Jakarta - Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) menerima kunjungan dari Marsekal
TNI (Purn.) Chappy Hakim, salah seorang tokoh dari kalangan militer Indonesia
khususnya di Angkatan Udara. Chappy merupakan mantan Kepala Staf TNI Angkatan
Darat (KSAU) tahun 2002-2005. Meskipun telah purna dari tugas kemiliteran, Chappy
tetap berkontribusi dan mengabdi kepada bangsa dengan tetap aktif menyampaikan
gagasan dan idenya lewat menulis. Berangkat dari hal tersebut, maka lahirlah
berbagai karya tulis yang terbit dalam bentuk buku dengan beragam judul.
Chappy bertandang ke Perpustakaan
Nasional RI di Jalan Merdeka Selatan Jakarta Pusat pada Senin pagi, 8 Agustus
2021. Kedatangannya disambut langsung oleh Kepala Perpusnas Muhammad Syarif
Bando dengan baik, didampingi oleh Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya
Perpustakaan Deni Kurniadi, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Yoyo
Yahyono, dan Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati
Tangke Lembang. Selain berkunjung untuk bersilaturahmi, Chappy juga membawa
serta 1.000 eksemplar buku untuk dihibahkan kepada Perpusnas. Dengan semangat
luar biasa, Chappy ingin turut serta berkontribusi dalam memajukan literasi
bangsa.
Sebanyak 1.000 eksemplar buku tersebut terdiri atas tujuh judul yang
berbeda. Rincian judul buku-buku tersebut antara lain Dari Capung sampai
Hercules, Martabat Ibu Pertiwi di Selat Malaka, Rute Penerbangan Pemersatu
Bangsa, Dari Segara ke Angkasa, Menjaga Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa, Defence
and Aviation, dan 100 Artikel Chappy Hakim. Dari tujuh judul buku yang dihibahkan,
enam judul di antaranya merupakan karya dari pemikiran dan gagasan Chappy
sendiri.
Merasakan bahwa bacaan bertema kedirgantaraan masih jarang dan sulit untuk ditemui, Chappy ingin ikut berkontribusi untuk mengubah keadaan tersebut. Berbekal minat dan gagasannya tentang kedirgantaraan yang lekat hingga melahirkan buku baru yang fresh, Chappy berharap agar buah pikir ini dapat dibaca pula oleh seluruh masyarakat, terutama generasi muda. Melalui Perpusnas, Chappy menyematkan harapan tersebut dengan bangga. “Penyebaran minat dirgantara terutama pada generasi muda bangsa sangat diperlukan mengingat dirgantara adalah masa depan umat manusia.” tuturnya.
Menyediakan bahan bacaan untuk ikut meningkatkan literasi bangsa adalah
amanah negara yang diemban oleh Perpusnas. Berkenaan dengan hal tersebut, siapa
pun dapat berperan serta dalam mendukung dan mewujudkan amanah ini. Tak terkecuali
Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim, yang dengan semangat tinggi meyakini bahwa
amanat tersebut dapat diwujudkan. Melalui gagasan dan karyanya, terselip
harapan untuk kemajuan bangsa dan negara. Langkahnya mempercayakan seribu bahan
bacaan baru kepada Perpusnas demi terwujudkan masa depan bangsa dan negara yang
lebih baik, menjadikan amanah negara terasa selangkah lebih dekat untuk diraih
bersama.
Serang, Banten – Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan mengadakan Rapat Koordinasi Satu Pintu Pendataan Karya Cetak dan Karya Rekam pada hari Rabu, 26 Oktober 2022 di Ruang Serba Guna Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten. Acara berlangsung dari pukul 09.00 sampai dengan 12.00 WIB. Rapat dibuka oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan dengan dihadiri Perwakilan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten serta Subkoordinator Karya Rekam, Pranata Komputer dan Pengelola KCKR. Dasar Hukum dari Koordinasi Satu Pintu Pendataan Karya Cetak dan Karya Rekam adalah sebagai berikut : 1. UU Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Pencatatan hasil serah simpan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diwujudkan dalam sistem pendataan Karya Cetak dan Karya Rekam2. PP Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam 3. Peraturan Perpustakaan Nasional Nomor 5 Tahun 2021 tentang Sistem Pendataan Satu Pintu Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya RekamKegiatan Koordinasi Satu Pintu Pendataan Karya Cetak dan Karya Rekam ini diselenggarakan sebagai Sistem atau Sarana Elektronik Terpadu yang di buat oleh Perpustakaan Nasional untuk mengintegrasikan seluruh proses pendataan hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam di seluruh Indonesia. Untuk itu Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten menjadi salah satu Instansi yang akan melakukan uji coba terhadap sistem ini dan diharapkan akan menjadi contoh yang baik terhadap Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi yang lain. Dengan adanya Sistem Satu Pintu Pendataan Karya Cetak dan Karya Rekam dapat terwujudnya satu data hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam yang terintegrasi di Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Provinsi secara efektif dan efisien dan terciptanya keseragaman data hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam, serta meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan serah simpan karya cetak dan karya rekam.
Salemba, Jakarta – Direktorat Deposit melakukan kegiatan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR, e-deposit, dan International Standrad Book Number (ISBN) kepada CPNS di lingkungan Perpustakaan Nasional RI, Kamis (26/12). Acara diawali sambutan oleh Sri Marganingsih selaku Kepala Subdirektorat Deposit yang menyampaikan bahwa kegiatan sosialisasi ini akan dipandu oleh agen perubahan deposit yang akan menyampaikan mengenai tupoksi Direktorat Deposit Bahan Pustaka ke seluruh CPNS di lingkungan Perpusnas. Kemudian dilanjutkan sambutan oleh Nurcahyono selaku Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka. Beliau mengatakan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Perpustakaan Nasional memiliki fungsi deposit. Maka dari itu UU NO. 13 Th. 2018 tentang SSKCKR hadir untuk mendukung fungsi Perpustakaan Nasional sebagai Perpustakaan Deposit.Paparan pertama disampaikan oleh Tatat Kurniawati tentang UU No. 13 Th. 2018 tentang SSKCKR. Beliau menyampaikan UU No. 13 Th. 2018 tentang SSKCKR terdiri dari 8 Bab 36 Pasal yang disyahkan oleh DPR RI pada tanggal 28 Desember 2018 dan merupakan revisi dari UU No.4 Th. 1990 tentang SSKCKR. UU baru tersebut juga merupakan salah satu pelaksanaan tujuan negara yang terdapat di Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta melestarikan kebudayaan bangsa sebagai tolak ukur peradaban suatu bangsa. Dalam pelaksanaanya UU No. 13 Tahun 2018 tentang SSKCKR memiliki 9 asas, antara lain kemanfaatan, transparasi, aksesbilitas, keamanan, keselamatan, profesionalitas, antisipasi, ketanggapan, dan akuntabilitas. Selain itu beliau juga menyampaikan tahapan pengelolaan KCKR yaitu penerimaan, pengadaan, pencatatan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, pendayagunaan, pengawasan.Paparan selanjutnya disampaikan oleh Agus Wahyudi tentang E-Deposit. Beliau menyampaikan bahwa e-deposit adalah aplikasi berbasis web yang berfungsi untuk menghimpun, mengolah, melestarikan, serta mendayagunakan karya elektronik/ digital. Bagi masyarakat yang ingin menggunakan haknya untuk menyimpan dan melestarikan karya elektronik/ digital dapat mengunjungi situs https://edeposit.perpusnas.go.id/. Bagi yang telah memiliki akun ISBN, wajib serah dapat login menggunakan akun ISBN di portal edeposit tersebut. Masyarakat dapat mengupload karyanya dengan format PDF, JPEG, MP3, WAV dengan ukuran file maksimal 500 MB. Beliau juga menyampaikan bahwa Edeposit ini sudah terintegrasi dengan ISBN, ISRC, ISMN dan kedepannya akan bekerjasama dengan PDII LIPI terkait dengan ISSN.Paparan yang terakhir disampaikan oleh Irham Hanif Nabawi tentang ISBN. Beliau menyampaikan bahwa ISBN merupakan pengenal/ penanda internasional yang bersifat unik untuk publikasi masyarakat. Manfaat dari ISBN adalah sebagai identitas buku, sarana promosi, alat untuk memperlancar arus distribusi, sarana temu kembali informasi, meningkatkan angka kredit bagi kalangan tertentu, sekaligus menjadi alat ukur penilaian akreditasi perguruan tinggi. Beliau juga menekankan terkait sanksi yang berhubungan dengan permintaah nomor ISBN yang tercantum dalam PERKA No. 7 tahun 2016. Pada Bab VII Pasal 12, sanksi penundaan pemberian nomor ISBN dan pemblokiran akun ISBN diberikan kepada pihak yang melakukan penghitungan ISBN mandiri dan pihak yang tidak melakukan serah simpan karya cetak dan karya rekam. Pada akhir acara ditutup dengan sesi kuis dan pemberian hadiah kepada partisipan aktif.
Jakarta - Era digital saat ini memaksa setiap pembaca setia media cetak mau tidak mau, walaupun dengan setengah hati, mencari tahu apa yang terdapat pada media daring. Hal ini tidak terlepas dari imbas yang terjadi dengan makin berkurangnya ketersediaan media cetak di pasaran. Apakah ini karena memang sudah masanya serba digital, sehingga yang tidak digital harus terpinggirkan atau bahkan pupus tinggal kenangan. Ataukah ini hanya sebuah strategi bertahan yang harus dilakukan, hingga saatnya tiba nanti media cetak yang saat ini tidak terlihat akan kembali hadir memenuhi dahaganya pembaca setia akan informasi yang selalu dicari dan dibutuhkan melalui media cetak. Memang ada masanya media cetak di Indonesia tumbuh dan berkembang cukup baik. Pada masa itu beragam surat kabar, majalah, maupun tabloid bermunculan. Terutama di saat era reformasi bergulir, ketika kebebasan pers menjadi keinginan yang tak terbendung. Peristiwa yang menandainya adalah dengan dicabutnya aturan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang kemudian diikuti dengan munculnya berbagai perusahaan pers baru. Selanjutnya adalah dihapuskannya Departemen Penerangan, dengan tujuan agar pers bisa leluasa melaksanakan kegiatan jurnalistiknya. Terakhir dan menjadi yang terpenting adalah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang ini merupakan tonggak awal kebebasan pers di Indonesia. Sejak saat itu pertumbuhan dan perkembangan media cetak cukup pesat. Berdasarkan data dari Dewan Pers, terdapat 567 media cetak selama tahun 2014. Jumlah ini meningkat sebanyak 158 media cetak dibandingkan tahun 2013 yang totalnya adalah 409. Peningkatan yang sangat terlihat ada pada koran, dari sebelumnya 215 menjadi 311, berarti sisanya adalah majalah dan tabloid. (Kominfo, 2013). Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) memiliki catatannya sendiri. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Perpusnas mengemban tugas melestarikan setiap hasil karya anak bangsa, termasuk di dalamnya media cetak. Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan sebagai unit kerja yang bertugas menghimpun seluruh bahan perpustakaan yang pernah terbit di Indonesia mencatat bahwa pada tahun 2012 media cetak khususnya majalah cetak yang diadakan sebanyak 384 judul. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2013 jumlahnya bertambah menjadi 472 judul. Namun, seiring perjalanan waktu dan makin berkembangnya teknologi digital saat ini, tercatat majalah cetak yang masih aktif dan bertahan pada tahun 2021 hanya sebanyak 35 judul. Kehadiran majalah cetak saat ini mengalami penurunan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Hal ini tidak terlepas dari tren yang berkembang, ketika semua hal selalu dikaitkan dengan unsur digital. Walaupun pahit, tidak bisa dipungkiri memang bahwa media cetak sudah menurun popularitasnya. Kehadiran media daring menjadi tantangan berat bagi media cetak untuk tetap bertahan. Paul Gillin, seorang konsultan teknologi informasi dari Massachusetts, yang dikutip Rahmad dalam artikelnya “Masa Depan Bisnis Media di Era Konvergensi”, mengatakan bahwa model bisnis media cetak tidak mungkin lagi bertahan hidup. Perkembangan ekonomi sedang bergerak melawan bisnis cetak. Media cetak melibatkan banyak karyawan, sehingga biaya produksi lebih mahal dari media daring. Apalagi zaman sekarang, generasi muda lebih suka bermain internet daripada membeli majalah atau koran. (Kompasiana, 2013) Bolehlah jika memang sekarang media cetak sedang turun pamornya. Kenyataan ini tidak terlepas dari berlakunya hukum ekonomi yang tidak bisa ditolak. Apapun yang memerlukan biaya tinggi harus mengalah dengan mereka yang berbiaya rendah atau bahkan tanpa biaya. Namun demikian, walaupun terbatas, pembaca setia media cetak tetaplah ada. Media cetak dirasakan masih memiliki keunggulan yang tidak bisa digantikan, bahkan oleh media daring sekalipun. Keunggulan yang dimiliki media cetak dibandingkan media daring dari perspektif psikologi dapat diperlihatkan pada table berikut. MEDIA CETAK MEDIA DARING Informasi yang disajikan sudah melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi sehingga kontennya lebih bisa dipertanggungjawabkan. Lebih mengutamakan publikasi dengan cepat sehingga kurang memperhatikan kode etik jurnalistik bahkan terkadang salah memberikan informasi. Mampu mencegah informasi tidak layak dan menampilkan berita secara lebih akurat. Memungkin adanya kesalahan penyedia informasi sehingga menimbulkan berita bohong (hoaks). Kedalaman berita bisa lebih digali dan jelas. Isi berita lebih sering hanya memaparkan apa, kapan, siapa, dan dimana, tidak menggali bagaimana dan mengapa, karena mengedepankan berita cepat. Lebih memorable atau bisa dikenang karena pembacanya bisa memegang media cetak (majalah/koran), juga bisa mengoleksinya. Tidak ada kenangan saat membacanya karena tidak melibatkan sentuhan/aktivitas fisik dengan media baca. Memberikan respons emosional kepada pembacanya sehingga informasi yang disajikan lebih mudah diproses secara mental. Tidak memberikan respons emosional yang cukup kepada pembacanya. Tidak mudah bagi media cetak untuk tetap bertahan di era digital saat ini. Berbagai upaya dilakukan agar perannya sebagai penyampai informasi bagi pembacanya tetap dapat berlangsung. Salah satu di antaranya adalah dengan melakukan konvergensi media, yaitu bisa beradaptasi dengan media elektronik, seperti membuat e-paper, e-magazine, radio streaming, e-books, atau media sosial. Khadziq dalam penelitiannya pada Koran Tribun Jogja (2016) menyimpulkan bahwa keputusan untuk melakukan konvergensi media adalah salah satu langkah yang tepat untuk membantu media cetak jika ingin terus eksis dan berjuang memberikan pelayanan kepada konsumennya. Untuk dapat tetap bertahan, media konvensional harus mempertahankan mutu dan kepercayaan atas informasi yang disajikan. Mutu dan kepercayaan konsumen dapat dibangun dengan membentuk jiwa profesionalisme pencari berita yang menerapkan etika jurnalisme. Perkembangan teknologi digital memang membuat berbagai brand media cetak berpikir kuat dan cepat untuk bisa tetap menjaga eksistensinya. Ikut dalam mengoptimalkan berbagai platform digital sudah jadi keniscayaan langkah yang mesti ditempuh, tapi bukan berarti juga harus mematikan model usaha berbasis majalah cetak. Menurut Dwi Sutarjantono, Pemimpin Redaksi Esquire Indonesia, strategi yang diterapkan adalah memperkuat kedua lini produk, baik digital maupun majalah cetak. Sementara itu Petty Fatimah, Pemimpin Redaksi Femina, sejak tahun 2010 sudah melakukan pemetaan target pasar dari tiap media yang diterbitkan untuk dijadikan landasan strategi konten Femina. Sehingga terdapat perbedaan konten di berbagai platform tersebut. Contohnya artikel di Femina versi cetak lebih bersifat mendalam, inspirasional, dan meluas, sedangkan di femina.co.id lebih ringkas, lugas, dan praktis, serta mengedepankan aktualitas (harus selalu up to date). Ada lagi konten di akun Facebook, yang lebih banyak menampilkan life story, soal relationship, sampai isu yang tengah menjadi tren. Berbagai strategi terus dilancarkan oleh berbagai media cetak tersebut demi terus mempertahankan brand-nya sebagai media yang cukup berpengaruh, dan itu pun bukan berarti tantangan bakal mereda. Tantangan nyata sebenarnya adalah menyinergikan semua bentuk medium itu, untuk bisa maksimal melayani pembacanya, sekaligus juga menarik buat pengiklan. Beberapa judul majalah cetak yang hingga saat ini masih diadakan dan menjadi koleksi Perpusnas untuk hadir dalam upaya memenuhi kebutuhan informasi pembacanya dapat dilihat pada tabel berikut. No. Judul No. Judul No. Judul 1 Asrinesia 13 Harper's Bazaar Indonesia 25 National Geographic Indonesia 2 Basis 14 Intisari Smart and inspiring 26 Peluang 3 Bloomberg businessweek 15 Indonesia Defense 27 Portonews 4 Bobo 16 Kuark: Level 1 kelas 1-2 SD 28 Poultry Indonesia 5 Bobo Junior 17 Kuark: Level 2 kelas 3-4 SD 29 Prestige Indonesia 6 Casa Indonesia 18 Kuark: Level 3 kelas 5-6 SD 30 Suara Hidayatullah 7 Cosmopolitan 19 Mangle 31 Swa 8 Da man 20 Marketeers 32 Tempo 9 Elle Indonesia 21 Media Asuransi 33 The Economist 10 Femina 22 Media Perkebunan 34 Trobos Aqua 11 Forum Keadilan 23 Mombi 35 Trobos livestock 12 Gatra 24 Mombi SD Dari uraian yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa media cetak memang sudah kehilangan daya dan pamornya, namun bendera putih seperti pantang dikibarkan oleh para pelaku media cetak tersebut. Dengan berbagai usaha, mereka beradaptasi untuk tetap eksis di era digital ini. Perpusnas, dalam hal ini sangat mengapresiasi dan mencatatkan upaya tersebut, dengan terus melanjutkan mengadakan dan menjadikannya sebagai koleksi untuk dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu, Perpusnas juga berperan dalam melestarikan seluruh terbitan media cetak, baik yang pernah ada sampai akhirnya tutup ataupun yang masih terbit hingga saat ini, agar suatu saat nanti generasi berikut tetap dapat memanfaatkan dan menggali informasi dari media cetak tersebut.
Jakarta - Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) pada Kamis, 14 Oktober 2021 mengadakan pertemuan secara daring dengan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin), Biro Sumber Daya Manusia dan Umum (SDMU), dan Pengelola Barang Milik Negara (BMN) Perpustakaan Nasional (Perpusnas) untuk membahas penyusunan draf pedoman penilaian aset karya rekam digital. Pedoman tersebut disusun sebagai tindak lanjut dari amanat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang dalam arahannya menyampaikan bahwa pedoman penilaian aset karya rekam digital ini disusun sebagai salah satu acuan dalam kegiatan penilaian aset karya rekam digital di DDPKP Perpusnas sehingga mempermudah penentuan harga karya rekam digital. Tujuan penyusunan pedoman ini adalah memberikan acuan dalam rangka menafsir harga karya rekam digital, baik itu buku elektronik, partitur, peta, serial, musik, dan film, serta mengetahui jumlah kekayaan aset negara yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan UU SSKCKR.Dalam paparannya, Vincentia Dyah dari Tim Penyusun menjelaskan bahwa karya rekam digital adalah karya yang dapat dilihat, didengar, dan ditampilkan melalui komputer atau alat baca lainnya. Indikator penilaiannya terbagi menjadi beberapa indikator berdasarkan jenis file-nya. Secara umum, semakin kekinian suatu file, maka harganya semakin mahal, dan sebaliknya, semakin lama file tersebut, maka harganya semakin murah. Semakin banyak halaman, maka semakin mahal harganya dan berkorelasi dengan tahun terbit. Berkaitan dengan hak akses, semakin rahasia maka harganya semakin mahal. Selain itu, ada atribut yang langsung diverifikasi oleh komputer, tapi ada juga yang dideskripsikan oleh manusia.Tuty Hendrawati selaku perwakilan dari Pusdatin mengatakan bahwa konsep latar belakang yang mendasari pedoman harus kuat terlebih dahulu agar dimengerti arahnya. Di sini, salah satu yang perlu dipahami adalah materi digital terbagi dua, natively digital/born digital dan digitize material. Pedoman, selain penilaian nantinya akan berimbas pada pengelolaan objek digital karya rekam, perlu diperjelas seperti apa kriteria karya rekam atau karya digital itu. Karakteristik kriteria format digital, misalnya tidak bersifat privat, bisa dibaca secara bersama-sama. Terdapat 8 (delapan) kriteria di mana objek digital yang akan diterima, yaitu open standard, ubiquity, stability, support metadata, feature set, interoperability, viability, dan authencity. Jika tidak ditentukan dari awal, dikhawatirkan penerbit akan memberikan file yang bersifat eksklusif yang teknologinya tidak dimiliki pengelola (Perpusnas) sehingga akan menjadikan permasalahan di kemudian hari. Tak kalah penting, perlu dipertimbangkan juga keunikan dan kelangkaan, file digital yang memiliki nilai historis tinggi, dan nilai informasi.
Rabu (27/112019), Tim Edeposit Perpusnas RI berdiskusi dengan tim dari group Teknologi Informasi Universitas Tokyo tentang repositori Utokyo, digital humanities, storage management & digitations include copyright, Diskusi yang dipandu oleh Prof. Maeda Akira; Kepala Departemen Sistem Informasi Universitas Tokyo Jepang ini berlangsung di joint use building lantai 3 ruang konferensi 1 Universitas Tokyo
Jakarta, -- FGD RPP UU 13 Th. 2018-dengan penerbit Surat Kabar dan Majah-Naskah Urgensi dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, Jum'at (13/9) di Hotel Aryaduta Jakarta. Peserta - Asmono Wikan (SPS Pusat); Agusnia Ayu (SPS Pusat); Wulan (Femina); Tio (Poskota); Haryanto; Ana (Gatra); Ami (Media Indonesia); (Warta Kota); Penerbit Serial. - RPP harus mencerminkan sikap progresif dalam perumusannya.Dalam UU yang baru, dan RPP harus ada pendekatan inisiatif (berkesinambungan dengan penerbit), kolaboratif (kerangka kepatuhan berkolaborasi, tidak semata-mata subordinat), big data (hampir semua sudah digital) Kepatuhan UU dari media (serial) masih lebih bagus daripada penerbit rekaman (karya rekam), karena ada problematika terkait biaya, tenaga, dan ‘faktor x’. Sedangkan pada UU baru, terlihat isu digital sudah ada, contohnya dari inovasi di e-deposit. Unggah mandiri, merupakan salah satu unsur kepatuhan. Namun problematika terkait penyerahan karya masih sama, maka diperlukan diskusi untuk membahas hal tersebut. Ada kelonggaran di UU yang baru, terkait waktu penyerahan ke Perpusnas. Kaitan UU SSKCKR ; apakah perlu mencantumkan nomenklatur produk pers, untuk membedakan dari produk pers yang abal-abal. Misalnya tabloid yang hanya terbit pada saat waktu tertentu (misalnya tabloid hoax pilkada). Penyerahan ke Perpusnas hanya produk pers yang bernilai, mengandung karya intelektual dan media arus utama di segmen masing-masing. Penerapan sanski administrartif masih perlu direview agar tidak kontraproduktif dengan peraturan UU lainnya. (Konflik dengan UU Pers 40/1999 pasal 4 ayat (2)) , karena tidak pernah ada media pers yang dicabut. Perlu diskusi lebih lanjut. Lihat pula Pasal 44 ayat 3, Pasal 46 ayat 1,2 menjadi tidak relevan.Pembuatan aplikasi SSKCKR yang compatible dan bisa diakses oleh semua rekan media pers - Catatan khusus ; aspek manfaat karena ada jaminan tidak akan hilang karyanya di Perpusnas. Subyek manfaat ini perlu divisualisasikan dalam RPP agar lebih riil (difoto dalam bentuk naratif) agar perspektif pemahaman wajib serah jelas,perlu penjelasan lebih lanjut mengenai ruang lingkup kerjasama dengan lembaga lain. Penggunaan standar diksi (terbitan berseri, terbitan berkala) di RPP mengacu pada industri percetakan. Isu digital kurang mendapat porsi besar dalam RPP, contohnya jika dalam 10 tahun ke depan media cetak sudah bertransformasi menjadi digital, atau jika ada penerbit yang menerbitkan tercetaknya triwulanan sedangkan tiap bulannya mereka menerbitkan digitalnya. Perlu pengaturan terkait mekanisme pada akses karya digital media yang berbayar. Komentar Asmono Wikan Sekretaris Jenderal Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat.