Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) melalui
Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) kembali
melaksanakan rapat lanjutan penyusunan Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan
sebagai bentuk perwujudan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah
Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) dan Peraturan Pemerintah Nomor
55 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan UU SSKCKR. Rapat kali ini merupakan
pelaksanaan rapat ketiga yang dilakukan dengan mengundang Kembali para
narasumber, yaitu Asep Saeful Roham (Universitas Padjadjaran) dan Firman
Ardiansyah (Institut Pertanian Bogor). Rapat diselenggarakan pada 16 Agustus
2021 secara daring melalui aplikasi zoom meeting.
Serupa dengan pertemuan sebelumnya, rapat dibuka
oleh Koordinator Kelompok Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak
dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati dan dilanjutkan dengan arahan dari Direktur
Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang.
Tatat membuka rapat dengan menjelaskan bahwa
pertemuan kali ini akan difokuskan pada pembahasan mengenai poin penyimpanan,
pelestarian, dan pendayagunaan. Adapun poin pengawasan, nantinya akan
melibatkan narasumber dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
(Kemenkumham) yang memang memiliki tugas menangani poin pelaksanaan pengawasan.
Tatat menyampaikan, “Penyusunan standar ini tidak
hanya melibatkan Kelompok Deposit dan unit kerja lain di lingkungan Perpusnas.
Rencananya untuk poin pengawasan (sanksi administratif) akan melibatkan
narasumber dari Kemenkumham dan akan dirapatkan pada tanggal 19 Agustus 2021
sebagai awalan. Sehingga pembahasannya akan lebih menekankan pada hakikat dari
sanksi administratif tersebut. Setelah itu, barulah kita meminta rekomendasi
orang yang akan secara khusus mengawal pembuatan poin pengawasan Standar
Pengelolaan Koleksi Serah Simpan.”
Menanggapi poin penyimpanan, pelestarian, dan
pendayagunaan, kedua narasumber menyampaikan bahwa penyimpanan karya nantinya
disimpan di ruangan yang berbeda sesuai dengan jenis dan bentuk koleksinya.
Khusus untuk karya rekam digital akan disimpan pada Pusat Data dan Informasi (Pusdatin)
Perpusnas. Adapun untuk pelestarian, narasumber mengingatkan mengenai migrasi
(format) yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Hal ini dilakukan guna tetap
terjaganya isi dari karya tersebut.
Pada poin pendayagunaan, Firman memberikan masukan
bahwa pelaksanaannya harus berada di ruang khusus dengan batasan tertentu dan
didukung peralatan/teknologi yang disesuaikan dengan media/konten yang didayagunakan.
Sementara itu Asep lebih menekankan pada istilah “pendayagunaan” yang sering kali
masih mengalami salah penafsiran oleh beberapa perpustakaan. Oleh karena itu
perlu ada penjelasan yang mendetail mengenai prosedur pendayagunaan koleksi
deposit sebagai “koleksi rujukan” yang jika dikaitkan dengan standar ini
pengertiannya tidak disamakan dengan koleksi referensi yang sifatnya dapat
diakses oleh siapa pun.
Jakarta - Rapat Naskah Urgensi dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR) dilakukan di Ruang Rapat Deputi 1 Perpustakaan Nasional salemba pada Rabu 4 September 2019. Rapat yang dibuka oleh Ofy Sofiana selaku Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi diihadiri oleh Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka dan Kepala Subdirektorat Deposit. Rapat ini mengundang peserta dari akademisi dan praktisi yaitu perwakilan Gramedia Grup, Universitas Gajah Mada, Aksaramaya, Asirevi, Universitas Padjajaran, Serikat Perusahaan Pers, dan Pegiat Arsip Film.Kegiatan ini menghasilkan banyak masukan terkait penegasan definisi dan batasan pada kata-kata yang ada pada RPP. Selain itu dengan ditetapkannya PP ini para stakeholder seperti penerbit, penulis, pembuat film berharap agar perpusnas mempu menciptakan pasar, memberikan nilai ekonomi, membangun kerja sama, sehingga secara umum menguntungkan seluruh bangsa Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Asep Saeful perwakilan dari UNPAD, “Deposit merupakan salah satu usaha untuk menghimpun aset, tentunya bukan hanya perpusnas yang diuntungkan tapi seluruh bangsa Indonesia.”
Jakarta - Hadirnya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) yang semakin dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021, memotivasi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) untuk melakukan yang terbaik dalam menghimpun, menyimpan, melestarikan, dan mendayagunakan karya cetak dan karya rekam (KCKR) untuk pembangunan dan kepentingan nasional. Komitmen tersebut diwujudkan melalui dilaksanakannya kegiatan interoperabilitas dengan lembaga atau institusi, salah satunya adalah dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) melaksanakan rapat dengan Kemendikbudristek terkait interoperabilitas aplikasi Rama dan Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Rekam Digital pada Selasa, 26 Oktober 2021). Rapat ini merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan dengan Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kemendikbudristek pada 31 Agustus 2020. Rapat yang dilaksanakan secara daring ini dihadiri oleh pimpinan dan staf di lingkungan DDPKP, tim pengembang aplikasi, serta perwakilan dari Kemendikbudristek. Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang dalam sambutannya mengatakan bahwa interoperabilitas sangat perlu dilakukan agar integrasi sistem informasi dalam satu kesatuan dapat terwujud sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat semakin ditingkatkan. Pada rapat ini dibahas mengenai teknis pelaksanaan interoperabilitas aplikasi Rama Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Digital yang salah satunya adalah mengenai penghapusan data serta dokumentasi API, kesiapan masing-masing pihak, serta rencana selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan ini. Dalam rapat ini disepakati bahwa akan dilakukan pengiriman dokumentasi API untuk mengoneksikan aplikasi Rama dan Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Rekam Digital.Interoperabilitas sangat perlu untuk dilakukan agar integrasi sistem informasi dalam satu kesatuan dapat terwujud, sehingga pelayanan terhadap masyarakat dapat semakin ditingkatkan. Dengan diterapkannya interoperabilitas, banyak manfaat yang dapat diperoleh, di antaranya dapat lebih mudah dalam hal pengelolaan dan pengaksesan data, pelayanan publik bagi masyarakat menjadi lebih efektif dan efisien, lembaga/institusi yang terlibat dapat saling berbagi informasi, dan lain-lain.
Jakarta - Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) Pasal 31 mengamanatkan kepada Perpustakaan Nasional (Perpusnas) untuk memberikan penghargaan kepada penerbit, produsen karya rekam, dan masyarakat yang berperan serta dalam mendukung kewajiban serah simpan. Salah satu penghargaan yang diberikan Perpusnas adalah penghargaan kepada para penulis yang buku-bukunya telah diserahkan ke Perpusnas.Adapun subjek pustaka yang dilombakan pada tahun 2021 ini terdiri dari 6 (enam) tema, yaitu Agribisnis, COVID-19, Investasi, Media Sosial, Pantun, dan Pembelajaran Jarak Jauh. Persiapan penilaian buku terbaik diawali dengan penelusuran data buku, penelusuran buku di rak-rak, seleksi berdasarkan persyaratan umum, rapat atau pertemuan persiapan penilaian bersama Dewan Juri dan panitia, pendistribusian buku, dan yang terakhir adalah penilaian buku. Pertemuan persiapan penilaian buku diselenggarakan pada Kamis, 15 Juli 2021 secara virtual melalui zoom meeting yang dibagi menjadi 2 (dua) sesi. Sesi pertama berlangsung pada pukul 08.00 – 10.00 WIB, kemudian dilanjutkan sesi kedua pertemuan masing-masing tema yang berlangsung pada pukul 10.00 – 12.00 WIB. Pada sesi pertama, pertemuan dihadiri oleh Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Koordinator dan Subkoordinator Kelompok Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, seluruh Dewan Juri, dan panitia kegiatan.Sesi pertama dibuka oleh Siti Khoiriyah Uswah sebagai pembawa acara, kemudian dilanjutkan oleh Emyati Tangke Lembang selaku Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan yang memaparkan laporan ketua panitia. Emyati menyampaikan bahwa tahun ini merupakan ke-10 kalinya Pemilihan Buku (Pustaka) Terbaik dilaksanakan oleh Perpusnas, kemudian koleksi yang dinilai (tahun ini) merupakan terbitan tahun 2015 hingga Juni 2021. Emyati juga menyampaikan bahwa Dewan Juri berasal dari pakar/praktisi, akademisi, serta perwakilan dari Perpusnas dan Badan Bahasa.Acara dilanjutkan dengan sambutan oleh Ofy Sofiana selaku Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi. Dalam sambutannya, Ofy menyampaikan bahwa kegiatan Buku (Pustaka) Terbaik diharapkan mampu memotivasi penulis untuk menghasilkan karya yang berkualitas sesuai dengan kondisi budaya Indonesia. Kemudian Ia menyampaikan bahwa kegiatan Pemilihan Buku (Pustaka) Terbaik ini dilaksanakan setiap tahun dan telah berhasil menumbuhkan semangat kepada wajib serah untuk tertib melaksanakan Undang-Undang. Hal ini dapat dilihat dari terus meningkatnya karya cetak yang terhimpun di Perpusnas setiap tahunnya. Ofy juga menyampaikan bahwa pengumuman Buku (Pustaka) Terbaik ini, rencananya akan dilaksanakan pada bulan September yang bertepatan dengan Bulan Gemar Membaca.Selanjutnya paparan petunjuk teknis penilaian buku terbaik disampaikan oleh Tatat Kurniawati selaku Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil SSKCKR. Tatat menyampaikan beberapa persyaratan umum untuk buku yang dinilai, di antaranya penulis merupakan WNI, buku terbitan tahun 2015 sampai dengan Juni 2021, karya penulis tunggal atau maksimal 3 (tiga) penulis, memiliki ISBN, dan bukan buku pelajaran/buku ajar, buku rujukan, dan buku pedoman. Sedangkan kriterianya yaitu substansi dan materi tulisan, tidak mengandung unsur plagiarisme, sistematika dan efektivitas penulisan, menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, mampu mengilhami, mengajak berpikir, merangsang rasa ingin tahu masyarakat, serta tata letak dan perwajahan. Kriteria ini dapat berubah sesuai kebutuhan dan kesepakatan Dewan Juri. Selain itu bobot aspek penilaian juga perlu disepakati oleh para juri, apabila perlu ditambahkan atau dikurangi. Kemudian Tatat menjelaskan tahapan-tahapan penilaian yang terdiri atas verifikasi buku; penetapan ruang lingkup, kriteria, dan bobot nilai; pendistribusian buku; penilaian; penggabungan hasil penilaian; penentuan 6 (enam) terbaik; pembuatan berita acara; dan pengumuman pemenang.Pertemuan sesi kedua dihadiri oleh Dewan Juri dan panitia melalui room meet sesuai tema masing-masing. yaitu Agribisnis, COVID-19, Investasi, Media Sosial, Pantun, dan Pembelajaran Jarak Jauh. Dalam pertemuan ini dewan juri menentukan dan menyepakati ruang lingkup atau batasan buku yang akan dinilai dan menetapkan kriteria serta bobot nilai dari tiap aspek, yaitu materi tulisan, inovasi dan manfaat, sistematika penulisan, penggunaan bahasa dan gaya penulisan, serta penampilan fisik buku. Panitia dari masing-masing tema menyampaikan jumlah buku yang akan dinilai dan mendampingi juri dalam melakukan seleksi awal secara daring terhadap buku-buku yang sudah dikumpulkan panitia. Selain itu juri bersama panitia membahas proses pendistribusian buku sekaligus menyepakati jadwal penilaian agar dapat selesai sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.Pada akhir pertemuan dari masing-masing tema diperoleh kesepakatan bahwa ruang lingkup, kriteria, dan bobot nilai tentunya disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil dari kegiatan Pemilihan Buku (Pustaka) terbaik ini diharapkan mampu memotivasi para penulis untuk dapat menghasilkan karya yang berkualitas sesuai dengan kondisi budaya Indonesia sehingga dapat menumbuhkembangkan budaya literasi. Selain itu diharapkan kegiatan ini mampu memotivasi penerbit untuk melaksanakan serah simpan karya cetak secara tertib, sehingga penghimpunan koleksi deposit nasional dapat meningkat secara optimal. baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Salemba, Jakarta – kamis, 23 Januari 2020 pukul 13.00 - 13.45 WIB Subdirektorat Deposit bertemu dengan 3 orang perwakilan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Pada pertemuan tersebut hadir pula 3 orang perwakilan dari Biro Umum Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sri Marganingsih (Kepala Subdirektorat Deposit) mengatakan bahwa Subdirektorat Deposit menerima karya cetak dan karya rekam dari berbagai penerbit dan produsen karya rekam, karya-karya tersebut haruslah diketahui nilai (harganya) untuk keperluan DJKN. Beliau berharap kedepan dapat dilakukan diskusi dengan pakar mengenai karya digital. Menanggapi hal tersebut, perwakilan DJKN mengiyakan perlu mengetahui lebih lanjut melalui diskusi mengenai karya digital. Hal tersebut dikarenakan DJKN belum memiliki standar proses penilaian karya rekam digital. Beliau juga menyampaikan pada saat ini KCKR yang sudah diterima (berdasarkan triwulan ke-3) sebanyak 308.363 item.
Layanan penerimaan Karya Cetak dan Karya Rekam (KCKR) adalah awal dari pengelolaan KCKR di lingkungan unit Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, pada layanan ini dibagi menjadi 4 jenis layanan yaitu :1. Layanan Penerimaan KCKR secara datang langsung2. Layanan Penerimaan KCKR melalui jasa pengiriman3. Layanan Penerimaan KCKR melalui unggah mandiri4. Layanan Penerimaan KCKR melalui interoperabilitas Dalam mendukung dan meningkatkan layanan penerimaan KCKR secara prima, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan saat ini sedang menyusun standar layanan penerimaan KCKR yang pada nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan pelayanan penerimaan KCKR di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah, sehingga dibutuhkan narasumber yang berasal dari praktisi dan para ahli pada bidangnyan dalam menyusun standar pelayanan penerimaan KCKR, berikut naramsumber dan masukan dalam penyusunan standar layanan KCKR yaitu : 1. Asep Saeful Rohman akademisi di bidang ilmu perpustakaan dengan masukan sebagai berikut : a. Kesiapan kompetensi SDM untuk pengelolaan koleksi hasil SS KCKR. Petugas layanan berdasarkan standar layanan penerimaan harus memiliki beberapa kompetensi tertentu, begitu juga SDM lainnya yang terlibat dalam pengelolaan koleksi hasil SS KCKR, sehingga perlu adanya upaya peningkatan kompetensi secara berkelanjutan.b. Kesiapan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan layanan penerimaan KCKR yang ada belum representatif. Luas ruang layanan dan ruang penyimpanan sementara saat ini masih terlalu sempit dibandingkan dengan yang dibutuhkan.c. Perlunya pemeliharaan karya rekam serta peningkatan kapasitas sistem dan ruang penyimpanan datad. Sinkronisasi pengelolaan KCKR Perpustakaan Nasional dengan Perpustakaan Provinsi.2. Miftah Sayyid Persada dengan jabatan analisis kebijakan publik pertama dengan masukan sebagai berikut :a. Kebijakan terkait penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia yaitu Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayaan Publik. Kebijakan ini diperlukan agar penyelenggara layanan dapat memberikan layanan publik yang prima.b. Untuk dapat mewujudkan layanan publik yang prima terdapat hal-hal yang perlu dipenuhi, yaitu: kebijakan pelayanan, profesionalisme SDM, sarana & prasarana, sistem informasi pelayanan publik, konsultasi dan pengaduan serta inovasi pelayanan.c. Aspek kebijakan pelayanan yang perlu diperhatikan terkait bagaimana standar pelayanan publik diselenggarakan berdasar pada ketentuan PermenPANRB No.15/2014. Ketika standar layanan ini sudah disahkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional maka unit pelaksana layanan harus membuat, melaksanakan dan memenuhi maklumat layanan.d. Survei kepuasan layanan bertujuan untuk melihat sejauh mana kepuasan masyarakat dalam menggunakan layanan yang diselenggarakan.e. Komponen standar pelayanan terdiri dari service delivery yang merupakan hak pengguna layanan dan manufacturing yang merupakan uraian bagaimana pihak Perpustakaan Nasional dalam menyelenggarakan layananan penerimaan KCKR.f. Ketika pengolahan data hasil SKM maka akan terlihat aspek-aspek terlemah dari layanan yang diselenggarakan yang nantinya perlu dilakukan rencana tindak lanjut.g. Untuk menyelenggarakan layanan yang publik prima, penyelenggara layanan harus memastikan area pelayanan publik nyaman untuk pengguna layanan.h. Adanya data statistik terkait pengaduan layanan penerimaan KCKR secara berkala dan dipublikasikan.i. Aspek inovasi penyelenggaraan pelayanan publik tidak harus ide baru, namun dapat mereplika ide-ide yang sudah pernah digunakan sebelumnya. Dengan dihadiri oleh perwakilan masing-masing penerbit dan produsen karya rekam yang menyerahkan secara datang langsung, melalui jasa pengiriman, melalui unggah mandiri dan melalui interoperabilitas masing-masing sebanyak 4 orang, kelompok pengelola KCKR berharap dapat menerima masukan, saran dan kritik dalam tahap penyusunan standar layanan penerimaan KCKR yang dapat penyempurnakan isi materi standar yang pada akhirnya akan disyahkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI untuk diterapkan pada Perpustakaan Nasional dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan daerah di masing-masing provinsi.
Jakarta - Karya rekam digital adalah karya yang dapat dilihat, didengar, dan ditampilkan melalui komputer atau alat baca digital lainnya. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Karya rekam digital merupakan salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan menjadi salah satu koleksi yang dilestarikan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Sampai saat ini belum ada pedoman penilaian aset karya rekam digital sehingga Perpusnas belum dapat menentukan besarnya nilai aset karya rekam digital. Dalam rangka memberi acuan umum harga, batasan, indikator penilaian, serta nilai suatu aset digital dalam satuan rupiah, supaya karya rekam digital dapat dipertanggungjawabkan sebagai barang milik negara, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun pedoman berdasarkan pengalaman-pengalaman (best practice) serta saran dan masukan, baik dari pihak internal maupun eksternal. Salah satu instansi yang dipercaya untuk memberikan saran terkait penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). DDPKP menyelenggarakan pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan mengundang narasumber dari Direktorat Penilaian DJKN yang dilaksanakan pada Kamis, 21 Oktober 2021 pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00 melalui media zoom meeting. Acara ini dihadiri oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan EMyati Tangke Lembang, Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati, Subkoordinator Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati, Tim Teknis Karya Rekam Deposit, serta Tim Pengelolaan Karya Rekam Deposit. Emyati dalam sambutannya berharap dengan adanya pertemuan ini narasumber dapat memberikan masukan dalam penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital. Sementara itu Hermanu Joko Nugroho sebagai salah satu narasumber dari DJKN dalam paparannya menyampaikan bahwa karya rekam digital masuk dalam klasifikasi “aset tetap lainnya”. Hal ini mengacu pada Buletin Teknis 09 tentang Akuntansi Aset Tetap, yaitu aset yang termasuk dalam klasifikasi aset tetap lainnya adalah bahan perpustakaan/buku dan non buku, barang bercorak kesenian/kebudayaan/olahraga, hewan, ikan, dan tanaman. Aset ini diakui pada saat diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai. Narasumber kedua dari DJKN Nafiantoro Agus Setiawan menambahkan bahwa kemungkinan yang paling banyak diaplikasikan dalam penilaian aset karya rekam digital adalah pendekatan biaya, karena di samping jumlahnya banyak, penilaiannya juga cukup massal, kunci kevalidannya adalah pada faktor apa saja yang dimasukkan dalam penilaian. Selanjutnya dalam sesi diskusi Hermanu dan Nafiantoro sepakat bahwa nilai dari produk digital diukur dalam ukuran Mega Byte karena besaran itu akan memengaruhi seberapa besar kapasitas penyimpanan yang akan dipakai oleh file tersebut. Nafiantoro mengatakan bahwa perlu adanya ketentuan yang disepakati mengenai pola kenaikan harga file setiap tahunnya, untuk menyederhanakan bisa dibuat range 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun. Penilaian aset dalam bentuk PDF dapat dilakukan dengan menentukan harga per halaman, lalu dikalikan dengan jumlah halaman maka akan terkoreksi berdasarkan tahun dengan sendirinya. Hermanu juga mengimbau agar menghindari adanya double adjusment terkait dengan komponen konversi berdasarkan jumlah halaman.Dengan dilaksanakannya rapat pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan DJKN ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pedoman yang dapat membantu pegawai dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga mempermudah proses penentuan harga, memberikan acuan dalam rangka menaksir harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, peta, serial, musik, dan film, serta untuk mengetahui jumlah kekayaan atau aset negara yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan UU SSKCKR.