Berdasarkan Surat Edaran Nomor 3041/2/KPG.10.00/IV.2020 tentang perubahan kedua atas Surat Edaran Nomor 2866/2/KPG.10.00/III/2020 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, maka pegawai yang memiliki tugas yang dapat dikerjakan di rumah, dapat menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah.
Pada 30 April 2020, Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data - Subdirektorat Deposit, telah melakukan penghimpunan metadata karya rekam digital tahun 2018 berupa Audio (ASIRI) sebanyak 700 cantuman. Penghimpunan metadata ini digunakan untuk perhitungan nilai asset karya rekam digital ke DJKN dan untuk dasar pengisian field pada aplikasi e-deposit. Detail metadadata asset yang telah dihimpun, telah diunggah ke google drive subdirektorat deposit.
Kelompok Pengelolaan dan Keamanan Data juga tetap melakukan pengawasan dan uji coba terhadap pengembangan aplikasi e-deposit V.2 dan interoperabilitas aplikasi penghimpun konten web milik Perpustakaan Nasional dengan http://garuda.ristekbrin.go.id/ melalui API.
Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) kembali melaksanakan rapat lanjutan penyusunan Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan dengan melibatkan unit kerja lain di lingkungan Perpustakaan Nasional. Pelaksanaan rapat kali ini kembali melibatkan Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan, dengan mengundang Kelompok yang berbeda, yaitu Kelompok Bibliografi. Rapat diselenggarakan pada 29 Oktober 2021 secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting. Rapat dibuka oleh Koordinator Kelompok Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan (Deposit) Tatat Kurniawati yang memberikan penjelasan umum mengenai penyusunan Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan sebagai awalan informasi bagi kelompok Bibliografi. “Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan merupakan amanat yang diberikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU SSKCKR. Nantinya standar ini akan menjadi acuan di lingkungan Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi guna terciptanya keseragaman pengelolaan koleksi hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam. Perlu diketahui bahwa pengelolaan koleksi serah simpan terdiri atas 8 (delapan) tahapan, yaitu penerimaan, pengadaan, pencatatan, pengolahan, penyimpanan, pendayagunaan, pelestarian, dan pengawasan,” tuturnya. Lebih lanjut Tatat juga menjelaskan bahwa maksud diundangnya perwakilan dari Kelompok Bibliografi karena di dalam Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan ini terdapat pula penjelasan mengenai Bibliografi Nasional dan Bibliografi Daerah. Hadir dalam rapat mewakili Kelompok Bibliografi yaitu Koordinator Pengembangan dan Pengawasan Bibliografi Nasional Indonesia (BNI) dan Katalog Induk Nasional (KIN) Ratna Gunarti dan Subkoordinator Substansi Penyusunan, Penerbitan, dan Pengawasan BNI dan KIN Nasrullah. Secara umum keduanya menyambut baik adanya penyusunan Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan dan koordinasi yang terjalin antara tim penyusun (Kelompok Deposit) dan unit kerja lainnya. Pada saat diskusi, keduanya juga memberikan banyak masukan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bibliografi, mulai dari adanya pedoman atau standar yang digunakan dalam penyusunan BNI dan Bibliografi Daerah hingga penggunaan data Bibliografi Daerah sebagai salah satu kontribusi dalam penyusunan BNI.
Jakarta - Karya cetak dan karya rekam (KCKR) merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang memiliki peranan penting sebagai salah satu tolok ukur kemajuan intektual bangsa, referensi dalam bidang pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian, dan penyebaran informasi dan pelestarian kebudayaan nasional, serta merupakan alat telusur terhadap catatan sejarah, jejak perubahan, dan perkembangan suatu bangsa. Karya-karya tersebut dapat terhimpun dan terkelola dengan disusun dan disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR).Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi UU SSKCKR pada Senin, 8 November 2021 di Hotel Arya Duta, Jakarta. Kegiatan ini dihadiri Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Perwakilan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta, Pimpinan Penerbit dan Produsen Karya Rekam wilayah DKI Jakarta, Koordinator dan Subkoordinator di lingkungan DDPKP, dan staf Kelompok Pengelolaan Hasil Serah Simpan KCKR (Deposit). Narasumber dalam kegiatan ini adalah Pustakawan Ahli Utama Perpusnas Subeti Makdriani, Koordinator Pengelolaan Hasil Serah Simpan KCKR (Deposit) Tatat Kurniawati, dan Vincentia Dyah Kusumaningtyas dari Tim Teknis Deposit.Kegiatan diawali dengan pembukaan oleh Yudhi Firmansyah, dilanjutkan dengan laporan kegiatan oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang. Kemudian Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando berkesempatan membuka acara sekaligus memberikan sambutan. Dalam sambutannya Syarif menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari UU SSKCKR. Filosofi dari UU ini adalah tentang bagaimana negara hadir untuk memfasilitasi orang-orang yang berminat dan berbakat dalam dunia penulisan dan penerbitan KCKR. Masyarakat Indonesia membutuhkan karya terbaik bangsa yang akan mengubah nasib masyarakat di masa mendatang. Dengan kata lain, tanpa pengusaha KCKR bangsa akan stagnan pada ilmu pengetahuan di masa lampau.Syarif juga menegaskan bahwa UU ini memayungi kita untuk mencerdaskan anak bangsa. Menurutnya, salah satu strategi untuk mencerdaskan anak bangsa adalah memaksimalkan peran Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dalam menyosialisasikan kepada pimpinan daerah mengenai buku apa saja yang diperlukan masyarakat di wilayah tersebut.Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Subeti mengenai UU SSKCKR. Dalam paparannya, Subeti menyampaikan bahwa setiap penerbit wajib menyerahkan 2 (dua) eksemplar dari setiap judul karya cetak kepada Perpusnas dan 1 (satu) eksemplar kepada Perpustakaan Provinsi tempat domisili penerbit. Sedangkan untuk produsen karya rekam wajib menyerahkan 1 (satu) salinan rekaman dari setiap judul karya rekam yang berisi nilai sejarah, budaya, pendidikan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Perpusnas.Materi mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU SSKCKR disampaikan oleh Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan KCKR (Deposit) Tatat Kurniawati. Tatat menyampaikan bahwa dasar penyusunan dari PP ini adalah Pasal 6 ayat 3, Pasal 7 ayat 7, Pasal 14, Pasal 28, Pasal 30 ayat 2, serta Pasal 31 ayat 4 UU SSKCKR.Vincentia sebagai narasumber ketiga menyampaikan materi mengenai layanan e-Deposit yang merupakan implementasi dari Pasal 22 UU SSKCKR yang bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat kegiatan penghimpunan, penyimpanan, pengolahan, dan pendayagunaan KCKR, mengintegrasikan berbagai data dari aplikasi lain yang terkait dengan koleksi hasil pelaksanaan UU SSKCKR, serta menyediakan data untuk disajikan di portal pendataan KCKR. Aplikasi e-Deposit dapat diakses melalui https://edeposit.perpusnas.go.id.Kegiatan sosialisasi ditutup dengan sesi diskusi. Pada sesi ini, Eka Nur E. P. mewakili Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta mengusulkan adanya peraturan gubernur yang ditujukan kepada penerbit sehingga Perpustakaan Provinsi lebih mudah untuk memotivasi penerbit dalam menyerahkan karya. Usulan lain disampaikan oleh David dari Penerbit Erlangga, bahwa dibutuhkan sumber daya manusia khusus di internal penerbit dan in house training dari pihak Perpusnas untuk memberikan pengarahan terkait pengunggahan karya rekam ke aplikasi e-Deposit. Kegiatan Sosialisasi UU SSKCKR ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi para subjek serah akan pentingnya pelaksanaannya dan dapat melaksanakan UU ini secara tertib.
Jakarta – Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) sebagai lembaga pemerintahan nonkementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perpustakaan mengemban amanat mulia dalam mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat dan pelestarian hasil budaya bangsa, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 43 tentang Perpustakaan (Pasal 21 ayat 3 poin a dan b). Kelompok Pengembangan Koleksi perpustakaan yang berada di bawah naungan Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan menjadi motor terlaksananya tugas tersebut. Pengembangan koleksi merupakan proses awal dari tahapan kegiatan pengelolaan perpustakaan yang dilakukan untuk membangun koleksi perpustakaan guna memenuhi kebutuhan informasi pemustaka. Pengembangan koleksi yang dilaksanakan oleh Perpusnas meliputi seluruh hasil karya masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk dan media. Surat kabar merupakan salah satu jenis bahan perpustakaan yang diadakan dan sudah sejak lama menjadi koleksi Perpusnas. Surat kabar sebagai salah satu jenis terbitan berkala/serial merupakan salah satu koleksi penting di Perpusnas. Adapun ciri khas yang dimiliki terbitan berkala sehingga terbitan ini menjadi media penyebaran informasi baru yang paling efektif adalah menyediakan informasi mutakhir. Hal inilah yang menjadi pertimbangan diadakannya surat kabar. Perpusnas sebagai unit pemberi jasa/layanan kepada masyarakat selalu menaruh perhatian pada pengukuran kinerja dalam memenuhi kebutuhan informasi pemustaka, dan meyakinkan diri bahwa bahan perpustakaan yang dipilih bermanfaat bagi pemustakanya. Komitmen ini muncul karena ukuran keberhasilan suatu perpustakaan termasuk Perpusnas adalah dari manfaat koleksinya bagi kebutuhan informasi masyarakat. Berdasarkan Peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 3 Tahun 2016 tentang Kebijakan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Nasional, prinsip yang dimiliki Perpusnas dalam mengembangkan koleksi surat kabar sebagai terbitan berkala/serial yaitu:a. Terbitan serial memiliki dewan redaksi atau tim editor yang terdiri atas orang-orang yang dianggap ahli yang bertanggung jawab atas artikel atau rubrik yang disajikan.b. Semua serial yang terbit di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai hasil pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR).c. Terbitan serial luar negeri tentang Indonesia.d. Terbitan serial luar negeri yang terbit di negara anggota ASEAN diutamakan mencakup subjek sosial, politik, dan budaya.e. Subjek/bidang tertentu yang menjadi prioritas kebijakan pemerintah.f. Subjek tentang ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai skala prioritas. Berdasarkan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan tersebut, maka dilakukan pengembangan koleksi surat kabar melalui berbagai tahapan sebagai berikut:1. Survei kebutuhan pemustakaSurvei kebutuhan pemustaka merupakan upaya yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai judul surat kabar yang diinginkan oleh pemustaka. Pengumpulan informasi ini dapat dilakukan melalui penyebaran angket, melakukan kajian kebutuhan pemustaka, hunting langsung ke penerbit/pameran, serta usulan dari unit kerja lain atau organisasi profesi. 2. Seleksi bahan perpustakanSeleksi bahan perpustakaan dilakukan untuk menentukan judul bahan perpustakaan yang akan diadakan. Tujuannya adalah agar koleksi yang diadakan sesuai dengan kebutuhan infomasi pemustaka dan memiliki nilai guna yang tinggi karena banyak dimanfaatkan oleh pemustaka. 3. Verifikasi bahan perpustakaanVerifikasi bahan perpustakaan dalam hal ini adalah memeriksa kepemilikan bahan perpustakaan yang sudah terpilih ke pangkalan data (INLIS). Dari hasil verifikasi tersebut akan diketahui sudah/belum adanya judul surat kabar yang diverifikasi dalam jajaran koleksi. 4. Pengadaan bahan perpustakaanHasil seleksi dan verifikasi yang telah dilakukan dituangkan ke dalam suatu daftar judul bahan perpustakaan yang siap untuk diadakan. Pelaksanaan pengadaan bahan perpustakaan dapat melalui berbagai cara, yaitu:a. Sebagai hasil pelaksanaan UU SSKCKR;b. Pembelian;c. Hadiah dan hibah;d. Tukar menukar;e. Hasil alih media koleksi; danf. Terbitan sendiri.Ketentuan pengadaan untuk bahan perpustakaan serial dalam hal ini adalah surat kabar yang diadakan melalui pembelian adalah dalam bentuk berlangganan. Masing-masing judul surat kabar yang dilanggan adalah sejumlah 1 (satu) eksemplar. Judul surat kabar yang sudah ditentukan untuk dilanggan tersebut harus terus diperpanjang masa langganannya selama surat kabar tersebut masih terbit. Hal ini dimaksudkan agar informasi yang diperoleh dari judul surat kabar tersebut utuh, tidak terpotong atau terputus karena dihentikan langganannya. Ketentuan ini tidak berlaku jika penerbit menghentikan masa terbit surat kabar tersebut, atau ada keputusan khusus yang dikeluarkan oleh Perpusnas terkait surat kabar tersebut. Perpusnas melalui Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan hingga saat ini masih melanggan sejumlah surat kabar nasional dan surat kabar daerah. Judul surat kabar tersebut adalah: NO. SURAT KABAR NASIONAL NO. SURAT KABAR DAERAH 1 Bisnis Indonesia 19 Bali Post 2 Harian Analisa 20 Babel News 3 Harian Ekonomi Neraca 21 Bangka Pos 4 Harian Terbit 22 Harian Pagi Tribun Jogja 5 Warta Kota 23 Harian Umum Gala Media 6 Independent Observer 24 Harian Umum Pikiran Rakyat 7 Investor Daily Indonesia 25 Kabar Banten 8 Jakarta Post, The 26 Kabar Cirebon 9 Jawa Pos 27 Kabar Priangan 10 Kompas 28 Kaltim Post 11 Kontan 29 Pos Belitung 12 Koran Jakarta 30 Pos Kota 13 Koran Sindo 31 Radar Bali 14 Media Indonesia 32 Radar Banten 15 Rakyat Merdeka 33 Radar Bekasi 16 Republika 34 Radar Bogor 17 Suara Pembaruan 35 Radar Cianjur 18 Super Ball 36 Radar Depok 37 Radar Lampung 38 Radar Solo 39 Tribun Medan 40 Tribun Pekanbaru Tabel 1. Daftar Judul Surat Kabar yang Dilanggan Perpusnas Tahun 2021 Perkembangan teknologi yang semakin canggih terutama penggunaan internet yang semakin masif ternyata berimbas negatif terhadap perkembangan penerbitan surat kabar cetak di Indonesia. Ditambah lagi dengan terpaan pandemi COVID-19 yang memperparah kondisi penerbitan surat kabar cetak. Dalam satu dekade ini banyak media massa yang sudah tidak beroperasi lagi. Sebagian media massa cetak yang menghentikan operasi penerbitan surat kabar cetaknya telah bermigrasi ke media digital, tetapi sebagian lagi ada yang benar-benar tutup dan hilang. Beberapa surat kabar tersebut adalah sebagai berikut: NO.JUDULKETERANGAN1Harian Bola-2Harian Pelita-3IndoposBerlanjut di portal daring4Jakarta Globe-5Koran TempoBerlanjut di portal daring6Sentana-7Sinar HarapanBerlanjut di portal daring8Suara Merdeka-9Suara Karya-10Suara Pembaruan-11Suluh Indonesia-12Top Skor-Tabel 2. Daftar Surat Kabar Cetak yang Sudah Berhenti Terbit Fenomena ini memang tidak bisa dihindari, pada era 4.0 yang ditandai dengan internet of things (IoTs) atau serba internet, memaksa berbagai jenis bisnis untuk shifting mengembangkan usaha berbasis digital. Beberapa surat kabar cetak boleh mati, namun jurnalismenya tetap hidup di platform berita yang sesuai perkembangan teknologi dan perilaku masyarakat. Perpusnas sebagai Lembaga yang berperan penting terhadap kelestarian hasil budaya bangsa, sampai kapan pun akan tetap menyimpan dan merawat dengan baik seluruh surat kabar cetak yang pernah ada di bumi nusantara ini, baik yang sudah berhenti masa terbitnya, sudah beralih ke platform digital, maupun yang paling utama adalah yang masih terbit hingga saat ini. Dengan demikian seluruh informasi yang terkandung dalam surat kabar tersebut tetap dapat diperoleh dan dinikmati oleh siapa pun dan sampai kapan pun.
Jakarta - Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 10 menyebutkan bahwa bahan perpustakaan adalah semua hasil karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam. Salah satu bahan perpustakaan yang termasuk di dalamnya adalah bahan kartografi. Bahan kartografi dapat diartikan sebagai semua bahan yang menggambarkan bumi atau benda angkasa dalam bentuk skala, seperti gambar, atlas, dan peta, menjadikannya sebagai salah satu bahan perpustakaan yang memiliki nilai informasi representasi dari bumi. Bahan perpustakaan kartografi (peta) mempunyai peran penting dalam menggambarkan data di muka bumi. Peta dapat digunakan sebagai media yang efektif untuk memperoleh gambaran umum mengenai daerah yang dipetakan. Peta dapat dipakai sebagai alat penerjemah ke dalam bentuk visual hasil yang didapat dari bermacam-macam kinerja di lapangan, seperti perencanaan lahan, penelitian bahasa, eksplorasi sumber daya alam, dan sebagainya. Informasi yang diperoleh dari peta lebih cepat dimengerti dari pada melihat kenyataannya. Pemustaka yang banyak membutuhkan informasi dari bahan perpustakaan kartografi adalah pemustaka yang berada di lingkungan pendidikan kedirgantaraan, pelayaran, pertanahan, dan sejenisnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pemustaka akan bahan kartografi, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, berupaya mewujudkan kebutuhan tersebut dengan melakukan kegiatan hunting bahan perpustakaan kartografi. Pada bulan Juni 2021, Tim Hunting yang terdiri dari pustakawan di Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan yaitu Erlina Inderasari, Azas Rahmatullah, dan Aina Pujiyanti melakukan kunjungan ke CV. Indo Prima Sarana salah satu penyedia bahan perpustakaan kartografi di Jakarta, beralamatkan di Jalan Panjang Nomor 27A Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Perusahaan ini adalah perusahaan berskala nasional yang bergerak dalam bidang penerbitan alat peraga pendidikan, buku atlas, peta, globe, dan anatomi. Tim Hunting bertemu dengan Supardi, salah seorang pengelola CV. Indo Prima Sarana. Supardi menjelaskan tentang peran atau fungsi peta sebagai bahan sumber informasi yang banyak memberikan manfaat dan juga keuntungan, maka sebaiknya perpustakaan perlu menyediakannya atau melengkapi koleksinya dengan bentuk kartografi yaitu peta. Saat ini Perpusnas telah mengakuisisi sejumlah 1.548 judul peta yang dapat dilihat melalui https://khastara.perpusnas.go.id/. Terdapat bermacam jenis koleksi kartografi seperti peta topografi, peta tematik, peta kota (city maps), peta umum (general maps), serta globe dan model (globes and models). Koleksi tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pemustaka akan sumber informasi serta memberikan banyak manfaat dan keuntungan dalam hal penelusuran informasi yang lebih efisien dan cepat.
Jakarta - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini menunjukkan bahwa masyarakat telah hidup pada era digital yang dinamis. Karya rekam digital merupakan salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan menjadi salah satu koleksi yang dilestarikan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Dalam rangka memberi acuan umum harga, batasan, indikator penilaian, serta nilai suatu aset digital dalam satuan rupiah, supaya karya rekam digital dapat dipertanggungjawabkan sebagai barang milik negara, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun pedoman berdasarkan pengalaman-pengalaman (best practice) serta saran dan masukan dari pihak internal maupun eksternal. Salah satu instansi yang dipercaya untuk memberikan saran terkait penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital adalah Relawan Jurnal Indonesia. DDPKP menyelenggarakan pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan mengundang narasumber dari Relawan Jurnal Indonesia yang dilaksanakan pada Rabu, 27 Oktober 2021 melalui media zoom meeting yang dihadiri oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang, Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati, Subkoordinator Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati, narasumber dari Relawan Jurnal Indonesia, tim teknis karya rekam deposit, serta tim pengelolaan karya rekam deposit. Dalam sambutannya Emyati berharap dengan adanya pertemuan ini narasumber dapat memberikan masukan dalam penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital. Selanjutnya narasumber dari Relawan Jurnal Indonesia Dwi Fajar Saputra, atau sering dipanggil dengan nama Dudu, menyampaikan bahwa dalam pedoman akreditasi jurnal disebutkan bahwa jurnal ilmiah yang diajukan untuk akreditasi harus memenuhi memiliki pengenal objek digital (digital object identifier atau DOI). Berdasarkan pertimbangan tersebut, DOI dapat menjadi salah satu indikator dalam penaksiran nilai aset karya rekam digital. Dalam penentuan harga sebuah jurnal ditemukan kesulitan karena setiap pengelola jurnal memiliki kebijakan masing-masing dalam menentukan harga sebuah artikel jurnal ilmiah. Misalnya dari sisi DOI, adanya biaya registrasi di Crossref senilai 1 USD ditambahkan dengan biaya pengelolaan jurnal ilmiah berupa article processing charge yang merupakan hak penulis jika tulisannya diterbitkan. Dudu menyetujui bahwa aspek tahun terbit dan hak akses file dapat menentukan besarnya harga karya rekam digital, sedangkan untuk aspek jumlah halaman dan ukuran file perlu dipertimbangkan kembali. Selain itu, Dudu menambahkan bahwa perlu adanya aspek lain dalam indikator penilaian aset karya rekam digital seperti aspek kelengkapan metadata. Dengan dilaksanakannya rapat pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan Relawan Jurnal Indonesia ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pedoman yang dapat membantu pegawai dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga mempermudah proses penentuan harga, memberikan acuan dalam rangka menaksir harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, peta, serial, music, dan film, serta untuk mengetahui jumlah kekayaan atau aset negara yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR).
Jakarta - Karya rekam digital adalah karya yang dapat dilihat, didengar, dan ditampilkan melalui komputer atau alat baca digital lainnya. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Karya rekam digital merupakan salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan menjadi salah satu koleksi yang dilestarikan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Sampai saat ini belum ada pedoman penilaian aset karya rekam digital sehingga Perpusnas belum dapat menentukan besarnya nilai aset karya rekam digital. Dalam rangka memberi acuan umum harga, batasan, indikator penilaian, serta nilai suatu aset digital dalam satuan rupiah, supaya karya rekam digital dapat dipertanggungjawabkan sebagai barang milik negara, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun pedoman berdasarkan pengalaman-pengalaman (best practice) serta saran dan masukan, baik dari pihak internal maupun eksternal. Salah satu instansi yang dipercaya untuk memberikan saran terkait penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). DDPKP menyelenggarakan pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan mengundang narasumber dari Direktorat Penilaian DJKN yang dilaksanakan pada Kamis, 21 Oktober 2021 pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00 melalui media zoom meeting. Acara ini dihadiri oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan EMyati Tangke Lembang, Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati, Subkoordinator Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati, Tim Teknis Karya Rekam Deposit, serta Tim Pengelolaan Karya Rekam Deposit. Emyati dalam sambutannya berharap dengan adanya pertemuan ini narasumber dapat memberikan masukan dalam penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital. Sementara itu Hermanu Joko Nugroho sebagai salah satu narasumber dari DJKN dalam paparannya menyampaikan bahwa karya rekam digital masuk dalam klasifikasi “aset tetap lainnya”. Hal ini mengacu pada Buletin Teknis 09 tentang Akuntansi Aset Tetap, yaitu aset yang termasuk dalam klasifikasi aset tetap lainnya adalah bahan perpustakaan/buku dan non buku, barang bercorak kesenian/kebudayaan/olahraga, hewan, ikan, dan tanaman. Aset ini diakui pada saat diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai. Narasumber kedua dari DJKN Nafiantoro Agus Setiawan menambahkan bahwa kemungkinan yang paling banyak diaplikasikan dalam penilaian aset karya rekam digital adalah pendekatan biaya, karena di samping jumlahnya banyak, penilaiannya juga cukup massal, kunci kevalidannya adalah pada faktor apa saja yang dimasukkan dalam penilaian. Selanjutnya dalam sesi diskusi Hermanu dan Nafiantoro sepakat bahwa nilai dari produk digital diukur dalam ukuran Mega Byte karena besaran itu akan memengaruhi seberapa besar kapasitas penyimpanan yang akan dipakai oleh file tersebut. Nafiantoro mengatakan bahwa perlu adanya ketentuan yang disepakati mengenai pola kenaikan harga file setiap tahunnya, untuk menyederhanakan bisa dibuat range 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun. Penilaian aset dalam bentuk PDF dapat dilakukan dengan menentukan harga per halaman, lalu dikalikan dengan jumlah halaman maka akan terkoreksi berdasarkan tahun dengan sendirinya. Hermanu juga mengimbau agar menghindari adanya double adjusment terkait dengan komponen konversi berdasarkan jumlah halaman.Dengan dilaksanakannya rapat pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan DJKN ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pedoman yang dapat membantu pegawai dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga mempermudah proses penentuan harga, memberikan acuan dalam rangka menaksir harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, peta, serial, musik, dan film, serta untuk mengetahui jumlah kekayaan atau aset negara yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan UU SSKCKR.