakukan pengawasan dan uji coba terhadap pengembangan aplikasi e-deposit V.2 dan interoperabilitas aplikasi penghimpun konten web milik Perpustakaan Nasional dengan http://garuda.ristekbrin.go.id/ melalui API.
Ketua Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi, Universitas Pendidikan Indonesia; Dr. Riche Chyntia J. M.Si, menyambut hangat kedatangan Drs. Putu Suhartika, M.Si dan Richard Togaranta Ginting, M.Hum dari Program Studi D3 perpustakaan, FISIP Universitas Udayana, Bali (27/10). Tidak hanya oleh dosen, Mahasiswa/I dari masing-masing universitas dilibatkan dalam kunjungan yang dimaksudkan untuk studi banding berkaitan dengan perkembangan ilmu Perpustakaan, baik dari aspek keilmuan maupun kurikulum pembelajaran yang ada di Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi. Bincang hangat dan bertukar pikiran untuk menyelaraskan presepsi, visi, dan misi dalam memajukan dunia Perpustakaan di Indonesia menjadi agenda utama dalam kegiatan ini. Penguatan karakter dan soft skill menjadi salah satu solusi yang dihasilkan, karena ilmu perpustakaan memang perlu dikolaborasikan dengan berbagai disiplin ilmu terutama pada kemajuan abad 21. Harapannya dengan terjalin kerjasama antar intansi ;yang merupakan faktor penting; maka peningkatan kualitas ilmu perpustakaan berjalan dengan optimal dan memberikan hasil yang bermanfaat bagi bidang ilmu perpustakaan secara khusus dan bagi kemaslahatan umat manusia secara umumnya.;
Bandung, Jawa barat – Sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR) dilaksanakan di Hotel Ibis Bandung Trans Studio, Kamis (02/05). Sosialiasi dihadiri Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provnsi Jawa Barat, Pejabat di Lingkungan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Barat, Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka Perpusnas, Staf Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Barat, Penerbit Monograf, Penerbit Surat Kabar, OPD Provinsi dan Pengusaha Rekaman dengan jumlahh keseluruhan 89 orang.Dalam sosialiasi tersebut terdiri dari 4 materi yang dibagi menjadi dua panel. Materi-materi tersebut antara lain Sosialisasi UU No. 13 Th. 2018 tentang SSKCKR oleh Rudi hernanda, Inventarisasi RPP Pelaksanaan UU No. 13 Th. 2018 tentang SSKCKR oleh Tatat Kurniawati, Sosialisasi Sistem e-Deposit oleh Teguh Gondomono, dan Sosialisasi ISBN oleh Wijianto.Pada sesi tanya jawab Tatat Kurniawati menjelaskan, bahwa dalam UU No.13 Th. 2018 tentang SSKCKR mengatur WNI yang menghasilkan karya tentang Indonesia melalui penelitian dan di terbitkan di luar negeri memiliki hak untuk menyimpan karyanya di Perpustakaan Nasional RI. Sementara karya WNI yang bukan hasil dari penelitian dan diterbitkan di luar negeri, perpusnas dapat melakukan pengadaan untuk karya tersebut. Pengadaan tersebut akan diatur lebih lanjut dalam RPP pelaksanaan UU No.13 Th. 2018 tentang SSKCKR.Berkaitan dengan hak masyarakat Indonesia untuk menyimpan karya cetak dan karya rekam, Rudi Hernanda menyampaikan bahwa tidak ada ketentuan buku yang diserahkan harus ber-ISBN dalam UU No.13 Th. 2018. Adapun kriteria yang sesuai UU yaitu karya cetak atau karya rekam yang memiliki nilai artistik dan/ atau intelektual, dicetak, diterbitkan, dan untuk umum.Pada paparannya, Teguh Gondomono menjelaskan jumlah koleksi yang dapat diserahkan oleh masyarakat ke Perpusnas RI. Masyarakat Indonesia memiliki hak untuk menyimpan karyanya dengan menyerahkan dua eksemplar untuk karya cetak dan satu kopi untuk karya rekam/ elektronik. Beliau juga menjelaskan kedepannya, masyarakat yang memublikasikan elektronik bisa secara mandiri mengupload jurnalnya di aplikasi e-Deposit Perpusnas. Secara mandiri tim e-Deposit Perpusnas juga melakukan harvesting jurnal-jurnal yang sudah OJS.