Penyusunan Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan Akan Melibatkan Unit Kerja Lain di Lingkungan Perpustakaan Nasional

Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) kembali melaksanakan rapat lanjutan penyusunan Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan sebagai bentuk perwujudan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU SSKCKR. Rapat diselenggarakan pada 3 Agustus 2021 secara daring melalui aplikasi zoom meeting dengan menghadirkan perwakilan tim penyusun dan narasumber dari luar Perpusnas. Rapat lanjutan ini dibuka oleh Koordinator Kelompok Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati dan dilanjutkan dengan sambutan sekaligus arahan dari Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang. Tatat dan Emyati sama-sama memberikan semangat dan ucapan terima kasih kepada seluruh tim penyusun karena sudah menyempatkan diri dan berbagi waktu serta pikirannya untuk membantu Perpusnas dalam memenuhi amanat UU SSKCKR. Selepas sambutan dan arahan tersebut, rapat dilanjutkan dengan sesi diskusi. Tatat yang berperan sebagai moderator membuka diskusi dengan menjelaskan kepada narasumber dan tim penyusun bahwa penyusunan Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan ini akan melibatkan banyak unit kerja yang ada di Perpusnas. “Ada beberapa poin dalam standar ini yang sudah bukan menjadi tupoksi dari Kelompok Deposit. Namun, tetap perlu kita buat rancangannya dan nantinya akan kita diskusikan dengan unit kerja lain. Sebagai contoh poin pengolahan yang kini menjadi tupoksi dari unit kerja Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan dan poin pelestarian yang merupakan tupoksi dari unit kerja Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan,” tuturnya. Emyati sependapat dengan Tatat, ia pun menambahkan mengenai poin pengadaan yang nantinya akan dibahas bersama dengan Kelompok Pengembangan Koleksi Perpustakaan yang kini sudah memiliki “rumah” yang sama dengan Kelompok Deposit, yaitu DDPKP.  Hadir menanggapi dan mengarahkan hasil draf Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan, Asep Saeful Rohman (Universitas Padjadjaran) dan Firman Ardiansyah (Institut Pertanian Bogor) memberikan banyak masukan dan arahan mengenai isi dari standar yang sudah dirancang oleh tim penyusun. Mereka secara gamblang mengarahkan tim untuk mengelompokkan poin-poin yang sudah dibuat dan memberikan batasan kalimat yang akan masuk ke dalam standar. Hal tersebut disampaikan, mengingat masih ada beberapa usulan yang sifatnya cukup teknis dan nantinya bisa dimasukkan ke dalam usulan Petunjuk Teknis sebagai turunan dari Standar Pengelolaan Koleksi Serah Simpan.

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Survei Kepuasan Internal Pengelola Karya Cetak dan Karya Rekam

Jakarta - Survei Kepuasan adalah kegiatan pengukuran secara komprehensif tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik dengan tujuan untuk mengetahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggara pelayanan publik dan untuk mengetahui kinerja penyelenggara pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik.   Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR), Pasal 25 ayat (1) menyatakan bahwa Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan Perpustakaan Provinsi mendayagunakan seluruh koleksi serah simpan. Selanjutnya Pasal 30 ayat (1) huruf c memuat bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam pelaksanaan SSKCKR dengan cara membangun budaya literasi melalui pendayagunaan koleksi serah simpan.   Sementara itu Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU SSKCKR pada Pasal 19 ayat (3) menyatakan bahwa pendayagunaan koleksi serah simpan yang dilaksanakan oleh Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi dilakukan dalam rangka sebagai koleksi rujukan dan dimanfaatkan melalui layanan tertutup dan/atau untuk mendukung pelaksanaan layanan perpustakaan. Kemudian pada Pasal 25 ayat (1) huruf c yang memuat pula tentang peran serta masyarakat dalam pelaksanaan SSKCKR dengan cara membangun budaya literasi melalui pendayagunaan koleksi serah simpan.   Berdasarkan muatan dalam UU dan PP tersebut, terlihat jelas keterkaitan antara pendayagunaan koleksi serah simpan yang dilakukan oleh Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi dengan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan SSKCKR. Dengan demikian, perlu dilaksanakan survei kepuasan internal yang bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat pelaksana serah KCKR terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh Perpusnas, dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP).   Survei kepuasan internal yang dilakukan oleh DDPKP meliputi kegiatan pendayagunaan koleksi KCKR, pelayanan penerimaan KCKR, serta pada layanan e-Deposit. Semua survei kepuasan internal pengelola KCKR ditujukan kepada penerbit maupun produsen karya rekam. Tahap pertama dari kegiatan survei adalah menentukan populasi untuk menemukan sampel yang akan ditujukan bagi penerbit dan produsen karya rekam. Setelah sampel telah ditentukan, selanjutnya akan dibagi menjadi dua metode survei kepuasaan, yaitu layanan Karya Cetak dan Layanan e-Deposit. Kemudian tim dari pengelola KCKR akan memberikan tautan (link) survei kepuasan melalui pesan WhatsApp yang terintegrasi pada Google Drive untuk penyimpanan hasil survei kepuasan dari penerbit dan produsen karya rekam.   Dengan dilakukannya survei kepuasan ini, kualitas pelayanan yang sudah baik diharapkan dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan lagi. Upaya DDPKP dalam meningkatkan kualitas pelayanan secara konsisten diharapkan juga dapat memberikan kemudahan bagi penerbit atau produsen karya rekam dalam mendapatkan informasi dan mengajukan keluhan.

Penulis : Rizki Bustomi ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Perpustakaan Nasional melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Menyusun Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital dengan Melibatkan Pihak Akademisi

Jakarta - Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) mengadakan rapat bersama dengan Universitas Padjadjaran terkait pembahasan penyusunan Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital pada Jumat, 29 Oktober 2021. Rapat dibuka dengan sambutan dan paparan singkat dari Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang. Acara dilanjutkan dengan paparan dari tim penyusun dan diskusi. Di sela-sela diskusi, Nurmaya Prahatmaja dan Andri Yanto selaku perwakilan dari Universitas Padjadjaran memberikan beberapa masukan terkait indikator yang digunakan untuk penilaian aset. Nurmaya menyampaikan bahwa untuk tolok ukur dan nilai harga aset file PDF sebaiknya tidak hanya dinilai berdasarkan fisiknya saja, tetapi konten dalam PDF juga lebih baik diperhitungkan. Kemudian untuk indikator file teks, bahasa juga sebaiknya dimasukkan dalam indikator. Menanggapi masukan tersebut, Subkoordinator Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati menjelaskan bahwa konten sebenarnya juga telah menjadi diskusi tersendiri di internal DDPKP, namun untuk menilai isi (konten) ini membutuhkan sumber daya manusia yang memadai sehingga masih kesulitan untuk melakukan penilaian berdasarkan isi. Andri juga turut memberikan masukan dan menjelaskan bahwa sebaiknya penghitungan penaksiran harga antara aset yang berasal dari alih media dan born digital dibedakan, dengan begitu penilaian pada setiap aset bisa semakin jelas. Nurmaya kemudian menambahkan bahwa untuk mengetahui perbedaan antara aset yang born digital dan alih media, memerlukan orang yang bisa menyeleksi tentang kebenaran dari dua hal tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini keberadaan kurator digital memang sangat diperlukan untuk menilai kedua hal tersebut. Pada akhir rapat, Nurmaya kembali memberikan saran agar tim penyusun bisa merujuk sumber referensi dari The International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA) bila ingin memperkaya indikator-indikator untuk penilaian aset karya rekam digital. Ia menyebutkan bahwa bacaan tersebut berguna sebagai komparasi dalam pembuatan Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital.Masukan maupun saran dari hasil Rapat Pembahasan Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital ini nantinya diharapkan dapat membuat Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital yang sedang dibuat menjadi lebih baik.

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Masukan Penerbit Diperlukan dalam Menentukan Taksiran Harga didalam Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital

Jakarta - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam ((SSKCKR), pada Pasal 5 ayat (1) diamanatkan bahwa karya cetak dan karya rekam (KCKR) yang telah diserahkan kepada Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan Perpustakaan Provinsi menjadi barang milik negara atau barang milik daerah. Sejak 2018, Perpusnas mulai menerima karya rekam digital yang secara otomatis menjadi aset negara. Sampai saat ini, belum ada pedoman penilaian aset karya rekam digital yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menaksir harga karya digital tersebut. Perpusnas melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan berkolaborasi  atau melibatkan berbagai pihak. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu pedoman yang lengkap dan representatif untuk berbagai koleksi digital seperti e-book, serial digital, peta digital, audio, dan film. Pada Rabu, 27 Oktober 2021 DDPKP melaksanakan pertemuan secara daring dengan Penerbit Gramedia yang diwakili oleh Oedik W. S. dan Wawan R. H. Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang dalam arahannya menyampaikan bahwa pedoman ini harus sesegera mungkin diselesaikan penyusunannya. Nantinya pedoman ini akan menjadi acuan, baik untuk Perpusnas maupun Perpustakaan Provinsi di seluruh di Indonesia, dalam hal penaksiran harga karya rekam digital. Dalam pembahasan pedoman ini, Oedik memberikan berbagai masukannya terkait koleksi digital terutama e-book, antara lain tolok ukur kuantitatif, dan format e-book yang umum pada saat ini berupa e-pub. Oedik juga menyampaikan bahwa aset merupakan nilai yang pernah dibeli, jadi harga pembelian akan dijadikan acuan nilai dalam inventarisir objek digital. Selain itu, ia memberikan gambaran mengenai model penjualan di Gramedia. Ia juga setuju bahwa semakin baru suatu karya digital maka harganya semakin mahal, tetapi khusus buku lama yang diterbitkan kembali (cetak ulang), harganya mengikuti harga saat ini. Tak kalah penting, Wawan juga menyampaikan bahwa dari sisi format banyak sekali tools yang bisa membuat atau mengonversi suatu file. Ada aplikasi paling sederhana untuk konversi file dari teks ke format e-pub, misalnya Google Docs. Selain itu, ia juga menanyakan bahwa apakah storage dan biaya perawatan server akan menjadi pertimbangan dalam penafsiran harga karya rekam digital.

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
DOI Dapat Menjadi Salah Satu Indikator dalam Penaksiran Nilai Aset Karya Rekam Digital

Jakarta - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini menunjukkan bahwa masyarakat telah hidup pada era digital yang dinamis. Karya rekam digital merupakan salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan menjadi salah satu koleksi yang dilestarikan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Dalam rangka memberi acuan umum harga, batasan, indikator penilaian, serta nilai suatu aset digital dalam satuan rupiah, supaya karya rekam digital dapat dipertanggungjawabkan sebagai barang milik negara, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun pedoman berdasarkan pengalaman-pengalaman (best practice) serta saran dan masukan dari pihak internal maupun eksternal. Salah satu instansi yang dipercaya untuk memberikan saran terkait penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital adalah Relawan Jurnal Indonesia. DDPKP menyelenggarakan pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan mengundang narasumber dari Relawan Jurnal Indonesia yang dilaksanakan pada Rabu, 27 Oktober 2021 melalui media zoom meeting yang dihadiri oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang, Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati, Subkoordinator Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati, narasumber dari Relawan Jurnal Indonesia, tim teknis karya rekam deposit, serta tim pengelolaan karya rekam deposit. Dalam sambutannya Emyati berharap dengan adanya pertemuan ini narasumber dapat memberikan masukan dalam penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital. Selanjutnya narasumber dari Relawan Jurnal Indonesia Dwi Fajar Saputra, atau sering dipanggil dengan nama Dudu, menyampaikan bahwa dalam pedoman akreditasi jurnal disebutkan bahwa jurnal ilmiah yang diajukan untuk akreditasi harus memenuhi memiliki pengenal objek digital (digital object identifier atau DOI). Berdasarkan pertimbangan tersebut, DOI dapat menjadi salah satu indikator dalam penaksiran nilai aset karya rekam digital. Dalam penentuan harga sebuah jurnal ditemukan kesulitan karena setiap pengelola jurnal memiliki kebijakan masing-masing dalam menentukan harga sebuah artikel jurnal ilmiah. Misalnya dari sisi DOI, adanya biaya registrasi di Crossref senilai 1 USD ditambahkan dengan biaya pengelolaan jurnal ilmiah berupa article processing charge yang merupakan hak penulis jika tulisannya diterbitkan. Dudu menyetujui bahwa aspek tahun terbit dan hak akses file dapat menentukan besarnya harga karya rekam digital, sedangkan untuk aspek jumlah halaman dan ukuran file perlu dipertimbangkan kembali. Selain itu, Dudu menambahkan bahwa perlu adanya aspek lain dalam indikator penilaian aset karya rekam digital seperti aspek kelengkapan metadata.  Dengan dilaksanakannya rapat pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan Relawan Jurnal Indonesia ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pedoman yang dapat membantu pegawai dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga mempermudah proses penentuan harga, memberikan acuan dalam rangka menaksir harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, peta, serial, music, dan film, serta untuk mengetahui jumlah kekayaan atau aset negara yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR).

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Menghadirkan Kembali Narasumber dari DJKN dalam Penyusunan Draf Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital

Jakarta - Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) bersama dengan Direktorat Penilaian DJKN telah mengadakan rapat bersama secara daring pada Selasa, 26 Oktober 2021 untuk mendiskusikan tentang penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital. Pedoman ini disusun guna menjadi salah satu acuan dalam pelaksanaan kegiatan penilaian aset karya rekam digital yang dilakukan oleh para pemilik aset digital khususnya para pelaksana simpan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat provinsi. Rapat diawali dengan pembukaan dari Subkoordinator Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati dan Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati, kemudian dilanjutkan dengan paparan singkat terkait pedoman penilaian aset karya rekam digital yang disampaikan oleh Suci. Pada rapat tersebut Kasubdit SPBSDA Direktorat Penilaian DJKN Nafiantoro Agus Setiawan memberikan masukan berupa revisi penggunaan kata “penilaian” dalam pedoman menjadi “penaksiran”. Nafiantoro menjelaskan bahwa penilaian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang penilai, dalam artian bahwa penilai adalah seseorang yang diangkat oleh Menteri Keuangan. Namun, pada kegiatan ini yang melakukan penilaian adalah Perpusnas, oleh karena itu menurutnya akan lebih tepat apabila menggunakan kata “penilaian” direvisi menjadi “penaksiran”. Selain itu, Ia juga memberikan tanggapan terkait penghitungan taksiran harga dari aset karya rekam digital yang diuraikan pada pedoman. “Dalam pembuatan pedoman penilaian aset karya rekam digital ini, perlu adanya pandangan dari penerbit dan pengusaha karya rekam untuk memberikan masukan mengenai taksiran harga. Bila kisarannya masih tidak terlalu jauh, maka dianggap penghitungan tersebut bisa digunakan,” demikian tuturnya. Kasubdit SPP Direktorat Penilaian DJKN Hermanu Joko Nugroho juga memberikan saran tentang pembuatan pedoman tersebut. Hermanu menjelaskan bila penghitungan taksiran harga juga berdasarkan pada kurs dollar, maka kurs dollar per tahunnya lebih baik dimasukkan ke dalam sistem sesuai dengan kapan aset tersebut diterbitkan, sehingga penghitungan taksiran harga aset nantinya akan menjadi lebih fleksibel. Selain Nafiantoro dan Hermanu, Vincentia Dyah dari tim penyusun pedoman penilaian aset karya rekam digital ikut memberikan masukan mengenai pemberian keterangan tambahan terkait tidak dimasukkannya kandungan informasi sebagai pertimbangan penilaian aset di dalam ruang lingkup pedoman. “Sebaiknya pada pedoman dijelaskan bahwa penilaian tidak melihat berdasarkan konten, namun penilaian ini didasarkan pada metadata file digitalnya. Hal tersebut lebih baik dicantumkan dalam ruang lingkup,” pungkasnya.  Ada banyak masukan sekaligus saran dari pihak Direktorat Penilaian DJKN serta tanggapan dari DDPKP dalam rapat lanjutan tersebut. Diharapkan rapat lanjutan ini bisa membuat pedoman penilaian aset karya rekam digital menjadi lebih sempurna.

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Interoperabilitas Diharapkan Dapat Memberikan Manfaat dalam Berbagi Informasi

Jakarta - Hadirnya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR) yang semakin dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021, memotivasi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) untuk melakukan yang terbaik dalam menghimpun, menyimpan, melestarikan, dan mendayagunakan karya cetak dan karya rekam (KCKR) untuk pembangunan dan kepentingan nasional. Komitmen tersebut diwujudkan melalui dilaksanakannya kegiatan interoperabilitas dengan lembaga atau institusi, salah satunya adalah dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) melaksanakan rapat dengan Kemendikbudristek terkait interoperabilitas aplikasi Rama dan Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Rekam Digital pada Selasa, 26 Oktober 2021). Rapat ini merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan dengan Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kemendikbudristek pada 31 Agustus 2020. Rapat yang dilaksanakan secara daring ini dihadiri oleh pimpinan dan staf di lingkungan DDPKP, tim pengembang aplikasi, serta perwakilan dari Kemendikbudristek. Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang dalam sambutannya mengatakan bahwa interoperabilitas sangat perlu dilakukan agar integrasi sistem informasi dalam satu kesatuan dapat terwujud sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat semakin ditingkatkan. Pada rapat ini dibahas mengenai teknis pelaksanaan interoperabilitas aplikasi Rama Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Digital yang salah satunya adalah mengenai penghapusan data serta dokumentasi API, kesiapan masing-masing pihak, serta rencana selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan ini. Dalam rapat ini disepakati bahwa akan dilakukan pengiriman dokumentasi API untuk mengoneksikan aplikasi Rama dan Shinta dengan Sistem Serah Simpan Karya Rekam Digital.Interoperabilitas sangat perlu untuk dilakukan agar integrasi sistem informasi dalam satu kesatuan dapat terwujud, sehingga pelayanan terhadap masyarakat dapat semakin ditingkatkan. Dengan diterapkannya interoperabilitas, banyak manfaat yang dapat diperoleh, di antaranya dapat lebih mudah dalam hal pengelolaan dan pengaksesan data, pelayanan publik bagi masyarakat menjadi lebih efektif dan efisien, lembaga/institusi yang terlibat dapat saling berbagi informasi, dan lain-lain.

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
DJKN : Karya Rekam Digital Masuk dalam Klasifikasi “Aset Tetap Lainnya”

Jakarta - Karya rekam digital adalah karya yang dapat dilihat, didengar, dan ditampilkan melalui komputer atau alat baca digital lainnya. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Karya rekam digital merupakan salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan menjadi salah satu koleksi yang dilestarikan oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Sampai saat ini belum ada pedoman penilaian aset karya rekam digital sehingga Perpusnas belum dapat menentukan besarnya nilai aset karya rekam digital. Dalam rangka memberi acuan umum harga, batasan, indikator penilaian, serta nilai suatu aset digital dalam satuan rupiah, supaya karya rekam digital dapat dipertanggungjawabkan sebagai barang milik negara, Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyusun pedoman berdasarkan pengalaman-pengalaman (best practice) serta saran dan masukan, baik dari pihak internal maupun eksternal. Salah satu instansi yang dipercaya untuk memberikan saran terkait penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). DDPKP menyelenggarakan pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan mengundang narasumber dari Direktorat Penilaian DJKN yang dilaksanakan pada Kamis, 21 Oktober 2021 pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00 melalui media zoom meeting. Acara ini dihadiri oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan EMyati Tangke Lembang, Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Deposit) Tatat Kurniawati, Subkoordinator Pengelolaan Karya Rekam Suci Indrawati, Tim Teknis Karya Rekam Deposit, serta Tim Pengelolaan Karya Rekam Deposit. Emyati dalam sambutannya berharap dengan adanya pertemuan ini narasumber dapat memberikan masukan dalam penyusunan pedoman penilaian aset karya rekam digital. Sementara itu Hermanu Joko Nugroho sebagai salah satu narasumber dari DJKN dalam paparannya menyampaikan bahwa karya rekam digital masuk dalam klasifikasi “aset tetap lainnya”. Hal ini mengacu pada Buletin Teknis 09 tentang Akuntansi Aset Tetap, yaitu aset yang termasuk dalam klasifikasi aset tetap lainnya adalah bahan perpustakaan/buku dan non buku, barang bercorak kesenian/kebudayaan/olahraga, hewan, ikan, dan tanaman. Aset ini diakui pada saat diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai. Narasumber kedua dari DJKN Nafiantoro Agus Setiawan menambahkan bahwa kemungkinan yang paling banyak diaplikasikan dalam penilaian aset karya rekam digital adalah pendekatan biaya, karena di samping jumlahnya banyak, penilaiannya juga cukup massal, kunci kevalidannya adalah pada faktor apa saja yang dimasukkan dalam penilaian. Selanjutnya dalam sesi diskusi Hermanu dan Nafiantoro sepakat bahwa nilai dari produk digital diukur dalam ukuran Mega Byte karena besaran itu akan memengaruhi seberapa besar kapasitas penyimpanan yang akan dipakai oleh file tersebut. Nafiantoro mengatakan bahwa perlu adanya ketentuan yang disepakati mengenai pola kenaikan harga file setiap tahunnya, untuk menyederhanakan bisa dibuat range 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun. Penilaian aset dalam bentuk PDF dapat dilakukan dengan menentukan harga per halaman, lalu dikalikan dengan jumlah halaman maka akan terkoreksi berdasarkan tahun dengan sendirinya. Hermanu juga mengimbau agar menghindari adanya double adjusment terkait dengan komponen konversi berdasarkan jumlah halaman.Dengan dilaksanakannya rapat pembahasan pedoman penilaian aset karya rekam digital dengan DJKN ini diharapkan dapat menghasilkan suatu pedoman yang dapat membantu pegawai dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga mempermudah proses penentuan harga, memberikan acuan dalam rangka menaksir harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, peta, serial, musik, dan film, serta untuk mengetahui jumlah kekayaan atau aset negara yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan UU SSKCKR.

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()
Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Mengikutsertakan Pusat Data dan Informasi dalam Penyusunan Draf Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital

Jakarta - Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) pada Kamis, 14 Oktober 2021 mengadakan pertemuan secara daring dengan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin), Biro Sumber Daya Manusia dan Umum (SDMU), dan Pengelola Barang Milik Negara (BMN) Perpustakaan Nasional (Perpusnas) untuk membahas penyusunan draf pedoman penilaian aset karya rekam digital. Pedoman tersebut disusun sebagai tindak lanjut dari amanat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang dalam arahannya menyampaikan bahwa pedoman penilaian aset karya rekam digital ini disusun sebagai salah satu acuan dalam kegiatan penilaian aset karya rekam digital di DDPKP Perpusnas sehingga mempermudah penentuan harga karya rekam digital. Tujuan penyusunan pedoman ini adalah memberikan acuan dalam rangka menafsir harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, partitur, peta, serial, musik, dan film, serta mengetahui jumlah kekayaan aset negara yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan UU SSKCKR.Dalam paparannya, Vincentia Dyah dari Tim Penyusun menjelaskan bahwa karya rekam digital adalah karya yang dapat dilihat, didengar, dan ditampilkan melalui komputer atau alat baca lainnya. Indikator penilaiannya terbagi menjadi beberapa indikator berdasarkan jenis file-nya. Secara umum, semakin kekinian suatu file, maka harganya semakin mahal, dan sebaliknya, semakin lama file tersebut, maka harganya semakin murah. Semakin banyak halaman, maka semakin mahal harganya dan berkorelasi dengan tahun terbit. Berkaitan dengan hak akses, semakin rahasia maka harganya semakin mahal. Selain itu, ada atribut yang langsung diverifikasi oleh komputer, tapi ada juga yang dideskripsikan oleh manusia.Tuty Hendrawati selaku perwakilan dari Pusdatin mengatakan bahwa konsep latar belakang yang mendasari pedoman harus kuat terlebih dahulu agar dimengerti arahnya. Di sini, salah satu yang perlu dipahami adalah materi digital terbagi dua, natively digital/born digital dan digitize material. Pedoman, selain penilaian nantinya akan berimbas pada pengelolaan objek digital karya rekam, perlu diperjelas seperti apa kriteria karya rekam atau karya digital itu. Karakteristik kriteria format digital, misalnya tidak bersifat privat, bisa dibaca secara bersama-sama. Terdapat 8 (delapan) kriteria di mana objek digital yang akan diterima, yaitu open standard, ubiquity, stability, support metadata, feature set, interoperability, viability, dan authencity. Jika tidak ditentukan dari awal, dikhawatirkan penerbit akan memberikan file yang bersifat eksklusif yang teknologinya tidak dimiliki pengelola (Perpusnas) sehingga akan menjadikan permasalahan di kemudian hari. Tak kalah penting, perlu dipertimbangkan juga keunikan dan kelangkaan, file digital yang memiliki nilai historis tinggi, dan nilai informasi.

Penulis : Afdini Rihlatul Mahmudah ()
Editor : Dedy Junaedhi Laisa ()