Jayapura, Papua – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan kembali melaksanakan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Pelaksanaan sosialisasi diselenggarakan di Ruang Pertemuan Swiss-Belhotel Papua pada 31 Maret 2021 pukul 09.00 sampai dengan 12.30 WIT dengan menghadirkan perwakilan dari pustakawan, penerbit, produsen karya rekam, dan seniman yang ada di Papua. Kegiatan sosialisasi kali ini merupakan pelaksanaan sosialisasi kelima yang dilakukan pada tahun 2021, setelah pelaksanaan sosialisasi di Bangka Belitung, Aceh, Kalimantan Timur, dan Gorontalo.
Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang turut hadir dan dalam sambutannya berupaya meyakinkan seluruh peserta mengenai komitmen Perpusnas RI untuk memberikan pelayanan terbaik dalam pelaksanaan serah simpan karya cetak dan karya rekam (KCKR).
“Melalui UU SSKCKR yang baru ini, Perpusnas RI berkomitmen untuk senantiasa melakukan yang terbaik dalam proses penghimpunan, pengelolaan, penyimpanan, pelestarian, dan pendayagunaan KCKR untuk kepentingan bangsa,” tuturnya dalam sambutan tersebut.
Emyati juga tak lupa berpesan kepada seluruh peserta sosialisasi untuk menyerahkan hasil karyanya ke Perpusnas RI dan Perpustakaan Provinsi sebagai salah satu wujud kepatuhan pelaksana serah terhadap amanah UU SSKCKR.
Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah (DPPAD) Provinsi Papua L. Christian Sohilait juga berkesempatan hadir dan membuka secara resmi kegiatan sosialisasi. Ia menyampaikan pentingnya pelaksanaan sosialisasi ini bagi para pelaksana serah.
“Adanya sosialisasi ini tentunya sangat penting karena dapat memberi pemahaman kepada para penulis, penerbit, dan pencipta karya seni yang ada di Papua agar dapat memahami isi dari UU ini sehingga ke depan mereka semua dapat dengan sukarela menyerahkan hasil karyanya untuk dikelola dan disimpan sebagai koleksi budaya daerah,” tuturnya.
Christian juga berpendapat bahwa kegiatan sosialisasi ini bisa menjadi momen yang baik bagi DPPAD Provinsi Papua untuk mendata seluruh penulis, penerbit, dan pencipta seni yang ada di Papua guna meningkatkan koordinasi dan kerja sama sehingga di masa mendatang koleksi konten lokal mengenai Papua akan semakin meningkat.
Kegiatan sosialisasi dilanjutkan dengan penyampaian materi yang dimoderatori oleh Kepala Bidang Perpustakaan DPPAD Provinsi Papua Achmad Djalali yang mendampingi tiga narasumber dari Perpusnas RI, yaitu Suci Indrawati Irwan, Vincentia Dyah K., dan Ananto Pratiesno. Ketiga narasumber menjelaskan mengenai beragam hal terkait pelaksanaan serah simpan KCKR, mulai dari dasar hukum, urgensi, proses pengelolaan karya, baik karya cetak maupun karya rekam (analog dan digital) hingga pelaksanaan pemberian sanksi dan penghargaan serta pengenalan sistem penghimpun dan pengelola karya digital berbasis web, E-Deposit. Narasumber juga memberikan pengetahuan tambahan mengenai Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) yang dapat digunakan untuk mencari sumber data hukum di lingkungan Perpusnas RI.
Antusias peserta sosialisasi sangat terlihat dalam pelaksanaan sosialisasi kali ini. Sesi tanya jawab yang direncanakan hanya dibuka dua sesi ditambah menjadi empat sesi untuk memenuhi keingintahuan para peserta sosialisasi. Pada sesi tanya jawab tersebut, Perpusnas RI juga berkesempatan merencanakan kerja sama dengan Dewan Kesenian Tanah Papua dalam rangka pendataan karya musik daerah yang memang menjadi salah satu kegiatan Perpusnas RI dalam waktu dekat.
Selepas pelaksanaan kegiatan, beberapa peserta memberikan apresiasi atas terselenggaranya sosialisasi UU SSKCKR ini. Secara terpisah, beberapa peserta menyatakan bahwa mereka mendapatkan pengetahuan baru mengenai pelaksanaan serah simpan karya yang sebelumnya tidak diketahui, dan ke depannya mereka akan berusaha untuk terus aktif berkoordinasi baik dengan pihak penulis, DPPAD, maupun Perpusnas RI.
Dewan Kesenian Tanah Papua yang diwakili oleh Albert juga menyatakan bahwa kegiatan sosialisasi ini menjadi momen berharga bukan hanya bagi penerbit dan produsen karya rekam, tetapi juga bagi para seniman dan budayawan di Papua. Ia berpendapat bahwa adanya sosialisasi ini memberikan pengetahuan baru bagi mereka dalam hal penyerahan karya, khususnya karya-karya khas Papua agar ke depan mereka semua bisa dengan tenang menyerahkan karyanya untuk tetap dijaga oleh negara dan kelak dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Jakarta - Hadirnya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) yang semakin dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021, memotivasi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) untuk melakukan yang terbaik dalam menghimpun, menyimpan, melestarikan, dan mendayagunakan karya cetak dan karya rekam (KCKR) untuk pembangunan dan kepentingan nasional. Komitmen tersebut diwujudkan melalui dilaksanakannya kegiatan interoperabilitas dengan lembaga atau institusi, salah satunya adalah dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) melaksanakan rapat dengan Kemendikbudristek terkait interoperabilitas aplikasi Rama dan Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Rekam Digital pada Selasa, 26 Oktober 2021). Rapat ini merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan dengan Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kemendikbudristek pada 31 Agustus 2020. Rapat yang dilaksanakan secara daring ini dihadiri oleh pimpinan dan staf di lingkungan DDPKP, tim pengembang aplikasi, serta perwakilan dari Kemendikbudristek. Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang dalam sambutannya mengatakan bahwa interoperabilitas sangat perlu dilakukan agar integrasi sistem informasi dalam satu kesatuan dapat terwujud sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat semakin ditingkatkan. Pada rapat ini dibahas mengenai teknis pelaksanaan interoperabilitas aplikasi Rama Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Digital yang salah satunya adalah mengenai penghapusan data serta dokumentasi API, kesiapan masing-masing pihak, serta rencana selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan ini. Dalam rapat ini disepakati bahwa akan dilakukan pengiriman dokumentasi API untuk mengoneksikan aplikasi Rama dan Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Rekam Digital.Interoperabilitas sangat perlu untuk dilakukan agar integrasi sistem informasi dalam satu kesatuan dapat terwujud, sehingga pelayanan terhadap masyarakat dapat semakin ditingkatkan. Dengan diterapkannya interoperabilitas, banyak manfaat yang dapat diperoleh, di antaranya dapat lebih mudah dalam hal pengelolaan dan pengaksesan data, pelayanan publik bagi masyarakat menjadi lebih efektif dan efisien, lembaga/institusi yang terlibat dapat saling berbagi informasi, dan lain-lain.
Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) terus berupaya untuk meningkatkan layanan yang diberikan kepada stake holder terkait, baik pemustaka perseorangan maupun instansi/organisasi. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyelenggarakan Pelatihan Layanan Prima bagi seluruh pegawainya dengan tujuan agar dapat menyediakan layanan terbaik untuk pemustaka, penerbit, vendor, dan semua pihak terkait. Pelatihan Layanan Prima ini diselenggarakan secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting pada Selasa, 09 November 2021. Pelatihan ini diawali dengan sambutan dari Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang diikuti dengan sambutan dari Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati. Tatat menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat meningkatkan kualitas layanan yang diberikan pada penerbit atau pelaksana serah terkait dengan aktivitas pengelolaan koleksi hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam (KCKR). Ditambah lagi, kemampuan komunikasi yang efektif tidak hanya harus dimiliki oleh Tim Penerimaan yang berhadapan langsung dengan pelaksana serah, namun juga oleh seluruh pegawai untuk memberikan layanan melalui media panggilan telepon maupun chat (pesan teks). Kegiatan ini menghadirkan narasumber internal dari unit DDPKP, yaitu Yudhi Firmansyah, yang telah sering menjadi public speaker, baik sebagai Master of Ceremony (MC), moderator, maupun narasumber dalam berbagai acara. Pada kesempatan kali ini, materi yang dibahas mengenai komunikasi dan basic public speaking. Pemaparan tidak hanya berupa teori mengenai komunikasi, namun juga kejadian konkret yang ditemui di unit DDPKP. Pada sesi tanya jawab, diskusi semakin mengerucut membahas mengenai gambaran teknis pelaksanaan sosialiasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) serta sosialiasi Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU SSKCKR yang menjadi rencana kegiatan pada tahun 2022 mendatang. Pelatihan Pelayanan Prima ini berlangsung selama 2 (dua) jam dan diikuti setidaknya oleh 60 peserta. Emyati sangat mengapresiasi Yudhi yang telah berkenan berbagi pengetahuan mengenai layanan prima, utamanya terkait komunikasi dan public speaking. Selain itu, Emyati juga memberikan kesempatan bagi semua pegawai di lingkungan DDPKP untuk dapat membagikan wawasan dan pengalamannya seperti yang sudah Yudhi lakukan. Kegiatan selingan seperti ini penting untuk diselenggarakan di antara aktivitas kerja rutin harian untuk mengembangkan berbagai talenta yang dimiliki oleh para pegawai.
Sistem pendidikan berjalan pada level input, proses, ataupun output yang biasanya melibatkan berbagai unsur masyarakat ataupun unsur hasil bentukan masyarakat di dalamnya (lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun NGO). Semua unsur yang terlibat dalam sistem pendidikan memberikan dampak satu sama lain. Hanya saja, ketika kita ingin menjadikan pendidikan dengan sistem pendidikannya sebagai sebuah alat dalam menyejahterakan masyarakat, kita harus mengkaji apakah suatu unsur masyarakat dalam menjalankan perannya pada sistem pendidikan telah berperan secara produktif, relevan, efektif, dan efisien. Lebih dari itu, kita juga harus melihat apakah dampaknya sudah signifikan. Tulisan ini akan mencoba membahas peran salah satu unsur dari sistem pendidikan yakni Perpustakaan Nasional dan skenarionya dalam mencerdaskan dan menyejahterakan bangsa Indonesia melalui kepustakawanan dan literasi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Perpustakaan adalah salah satu unsur penting dari sebuah sistem pendidikan. Dalam sistem pendidikan, perpustakaan memiliki sebuah status unik dalam konteks tujuan keberadaan organisasinya secara menyeluruh. Perpustakaan berfungsi layaknya sebuah alat. Alat yang bisa digunakan pada level input sistem pendidikan dalam wujud informasi dan pengetahuan melalui bahan perpustakaannya. Perpustakaan juga menjadi sebuah alat pada level proses sistem pendidikan yang digunakan oleh pemerintah untuk membuat kebijakan, digunakan sebagai bahan ajar oleh guru dan digunakan oleh pelajar dalam memahami pelajaran. Uniknya lagi, perpustakaan juga adalah alat pada level output sistem pendidikan dengan wujud karya bahan perpustakaan seperti jurnal penelitian, buku, jurnal, dan sebagainya. Pada level output, perpustakaan dengan koleksi bahan perpustakaannya juga menjadi salah satu indikator dalam keberhasilan sistem pendidikan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari kualitas maupun kuantitas jurnal, buku serta bahan perpustakaan lainnya yang diterbitkan oleh akademisi, profesional ataupun masyarakat Indonesia secara umum. Berkaca dari hal ini, kita dapat melihat betapa peran perpustakaan vital dalam konteks kemajuan sistem pendidikan di Indonesia yang bertujuan mencerdaskan dan menyejahterakan bangsa. Dalam pembahasan tentang perpustakaan, pelaksana utama kepemimpinan khusus kepustakawanan dikomandoi secara tidak langsung berdasarkan undang-undang oleh Perpustakaan Nasional Indonesia (Perpusnas). Hal ini tertuang dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (UU Perpustakaan). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Perpusnas adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan serta berkedudukan di ibukota negara. Selanjutnya pada Pasal 21 ayat (2) dijelaskan bahwa Perpusnas bertugas:a. menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan;b. melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan;c. membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan; dand. mengembangkan standar nasional perpustakaan. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat di atas. Perpusnas bertanggung jawab:a. mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat;b. mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa;c. melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dand. mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri. Jika melihat amanat UU tersebut mengenai fungsi dan tugas Perpusnas, diketahui bahwa Perpusnas memiliki peran signifikan dan potensial dalam memajukan Indonesia. Nantinya peran tersebut akan berimbas pada peningkatan kualitas sistem pendidikan Indonesia, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung melalui peningkatan mutu pendidikan tumbuhlah ekonomi, sejahterahlah masyarakat, dan bahagialah rakyatnya. Sayangnya, secara data, peran Perpusnas hingga saat ini belum dimaksimalkan dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang bermutu. Pendidikan Indonesia saat ini masih dianggap terbelakang dan tidak efektif. Berdasarkan data, kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara dalam hal aspek kemampuan membaca siswa. Hal ini juga berbanding lurus dengan aspek lainnya seperti skor kemampuan matematika siswa yang ada di peringkat 72 dari 78 negara dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara pada laporan penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018 yang dipublikasikan pada Desember 20191. Lebih dari itu, secara kasat mata kita dapat melihat bahwa tren perilaku pencarian informasi masyarakat saat ini condong ke arah penggunaan internet melalui gawai (gadget). Hal ini juga berbanding lurus dengan tren belajar masyarakat secara daring (online). Kita bisa lihat juga secara langsung melalui pertumbuhan media sosial dengan konten informasinya tersendiri seperti konten video pembelajaran di media sosial seperti Youtube yang mendapatkan perhatian kalangan-kalangan pelajar dan profesional, disukai, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sedangkan tren pencarian informasi dan belajar melalui buku ataupun dari bahan perpustakaan, baik di perpustakaan ataupun tidak, malah menurun. Lantas, dengan mengetahui fakta di atas, apakah Perpusnas bisa berdampak lebih terhadap pendidikan Indonesia secara sistematis sesuai perannya sebagai alat dalam sistem pendidikan dan sesuai amanat UU tentang fungsi dan tugas Perpusnas? Untuk menjawab hal ini, kita bisa menelaah dan membayangkannya melalui sebuah Skenario Perpustakaan Nasional Masa Depan, sehingga nantinya dengan peran Perpusnas dan inovasi-inovasi yang bisa dilakukan bersama stakeholder terkait, Perpusnas mampu memberikan dampak yang lebih strategis lagi terhadap peningkatan kualitas pendidikan Indonesia secara sistematik dan menyeluruh, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Adapun skenario yang dapat meningkatkan dampak dari peran Perpusnas dalam rangka mewujudkan sistem pendidikan Indonesia di masa depan yang lebih baik dapat dijelaskan sebagai berikut. Perpusnas dilegalkan oleh UU dalam membuat atau merumuskan peraturan yang mengikat dalam mewujudkan inovasi-inovasi di bidang ilmu perpustakaan, kepustakawanan, dan terhadap semua jenis perpustakaan di seluruh Indonesia. Cakupan kerjanya dalam hal ini, meliputi hal berikut: - Mengubah, ikut serta menetapkan, dan berperan dalam merumuskan kurikulum dan program pendidikan ilmu perpustakaan di Indonesia bersama universitas-universitas yang ada. Contoh inovasi yang bisa dilakukan seperti menggabungkan ilmu perpustakaan dengan ilmu komputer (sebagai kesatuan ataupun parsial atau bisa dengan ilmu relevan lainnya). Dengan demikian, lulusan ilmu perpustakaan memiliki kompetensi yang terintegrasi dengan era informasi dan pengetahuan yang berbasis teknologi informasi di masa depan dalam rangka memudahkan perpustakaan dan pustakawannya masuk ke dalam era digital dan industry 4.0 secara penuh. Lebih dari itu, dengan menggabungkan ilmu perpustakaan dengan ilmu komputer ataupun melakukan hal sejenis perpustakaan dapat meningkatkan minat banyak murid cerdas yang mau masuk universitas dengan memilih disiplin ilmu perpustakaan, sehingga lulusan ilmu perpustakaan yang nantinya menjadi pustakawan di seluruh Indonesia terdiri dari pustakawan yang berkualitas dan kompeten sesuai era teknologi di masa depan yang saat ini sudah mulai diaplikasikan di perpustakaan secara bertahap. - Mewajibkan seluruh perpustakaan umum (perpustakaan provinsi, kota, kabupaten, ataupun desa dan sejenisnya) di Indonesia menerapkan konsep “Perpustakaan sebagai tempat belajar, mengajar dan menyelenggarakan kepelatihan informal secara gratis berbagai bidang ilmu”. Tema pelatihan sesuai kebutuhan ekonomi dan kompetensi masyarakat di sekitar lokasi perpustakaan. Hal ini sekaligus dalam rangka membudayakan belajar sepanjang hayat. Dalam pelaksanaannya perpustakaan dilengkapi sarana dan prasarana yang difasilitasi dan didanai oleh negara, baik melalui APBN maupun APBD, ataupun pihak ketiga. - Menerapkan konsep akses seluruh buku karya anak bangsa yang mudah dan murah secara digital dalam satu pintu portal online dalam format aplikasi smartphone yang dikelola Perpusnas. Penerapannya dengan mengalihmediakan semua buku cetak yang diterbitkan di Indonesia dalam versi e-book setelah tiga tahun diterbitkan versi cetaknya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa di bawah tiga tahun setelah cetak masih memiliki masa-jual ekonomi. Khusus buku dengan e-book yang sudah dikeluarkan penerbit dibuat semacam kontrak-guna yang menguntungkan penerbit, penulis, pemustaka, dan Perpusnas. Dengan begini semua buku cetak di Indonesia memiliki versi e-book-nya dan e-book tersebut dikelola pemerintah secara terintegrasi. Pemerintah dapat mengetahui jumlah pembaca harian dan statistik minat baca Indonesia. Perpusnas di sini membuat kebijakan yang juga harus mempertimbangkan penerbit selaku usaha, penulis, dan pembaca. Contohnya dalam hal menguntungkan penulis dan penerbit. Setiap pembaca yang membaca suatu buku dikenakan biaya baca selama periode waktu tertentu. Hasil uangnya dibagi sesuai perjanjian kepada penerbit dan penulis. Namun, peraturan ini diberlakukan tidak kepada seluruh buku, tergantung kerja sama dan kesepakatan. Dengan maraknya popularitas kebijakan ini dan mudahnya akses buku murah orisinal dan ada juga opsi e-book gratisnya pembajak jadi enggan membajak buku karena membaca buku berkualitas jadi lebih mudah dan murah. - Menghitung karya kerja pustakawan yang berdampak dan kreatif seperti membuat infografis, video Youtube, postingan Instagram, dan audio ringkasan buku yang memiliki nilai edukasi sebagai salah satu bagian dari pekerjaan pustakawan yang dihitung angka kreditnya. Di sisi lain dinilai sebagai bagian dari kinerja pustakawan di seluruh Indonesia di berbagai jenis perpustakaan dengan pengawasan dan penilaian yang sudah dilaksanakan seperti sekarang ini. Itulah beberapa ide skenario Perpusnas masa depan menurut penulis. Walaupun skenario di atas sangat debatable, namun ide tersebut diharapkan dapat memancing inovasi-inovasi kebijakan lain di masa datang. Lebih dari itu, diharapkan melalui skenario-skenario di atas banyak dari kita melihat secara lebih luas mengenai makna dan vitalnya peran perpustakaan dan kepustakawanan, khususnya Perpusnas bagi kemajuan Indonesia baik masa kini ataupun di masa yang akan datang. Jika scenario ini dipertimbangkan, diwujudkan, dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait dengan baik, maka sistem pendidikan Indonesia akan masuk pada level selanjutnya yang sekelas dengan sistem pendidikan negara-negara maju, sehingga membawa Indonesia pada fase masyarakat sejahtera. Catatan Kaki:1https://www.jawapos.com/nasional/pendidikan/04/12/2019/ranking-pisa-indonesia-turun-dipicu-salah-orientasi-pendidikan/
Jakarta – Dalam upaya meningkatkan koordinasi antara Perpustakaan Nasional selaku Pelaksana Simpan, dan seluruh Pelaksana Serah dalam rangka Pelaksanaan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam maka Perpustakaan Nasional melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan menyelenggarakan forum diskusi bersama beberapa perwakilan Perpustakaan khusus pada Selasa (25/07/23). Kegiatan yang bertempat di Ruang Rapat Pujasintara Lantai 5 Perpustakaan Nasional Jalan Medan Merdeka Selatan ini membahas mengenai koordinasi pelaksanaan serah simpan KCKR di lingkup Kementerian dan Lembaga dengan dua narasumber yaitu Riko Bintari Pertamasari dari Kementerian Pertanian sekaligus sebagai Ketua Forum Perpustakaan Khusus Indonesia serta Sjaeful Afandi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).Dalam sambutannya, Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Emyati Tangke Lembang menyampaikan bahwa penyelenggaraan kegiatan forum diskusi tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan koordinasi, tetapi juga diharapkan mampu menjadi wadah untuk saling berbagi dan bertukar pengetahuan serta saran dalam mengoptimalisasikan pelaksanaan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Lebih lanjut, Emyati menjelaskan bahwa Perpustakaan Nasional memiliki kewajiban untuk mengoordinasikan pengumpulan Karya, baik Karya Cetak maupun Karya Rekam yang dihasilkan oleh Kementerian dan Lembaga, serta mendorong masing-masing Perpustakaan yang ada di Kementerian dan Lembaga tersebut untuk mengelola karya yang dihasilkan, serta membangun repositori institusi“Hingga saat ini Perpustakaan Nasional sudah melakukan kerja sama penghimpunan karya melalui metode interoperabilitas antar Repositori Institusi yang dimiliki oleh beberapa Kementerian dan Lembaga” jelasnya. Selanjutnya, Tatat Kurniawati, Ketua Kelompok Kerja Pengelolaan Koleksi Hasil SS KCKR dalam paparannya menjelaskan bahwa tujuan pelaksanaan SS KCKR yaitu untuk mewujudkan koleksi nasional dan melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa. “Perpustakaan Nasional mengkoordinasikan penyerahan karya cetak dan karya rekam dari kementerian dan lembaga dan memberikan penguatan kelembagaan kepada kementerian dan lembaga untuk melakukan penghimpunan, pengolahan dan penyimpanan KCKR yang dihasilkan di kementerian dan lembaga masing-masing untuk mewujudkan repositori kelembagaan” jelasnya.Sementara itu, Riko Bintari Pertamasari dari Kementerian Pertanian menjelaskan KCKR di Kementerian Pertanian diperlukan sebagai sumber informasi penting bagi pembangunan pertanian, menjadi salah satu tolok ukur kemajuan intelektual pertanian, lintasan sejarah pertanian di Indonesia serta pengelolaan dan pengaturan karya cetak dan karya rekam secara optimal di lingkup Kementerian Pertanian. Lebih lanjut, Riko menjelaskan bahwa setalah adanya Permentan Nomor 30 Tahun 2021 pengelolaan KCKR dilakukan melalui Pertanian Press dengan diberlakukan single ISBN Kementan untuk memudahkan pelacakan publikasi dan untuk koleksi Non ISBN dikelola sebagai deposit dan bagian dari Repositori Pertanian. Lebih lanjut, Sjaeful Afandi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan bahwa BRIN memiliki beberapa repositori yaitu Repositori Data yang menyimpan data penelitian yang berisi data yang diperoleh selama menyusun karya tulis ilmiah, Repositori Karya yang berisi karya atau terbitan ilmiah seperti buku, laporan penilaian, prosiding, paten maupun jurnal dari sivitas BRIN maupun kementerian/lembaga dan perguruan tinggi dalam bentuk digital file (pdf) serta Repositori Koleksi Cetak yang berisi karya atau tebitan ilmiah dalam bentuk cetak (printed). Kegiatan FGD kali ini menghasilkan sebuah rekomendasi yaitu perlunya pembuatan surat penguatan yang ditandatangani oleh Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi terkait pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2018, dimana lembaga negara perlu untuk mengelola KCKR yang dihasilkan untuk membangun repositori institusi.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 3250/2/KPG.10.00/V.2020 tentang perubahan Surat Edaran Nomor 3041/2/KPG.10.00/IV/2020 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, maka pegawai yang memiliki tugas yang dapat dikerjakan di rumah, dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah.Pada 20 Mei 2020, Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data - Subdirektorat Deposit, telah melakukan penghimpunan metadata karya rekam digital tahun 2018 berupa Audio (ASIRI) sebanyak 700 cantuman. Penghimpunan metadata ini digunakan untuk perhitungan nilai asset karya rekam digital ke DJKN dan untuk dasar pengisian field pada aplikasi e-deposit. Detail metadadata asset yang telah dihimpun, telah diunggah ke google drive subdirektorat deposit.Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data juga tetap melakukan pengawasan dan uji coba terhadap pengembangan aplikasi e-deposit V.2 dan interoperabilitas aplikasi penghimpun konten web milik Perpustakaan Nasional dengan http://garuda.ristekbrin.go.id/ melalui API.
Surabaya, Jawa Timur – Subdirektorat Deposit Perpustakaan Nasional RI melakukan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR) di Provinsi Jawa Timur, Senin (22/04). Sosialisasi tersebut dilakukan di Hotel Mercure dengan peserta berjumlah 96 orang yang terdiri dari pustakawan ahli utama provinsi Jawa Timur, Pejabat di lingkungan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, Staf Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur serta penerbit monograf, surat kabar, OPD provinsi dan pengusaha rekaman.Kegiatan sosialisasi tersebut dibagi menjadi dua panel. Pada panel 1 terdiri dua materi, materi pertama di sampaikan oleh Nurcahyono (Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka) berkaitan dengan UU No. 13 Th. 2018 tentang SSKCKR. Materi kedua disampaikan oleh Prita Wulandari (Kepala Subdirektorat Bibliografi) berkaitan dengan ISBN. Selanjutnya, pada panel dua terdiri dari 2 materi, materi pertama disampaikan oleh Tatat Kurniawati tentang inventarisasi RPP pelaksanaan UU No. 13 Th. 2018 tentang SSKCKR. Sedangkan materi kedua disampaikan oleh Vincentia tentang e-Deposit.