Bertepatan dengan perayaan HUT ke-41 Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas),
Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan menyelenggaran webinar
dengan tema Pengembangan Koleksi Perpustakaan E-Resources yang digelar pada hari
Senin, 24 Mei 2021. Kegiatan ini dilakukan secara daring
melalui zoom meeting dengan menghadirkan tiga narasumber, yaitu Emyati Tangke Lembang selaku Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan; Laely Wahyuli selaku Koordinator
Manajemen Pengetahuan Perpustakaan Universitas Indonesia, dan Wina Erwina
selaku Kepala Pusat Pengelolaan Pengetahuan Universitas Padjadjaran.
Acara tersebut dimoderatori oleh Subeti Makdriani, Pustakawan Utama Perpusnas di Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan.
Acara dibuka oleh sambutan Deputi Bidang Pengembangan Bahan
Perpustakaan dan Jasa Informasi Ofy Sofiana yang menjelaskan bahwa penerapan teknologi informasi yang menyebar ke segala bidang telah membawa
perubahan di berbagai sektor, termasuk perpustakaan. Pengaruh ini akhirnya
melahirkan apa yang disebut dengan perpustakaan digital, yaitu perpustakaan
yang mempunyai koleksi buku dalam bentuk format digital dan diakses dengan menggunakan komputer. Sejak tahun 2008, Perpusnas telah mengadakan koleksi digital berupa e-resources terbitan dalam dan luar negeri dengan maksud untuk memudahkan
masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Perpusnas terus berupaya
mengembangankan koleksi sebagai pemasok informasi yang diarahkan ke
sumber-sumber elektronik berupa e-book, e-journal, dan e-video.
Acara selanjutnya adalah penyampaian keynote speech oleh Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando. Beliau berbicara tentang perpustakaan sebagai sistem
pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat
manusia, yaitu mempunyai fungsi utama melestarikan hasil budaya umat manusia
tersebut. Sasarannya adalah terbentuknya masyarakat yang memiliki budaya
literasi dan belajar sepanjang hayat. Untuk itulah dalam rangka menjangkau
seluruh masyarakat, baik umum dan akademisi, membutuhkan pengetahuan dan informasi
yang spesifik. Perpusnas telah menggerakkan inovasi tersebut dengan mengembangkan
bahan perpustakaan e-book dalam negeri yg terdapat dalam aplikasi iPusnas dan
bahan perpustakaan digital online (e-resources) yang terdiri atas berbagai
database buku dan jurnal terbitan dalam dan luar negeri.
Acara utama adalah pemaparan oleh para narasumber. Emyati
Tangke Lembang sebagai pemapar pertama mengangkat tema tentang Inovasi Pengembangan Koleksi Nasional
di Era Digital. Perpusnas memiliki fungsi sebagai perpustakaan
rujukan, yaitu menyediakan koleksi sebagai bahan rujukan berbagai ilmu
pengetahuan. Perkembangan di era digital saat ini mendorong Perpusnas untuk melakukan inovasi pengembangan koleksi nasional agar dapat
memenuhi kebutuhan informasi masyarakat dengan mudah dan cepat. Perkembangan
itu diwujudkan dengan hadirnya iPusnas dan situs web E-Resources.
Narasumber kedua adalah Laely Wahyuli yang membawakan tema Pengembangan Koleksi E-Resources di Perpustakaan Perguruan Tinggi.
Jenis koleksi e-resources terdiri atas online database, repositori, dan research
tools. Untuk mengakses koleksi e-resources UI dapat melalui jaringan kampus atau
luar kampus yang menggunakan EzProxy. Evaluasi terhadap koleksi e-resources dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur akurasi,
otoritatif, objektifitas, kemutakhiran, dan relevansi. Etika penggunaaan
informasi yaitu mampu menggunakan referensi manager, menggunakan software
anti-plagiarisme, menulis penelitian dan mencegah plagiarism menggunakan
research tools.
Narasumber terakhir adalah Wina Erwina dengan pemaparannya berjudul Manajemen E-Resources di Perpustakaan. Menurutnya inti dari pengembangan
koleksi adalah bagaimana kita dapat memelihara informasi untuk generasi mendatang.
Keuntungan e-resources adalah biaya produksi dan distribusi lebih murah dibanding
media cetak, lebih interaktif, proses duplikasi lebih mudah, dapat integrasi ke
berbagai media (gambar, video, audio), dapat konservasi dari media yang mudah
rapuh, dan ramah lingkungan. Tantangannya adalah gawai e-resources membutuhkan
tenaga, biaya infrastruktur teknologi tinggi, membutuhkan kompatibilitas
software dan hardware, dan lain sebagainya. Dampak dari keberadaan e-resources di perguruan tinggi yaitu bergesernya ke pembelajaran daring, realisasi konsep digital, informasi
untuk riset lebih mudah diakses, serta informasi elektronik lebih banyak
keuntungan dibanding informasi digital.
Sekarbela, Mataram – Sub Direktorat Deposit Bahan Pustaka Perpusnas RI melakukan kegiatan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR) di Provinsi NTB, Senin (15/04). Peserta yang hadir pada kegiatan tersebut berasal dari perwakilan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTB, Perpustakaan Perguruan Tinggi, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Provinsi NTB dan Penerbit surat kabar di NTB. Sosialisasi UU No. 13 Th. 2018 tentang SSKCKR di sampaikan oleh Sri Marganingsih selaku Kepala Sub Direktorat Deposit Perpustakaan Nasional RI. Dalam sesi tanya jawab, Udin dari Perguruan Tinggi Swasta menanyakan terkait konsekuensi UU terhadap hak kekayaan intelektual. Kemudian Sri Marganingsih mengemukakan bahwa penyerahan KCKR kepada Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Provinsi sebagai Perpustakaan Deposit tentunya akan menjadi nilai lebih untuk akreditas bagi sebuah perguruan tinggi dan dapat ditampilkan dalam bibliografi nasional maupun katalog perpustakaan, sehingga dapat menambah tingkat pemanfaatan KCKR itu sendiri. Dalam hal hak kekayaan intelektual beliau menjawab bahwa KCKR Deposit tidak untuk dilayankan, akan tetapi hanya disimpan, dilestarikan dan didayagunakan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. beliau juga mengatakan bahwa Perpusnas RI adalah sebuah lembaga pemerintah non kementerian yang mempunyai tugas sebagai perpustakaan deposit, wajib menjaga dan melestarikan KCKR yang merupakan hasil khazanah budaya bangsa dengan menerapkan kebijakan dan standar dalam hal pengelolaan, penyimpanan, pelestarian dan pendayagunaan terhadap KCKR.
Jakarta - Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Kewajiban tersebut didukung dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang memuat bahwa Calon PNS wajib menjalankan percobaan. Percobaan yang dimaksud melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun moral, kejujuran, semangat, dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang. Untuk mengatur terkait proses pendidikan dan pelatihan, Lembaga Administrasi Negara mengeluarkan Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil. Peraturan tersebut menjelaskan bagaimana Pelatihan Dasar (Latsar) dilaksanakan dan tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan Latsar tersebut. Setelah mengikuti Latsar, CPNS diharapkan dapat mengaktualisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai dasar PNS yaitu Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi.Sebagai rangkaian kegiatan dari Latsar serta bagaimana CPNS mengaktualisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai dasar tersebut, CPNS wajib melaksanakan kegiatan aktualisasi. Salah satu bentuk kegiatan aktualisasi yang dilakukan oleh CPNS di lingkungan Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan adalah Pemberkasan File Hasil Digitalisasi Surat Pengantar Koleksi dari Wajib Serah dengan Database Google Drive di Subkelompok Penerimaan Karya Cetak. Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memiliki 6 (enam) fungsi perpustakaan, salah satunya yaitu sebagai perpustakaan deposit. Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sebagai perpustakaan deposit memiliki tugas dan fungsi untuk menghimpun dan melestarikan seluruh koleksi, baik dari terbitan yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar negeri tentang Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam merupakan payung hukum kegiatan deposit. Menurut peraturan tersebut, setiap penerbit wajib menyerahkan 2 (dua) eksemplar ke Perpusnas 1 (satu) eksemplar ke Perpustakaan Provinsi. Sedangkan untuk setiap produsen karya rekam wajib menyerahkan 1 (satu) salinan untuk karya rekam ke Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi. Kegiatan penyerahan koleksi dari wajib serah atau penerbit akan dibarengi dengan surat penyerahan atau surat pengantar yang berisi tentang penyerahan karya cetak, jumlah eksemplar yang diserahkan, judul karya cetak, ISBN, dan lain-lain. Surat pengantar tersebut akan menjadi bukti penyerahan karya cetak dari penerbit dan akan menjadi bahan pengawasan serah simpan karya cetak dan karya rekam. Surat pengantar tersebut akan dihimpun dan dikelola sebaik mungkin. Dalam pengelolaan tersebut, salah satunya yaitu dengan melakukan alih media atau digitalisasi, dengan melakukan digitalisasi arsip atau surat pengantar tersebut supaya memudahkan penemuan kembali. Selain itu, dengan menyimpannya di database Google Drive, surat pengantar tersebut dapat diakses di mana saja oleh orang yang berwenang mengaksesnya serta sebagai backup data. Untuk lebih memudahkan penemuan kembali file hasil digitalisasi perlu adanya pemberkasan. Pemberkasan file hasil digitalisasi dilakukan dengan pengolahan surat pengantar terlebih dahulu, kemudian digitalisasi surat pengantar tersebut dengan memindai surat pengantar. Tahap pengolahan meliputi pemberian kode klasifikasi, pengelompokan berdasarkan bulan pembuatan surat pengantar, pengelompokan secara alfabetis, kemudian pencatatan surat pengantar tersebut supaya lebih terdata, dan terakhir digitalisasi. Setelah pengolahan selesai, hasil file hasil digitalisasi juga perlu diberkaskan agar memudahkan penemuan kembali. Pemberkasan dilakukan dengan melakukan rename atau pemberian nama ulang pada file hasil digitalisasi. dilakukan rename file hasil digitalisasi karena pada saat proses memindai nama file masih berupa “scan_no.urut scan”, dengan nama file yang seperti akan mempersulit dan memakan waktu lama untuk menemukan file tersebut. Rename file menggunakan format “[Nomor (sesuai urutan fisik surat yang telah diolah). Nama Penerbit]. Setelah rename selesai kemudian membuat folder Alfabet sebagai bentuk pemberkasan, file ditempatkan pada folder alfabet sesuai dengan huruf awal nama penerbit dan sesuai dengan pemberkasan pada fisik surat pengantar. Saat penerimaan karya cetak, ternyata masih ada beberapa penerbit yang tidak menyertakan surat pengantar karya cetak. Selain tidak menyertakan surat pengantar, ada juga penerbit yang hanya menyertakan daftar karya cetak yang diserahkan, bon pengiriman, invoice, dan lain lain. Di masa mendatang diharapkan penerbit dapat menyertakan surat pengantar yang setidaknya memuat: kop, nomor surat, tanggal, daftar karya cetak yang diserahkan, dan tanda tangan. Mengingat surat pengantar tersebut merupakan bukti pengiriman karya cetak dan sebagai bahan pengawasan kepatuhan penyerahan karya cetak, sudah sepatutnya surat pengantar tersebut dikelola dengan baik.
Jambi – Perpustakaan Nasional kembali mengadakan Sosialisasi Undang-undang nomor 13 tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam pada 26 Juni 2019. Kegiatan sosialisasi ini mengundang peserta diantaranya dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi, Organisasi Perangkat Daerah Provinsi, penerbit monograf, penerbit surat kabar, dan pengusaha rekaman di Jambi. Acara dibuka dengan sambutan Kadis Prov Jambi. Beliau mengatakan “Serah simpan karya cetak dan karya rekam adalah tolok ukur kemajuan bangsa, dalam pelaksanaan serah simpan karya cetak dan karya rekam harus berasaskan transparansi agar dapat diketahui dan dimengerti oleh semua pihak, baik itu stakeholder maupun masyarakat”. “Undang-Undang No 4 Tahun 1990 dirasa kurang relevan lagi, dengan sosialisasi Undang-Undang No 13 Tahun 2018 ini diharapkan agar masyarakat mengetahui dan memahami UU ini dan dapat meningkatkan layanan perpustakaan khususnya perpustakaan provinsi dan kab kota di Provinsi Jambi.” Lanjutnya. Acara dilanjutkan dengan arahan dari Direktorat Deposit Perpusnas dengan pembicara Nurcahyono, Martono, Esther Ginting, Gibran Bima Ghafara, Suci Indrawat dan Teguh Gondomono. Secara umum dalam arahan perwakilan Direktorat Deposit menjelaskan bahwa UU no 13 tahun 2018 adalah revisi dari UU no 4 tahun 1990. UU ini direvisi karena dinilai kurang efektif dalam pelaksanaannya. Dengan kemajuan teknologi UU no 4 tahun 1990 belum mengatur lebih jauh tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam(SSKCKR). PP pelaksanaan UU 13 sedang disusun dan Perpusnas berharap kontribusi dari daerah agar UU dan PP nya dapat terlaksana. Acara ditutup dengan sesi diskusi. Secara umum peserta menanyakan terkait detail UU no 13 tahun 2018, seperti sanksi pidana yang berubah menjadi sanksi administrasi, pelaksanaan pasal, belum adanya perintah untuk menjalankan UU di Kabupaten.
Jakarta - Kepatuhan serah simpan berkaitan dengan pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Dalam UU ini, setiap penerbit wajib menyerahkan 2 (dua) eksemplar dari setiap judul karya cetak kepada Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) dan 1 (satu) eksemplar pada perpustakaan provinsi tempat domisili penerbit. Dalam UU ini juga dinyatakan bahwa setiap produsen karya rekam wajib menyerahkan 1 (satu) salinan rekaman dari setiap judul karya rekam yang berisi nilai sejarah, budaya, pendidikan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Perpusnas dan 1 (satu) salinan kepada perpustakaan provinsi tempat domisili produsen karya rekam. Target Kinerja Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan pada tahun 2020 untuk persentase peningkatan jumlah koleksi KCKR yang terhimpun adalah sebesar 5% dengan jumlah penghimpunan KCKR sebanyak 350.000 eksemplar. Berdasarkan pelaksanaan kegiatan selama tahun 2020, KCKR yang berhasil dihimpun adalah sebanyak 420.000 eksemplar. Apabila capaian tersebut dibandingkan dengan penghimpunan KCKR pada tahun 2019 yaitu sebanyak 396.198 eksemplar, maka penghimpunan KCKR pada tahun 2020 mengalami kenaikan dengan persentase realisasi sebesar 6,01%. Penghimpunan KCKR oleh Perpusnas sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2020 mencapai 2.270.798 eksemplar. KCKR yang dihimpun terdiri dari karya cetak sejumlah 1.1422.898 eksemplar, karya rekam yang terdiri atas karya rekam analog dan digital sejumlah 792.255 eksemplar, dan karya jenis Perserikatan Bangsa-Bangsa/Terbitan Internasional-Regional (PBB/TIR) sejumlah 55.645 eksemplar. Koleksi karya cetak mendominasi pencapaian penghimpunan KCKR. Bahan perpustakaan jenis karya cetak yang dihimpun antara lain koleksi monograf, koleksi serial, literatur kelabu (grey literature), dan peta. Koleksi karya rekam terdiri atas koleksi karya rekam analog yang berupa CD, VCD, DVD, dan CD-ROM. Koleksi karya rekam yang lain adalah koleksi karya rekam digital yang terdiri atas buku digital, musik digital, dan koleksi jurnal. Koleksi PBB/TIR adalah koleksi yang dikirim oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga luar negeri. Mulai tahun 2020, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan tidak lagi menghimpun koleksi PBB/TIR. Secara umum target kinerja penghimpunan KCKR yang tertuang dalam manual Indikator Kinerja Utama Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan telah tercapai, namun dari fenomena ini meninggalkan beberapa catatan terkait dengan tingkat kepatuhan penerbit dan pengusaha rekaman dalam melaksanakan UU SSKCKR. Data kepatuhan serah simpan penerbit dan pengusaha rekaman dalam melaksanakan serah simpan pada tahun 2020 menunjukkan level belum patuh. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Tahun 2020 memperlihatkan bahwa setidaknya ada dua faktor yang memengaruhi rendahnya tingkat kepatuhan penerbit yaitu: a. Implementasi UU SSKCKR belum maksimalSaat ini tingkat kepatuhan penerbit dan produsen karya rekam pelaksana UU SSKCKR masih berada dalam level belum patuh. Level belum patuh diperoleh dengan membandingkan antara jumlah potensi terbitan dari seluruh penerbit dan produsen karya rekam yang ada di Indonesia dengan jumlah pelaksana UU SSKCKR. b. Pelaksanaan sanksi administratif yang belum terlaksanaSebagai sebuah produk hukum yang di dalamnya memuat hak dan kewajiban, UU SSKCKR memberikan sanksi-sanksi kepada penerbit dan pengusaha rekaman yang tidak patuh melaksanakan UU ini. Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8, penerbit dan pengusaha rekaman yang tidak melaksanakan dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. pembekuan kegiatan usaha; dan/atau c. pencabutan izin.Sanksi administratif diberikan atas rekomendasi dari Perpusnas atau perpustakaan provinsi. Sejak UU SSKCKR ini disahkan, Perpusnas belum pernah menegakkan sanksi administratif tersebut kepada penerbit dan pengusaha rekaman. Rekomendasi pemberian sanksi administratif seyogyanya menjadikan para penerbit dan pengusaha rekaman patuh melaksanakan UU SSKCKR. Data Kepatuhan Serah Simpan Provinsi IndonesiaBerdasarkan data kepatuhan serah simpan Indonesia yang berasal dari pangkalan data pengelolaan data KCKR yang digunakan Perpusnas dalam aplikasi Inlis, dapat ditelaah faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya tingkat kepatuhan penerbit. Data yang diambil menggunakan durasi data dari 1 Januari 2020 sampai dengan 2 Maret 2021. Sebagaimana disebutkan di atas, jumlah KCKR yang berhasil dihimpun Perpusnas pada tahun 2020 adalah sejumlah 420.000 eksemplar dan dapat dijelaskan pada tabel berikut. KCKR Item Eksemplar Rekam Analog 153 213 Monograf 54.688 112.669 Surat Kabar 20 2077 Peta 21 42 Atlas 31 61 Majalah 98 647 Laporan 23 136 Buletin 22 98 Grey Literature 4.886 8.283 Tabloid 5 37 Jurnal Cetak 83 203 Rekam Digital 295.534 295.534 Pada tabel di atas terlihat semakin banyak koleksi karya rekam digital yang berhasil dihimpun dengan jumlah 295.534 eksemplar. Koleksi terbanyak kedua adalah koleksi karya cetak yang terdiri atas bentuk monograf, surat kabar, peta, dan atlas. Koleksi karya cetak yang lain adalah majalah, laporan, buletin, grey literature, tabloid, dan jurnal cetak yang menyumbang angka 59.877 judul dan 124.253 eksemplar. Pada tabel tersebut terlihat penghimpunan koleksi rekam analog yang berupa CD, VCD, DVD, dan CD-ROM menunjukkan angka yang relative kecil, yaitu hanya sejumlah 153 judul dan 213 eksemplar. Kondisi ini memang menunjukkan semakin jarangnya perusahaan rekaman yang memproduksi karya dalam bentuk analog dan beralih ke bentuk elektronik dan digital. Pada tahun 2020 SSKCKR dilaksanakan oleh pelaksana serah (penerbit dan produsen karya rekam) dengan total sejumlah 2.697 pelaksana serah. Para pelaksana serah ini berasal dari seluruh wilayah Indonesia yang terdiri dari 34 provinsi. Dengan diwakilinya pelaksana serah dari setiap provinsi menunjukan jika UU SSKCKR telah tersosialisasikan di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Tingkat kepatuhan pelaksana serah di seluruh provinsi Indonesia tahun 2020 adalah sebesar 39,1. Hal ini dihasilkan dari penghitungan KCKR yang diserahkan ke Perpusnas dibagi dengan seluruh jumlah karya cetak/rekam yang seharusnya didepositkan. Untuk karya monograf ber-ISBN dilakukan dengan membandingkan total judul ISBN yang diminta pada tahun 2020 dengan total buku ber-ISBN yang didepositkan. Untuk koleksi serial seperti surat kabar, majalah, bulletin, dan jurnal dengan cara membandingkan berapa kali koleksi tersebut terbit pada tahun 2020 dengan jumlah koleksi tahun 2020 yang diserahkan ke Perpusnas. Provinsi dengan Kepatuhan Serah Simpan TertinggiData kepatuhan serah simpan tahun 2020 menunjukkan provinsi Kalimantan Barat menduduki peringkat tertinggi kepatuhan serah simpan dengan jumlah 58,7 dari 13 pelaksana serah. Kemudian disusul oleh provinsi Sulawesi Tenggara dengan nilai kepatuhan 54,7 dari 17 pelaksana serah. Tabel berikut memperlihatkan 10 provinsi dengan nilai kepatuhan tertinggi. No. Provinsi Jumlah Pelaksana Serah Kepatuhan 1 Kalimantan Barat 13 58,7 2 Sulawesi Tenggara 17 54,7 3 Gorontalo 9 53,5 4 Jambi 19 53,0 5 Sumatera Selatan 30 51,6 6 Papua Barat 5 50,0 7 Papua 4 50,0 8 Riau 33 49,2 9 Kalimantan Utara 4 48,3 10 Banten 89 46,3 Berdasarkan data di atas, secara umum dapat disimpulkan jika provinsi yang memiliki nilai kepatuhan tinggi berasal dari luar Pulau Jawa. Hanya satu provinsi yang mewakili Pulau Jawa, yaitu Provinsi Banten yang menduduki tingkat kepatuhan tertinggi nomor 10 dengan jumlah 46,3 dengan pelaksana serah sebanyak 89. Fenomena ini memberikan data jika pelaksana serah yang memiliki kepatuhan tinggi tidak serta merta berasal dari provinsi yang dekat dengan Jakarta sebagai tempat melaksanakan serah simpan. Provinsi dengan jarak yang sangat jauh seperti Papua dan Papua Barat pun mencatatkan diri sebagai provinsi yang memiliki kepatuhan serah simpan cukup tinggi. Provinsi dengan Kepatuhan Serah Simpan TerendahDalam berbagai program sosialisasi UU SSKCKR, Perpusnas mendapatkan banyak masukan untuk memberikan subsidi pendanaan untuk pengiriman koleksi deposit pelaksana serah dari provinsi-provinsi yang jauh dari Jakarta. Dalam koridor UU SSKCKR, hal ini menjadi usulan yang akhirnya tidak disetujui oleh DPR. Pendanaan yang berkaitan dengan biaya pengiriman koleksi serah simpan ke Jakarta menjadi tanggung jawab penuh para pelaksana serah. Data kepatuhan serah simpan menunjukkan jika masalah jauhnya jarak memengaruhi tingkat kepatuhan para pelaksana serah. Data kepatuhan menunjukan provinsi-provinsi dengan tingkat kepatuhan rendah didominasi oleh provinsi yang jauh dari Pulau Jawa seperti Maluku, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Data provinsi dengan kepatuhan serah simpan terendah tergambar pada tabel berikut ini. No. Provinsi Jumlah Pelaksana Serah Kepatuhan 1 Maluku 7 14,0 2 Kalimantan Tengah 25 24,2 3 Sulawesi Barat 9 24,4 4 Nusa Tenggara Timur 15 25,0 5 Maluku Utara 6 25,0 6 Bali 44 30,1 7 Sulawesi Tengah 7 30,3 8 Sulawesi Utara 9 30,6 9 Bengkulu 17 32,0 10 Sumatera Barat 49 32,6 Provinsi dengan Pelaksana Serah TertinggiData kepatuhan serah simpan tahun 2020 menunjukkan bahwa Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur menduduki peringkat tertinggi dari segi jumlah pelaksana serah. DKI Jakarta memiliki sejumlah 613 penerbit dan produsen karya rekam yang melaksanakan kewajiban serah simpan UU SSKCKR. Banyaknya pelaksana serah ini tidak diikuti oleh tingkat kepatuhan serah simpannya. Nilai kepatuhan serah simpan Provinsi DKI Jakarta berada dibawah rata-rata nilai kepatuhan serah simpan nasional yang hanya berada pada tingkat 38,1. Sementara itu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur memiliki nilai kepatuhan serah simpan satu angka di atas nilai rata-rata nasional. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi semua pihak untuk melakukan usaha-usaha yang lebih gigih dalam menarik kemauan pelaksana serah di Pulau Jawa agar lebih tertib melaksanakan kewajiban SSKCKR. Jumlah provinsi dengan jumlah pelaksana serah terbanyak dan nilai kepatuhannya digambarkan pada tabel berikut. No. Provinsi Jumlah Pelaksana Serah Kepatuhan 1 DKI Jakarta 613 38,1 2 Jawa Barat 415 40,0 3 Jawa Timur 353 40,1 4 DIY 312 43,8 5 Jawa Tengah 302 38,1 6 Banten 89 46,3 7 Sumatera Utara 66 33,6 8 Sulawesi Selatan 57 39,6 9 Sumatera Barat 49 32,6 10 Bali 44 30,1 KesimpulanSetelah membaca dan menganalisis data kepatuhan serah simpan Indonesia, dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kepatuhan serah simpan pelaksana serah Indonesia masih rendah dengan nilai 39,1. Nilai ini belum ideal bagi target penghimpunan koleksi deposit Perpusnas. Nilai kepatuhan serah simpan bisa dijadikan sebagai landasan penghimpunan KCKR tahun berikutnya dengan melakukan peningkatan jumlah per tahunnya dalam tahun Renstra 2020-2024.Data kepatuhan serah simpan tahun 2020 juga mengindikasikan bahwa Perpusnas terus mensosialisasikan UU SSKCKR dengan tujuan membangun kesadaran mengenai pentingnya pelaksanaan serah simpan. Pentingnya UU SSKCKR bagi perkembangan ilmu pengetahuan Indonesia dan upaya pelestarian karya cetak dan karya rekam bagi generasi yang akan datang harus terus digalakkan dan disebarluaskan dalam rangka membentuk kesadaran kolektif masyarakat Indonesia akan pentingnya penyerahan karya ke Perpusnas.
Jakarta - Pengelolaan koleksi 1 (satu) eksemplar yang selama ini menjadi sebuah permasalahan dalam pengelolaan hasil serah simpan karya cetak mulai ditemukan solusinya. Koleksi 1 (satu) eksemplar sendiri merupakan bagian dari koleksi hasil pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) yang mewajibkan penerbit untuk mengirimkan karya cetak hasil terbitannya sebanyak 2 (dua) eksemplar untuk tiap judul ke Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Namun demikian, pada kenyataannya banyak penerbit yang mengirim hanya 1 (satu) eksemplar sehingga harus segera dilengkapi kekurangannya untuk dapat memenuhi ketentuan UU yang berlaku. Fenomena di atas dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penerbit tidak atau kurang memahami ketentuan dalam UU SSKCKR yang mengatur hal tersebut. Ada juga penerbit yang telah habis stok cetakan terbitannya sehingga hanya dapat mengirim 1 (satu) eksemplar dan memerlukan waktu untuk mencetak ulang guna melengkapi kekurangannya. Jumlah koleksi 1 (satu) eksemplar yang semakin banyak dan tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan permasalahan baru ke depannya jika tidak segera dicarikan solusi untuk menanganinya. Sehubungan dengan itu, dimulai bulan Juli-Agustus 2021 disusunlah draf Standard Operational Procedure (SOP) pengolahan koleksi 1 (satu) eksemplar untuk mengetahui alur pelaksanaannya. Selain penyusunan draf SOP, tidak kalah penting sebagai kunci dari pengelolaan koleksi 1 (satu) eksemplar adalah kesiapan sistem informasi dalam mengelola koleksi 1 (satu) eksemplar. Saat ini aplikasi Inlis modul deposit sebagai sistem informasi yang digunakan dalam pengelolaan koleksi deposit mulai menghadirkan fitur-fitur yang mampu mengakomodir pengolahan koleksi 1 (satu) eksemplar. Sebagai hasil dari pengembangan sistem informasi ini adalah dapat diinputnya koleksi 1 (satu) eksemplar dengan cara mengedit jumlah koleksi pada saat petugas hendak membuat surat ucapan terima kasih. Selain itu fitur laporan koleksi 1 (satu) eksemplar juga telah tersedia pada modul laporan deposit sehingga tim pemantauan dan pengawasan dapat dengan mudah memperoleh data penerbit yang masih belum melengkapi atau memenuhi ketentuan UU. Tahap pengembangan sistem informasi ini masih terus dilakukan sehingga diharapkan dapat sepenuhnya mendukung pengolahan koleksi 1 (satu) eksemplar. Beberapa kendala yang perlu menjadi perbaikan adalah belum terintegrasinya antara data koleksi 1 (satu) eksemplar dengan portal International Standard Book Number (ISBN), belum tersedianya fitur cek koleksi 1 (satu) eksemplar guna mengetahui apakah koleksi 1 (satu) eksemplar tersebut merupakan koleksi 1 (satu) eksemplar susulan untuk melengkapi kekurangan yang sebelumnya atau memang murni koleksi 1 (satu) eksemplar yang baru diserahkan, serta fitur registrasi untuk pengolahan koleksi 1 (satu) eksemplar. Diharapkan dengan terkelolanya koleksi 1 (satu) eksemplar ini akan memudahkan pemantauan dan pengawasan dari koleksi hasil pelaksanaan UU SSKCKR. Penerbit yang menyerahkan koleksi 1 (satu) eksemplar dapat segera melengkapi kekurangan jumlah koleksinya dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari. Pengolahan koleksi 1 (satu) eksemplar ini menjadi salah satu upaya Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) dalam menghimpun terbitan tanah air yang sesuai dengan ketentuan UU.
Perpustakaan Nasional RI melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) mendukung terwujudnya Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, khususnya DDPKP. Dalam upaya merealisasikan keinginan tersebut, DDPKP menempuh langkah-langkah preventif dalam pencegahan terjadinya tindak korupsi seperti gratifikasi, salah satunya yaitu dengan meluncurkan pin stop gratifikasi yang akan dilaksanakan pada hari senin, 9 Januari 2023 di Ruang Direktur DDPKP.Secara umum, pin stop gratifikasi berbentuk perisai dan bertuliskan “stop gratifikasi” di dalamnya. Adapun filosofi dari pin tersebut, yaitu:1. Tepi Perisai Emas : melambangkan cita-cita kejayaan perpustakaan nasional di masa mendatang yang berkomitmen untuk mencerdaskan bangsa melalui pelayanan ke semua lapisan masyarakat umum.2. Backgroud Putih : warna yang melambangkan netralitas dalam melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat.3. Tangan Berwarna Hijau dan Biru : melambangkan identitas instansi yang berkomitmen dalam mencegah tindak gratifikasi serta kedalaman ilmu pengetahuan yang dimiliki sebagai landasan dalam pengabdian kepada masyarakat, nusa dan bangsa.4. Kata stop dengan warna merah : melambangkan larangan keras atas segala tindakan yang melawan hukum serta mencegah agar tindakan ini tidak terjadi lagi.5. Kata gratifikasi berwarna hitam : melambangkan penghalang dari tindakan tercela dan sisi negatif yang tidak patut untuk diikuti. Peluncuran pin stop gratifikasi diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak gratifikasi baik yang secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat menciptakan kondisi good government yang mendukung WBK dan WBBM.