Sistem
pendidikan berjalan pada level input, proses, ataupun output yang
biasanya melibatkan berbagai unsur masyarakat ataupun unsur hasil bentukan
masyarakat di dalamnya (lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun NGO).
Semua unsur yang terlibat dalam sistem pendidikan memberikan dampak satu sama
lain. Hanya saja, ketika kita ingin menjadikan pendidikan dengan sistem
pendidikannya sebagai sebuah alat dalam menyejahterakan masyarakat, kita harus
mengkaji apakah suatu unsur masyarakat dalam menjalankan perannya pada sistem
pendidikan telah berperan secara produktif, relevan, efektif, dan efisien.
Lebih dari itu, kita juga harus melihat apakah dampaknya sudah signifikan.
Tulisan ini akan mencoba membahas peran salah satu unsur dari sistem pendidikan
yakni Perpustakaan Nasional dan skenarionya dalam mencerdaskan dan menyejahterakan
bangsa Indonesia melalui kepustakawanan dan literasi baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Perpustakaan
adalah salah satu unsur penting dari sebuah sistem pendidikan. Dalam sistem
pendidikan, perpustakaan memiliki sebuah status unik dalam konteks tujuan
keberadaan organisasinya secara menyeluruh. Perpustakaan berfungsi layaknya
sebuah alat. Alat yang bisa digunakan pada level input sistem
pendidikan dalam wujud informasi dan pengetahuan melalui bahan perpustakaannya.
Perpustakaan juga menjadi sebuah alat pada level proses sistem pendidikan yang
digunakan oleh pemerintah untuk membuat kebijakan, digunakan sebagai bahan ajar
oleh guru dan digunakan oleh pelajar dalam memahami pelajaran. Uniknya lagi,
perpustakaan juga adalah alat pada level output sistem
pendidikan dengan wujud karya bahan perpustakaan seperti jurnal penelitian,
buku, jurnal, dan sebagainya. Pada level output, perpustakaan
dengan koleksi bahan perpustakaannya juga menjadi salah satu indikator dalam
keberhasilan sistem pendidikan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari kualitas
maupun kuantitas jurnal, buku serta bahan perpustakaan lainnya yang diterbitkan
oleh akademisi, profesional ataupun masyarakat Indonesia secara umum. Berkaca
dari hal ini, kita dapat melihat betapa peran perpustakaan vital dalam konteks
kemajuan sistem pendidikan di Indonesia yang bertujuan mencerdaskan dan
menyejahterakan bangsa.
Dalam pembahasan
tentang perpustakaan, pelaksana utama kepemimpinan khusus kepustakawanan
dikomandoi secara tidak langsung berdasarkan undang-undang oleh Perpustakaan
Nasional Indonesia (Perpusnas). Hal ini tertuang dalam Undang-Undang No. 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan (UU Perpustakaan). Dalam UU tersebut disebutkan
bahwa Perpusnas adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan
tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai
perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan
penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan
serta berkedudukan di ibukota negara.
Selanjutnya pada
Pasal 21 ayat (2) dijelaskan bahwa Perpusnas bertugas:
a. menetapkan kebijakan nasional,
kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan;
b. melaksanakan pembinaan, pengembangan,
evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan;
c.
membina kerja sama dalam pengelolaan
berbagai jenis perpustakaan; dan
d.
mengembangkan standar nasional
perpustakaan.
Selain tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat di atas. Perpusnas bertanggung jawab:
a.
mengembangkan koleksi nasional yang
memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat;
b.
mengembangkan koleksi nasional untuk
melestarikan hasil budaya bangsa;
c.
melakukan promosi perpustakaan dan gemar
membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dan
d.
mengidentifikasi dan mengupayakan
pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri.
Jika melihat
amanat UU tersebut mengenai fungsi dan tugas Perpusnas, diketahui
bahwa Perpusnas memiliki peran signifikan dan potensial dalam memajukan
Indonesia. Nantinya peran tersebut akan berimbas pada peningkatan kualitas
sistem pendidikan Indonesia, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung
melalui peningkatan mutu pendidikan tumbuhlah ekonomi, sejahterahlah
masyarakat, dan bahagialah rakyatnya.
Sayangnya,
secara data, peran Perpusnas hingga saat ini belum dimaksimalkan
dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang bermutu. Pendidikan Indonesia
saat ini masih dianggap terbelakang dan tidak efektif. Berdasarkan data,
kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara dalam hal
aspek kemampuan membaca siswa. Hal ini juga berbanding lurus dengan aspek
lainnya seperti skor kemampuan matematika siswa yang ada di peringkat 72 dari
78 negara dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara pada laporan
penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) tahun
2018 yang dipublikasikan pada Desember 20191.
Lebih dari itu, secara kasat mata
kita dapat melihat bahwa tren perilaku pencarian informasi masyarakat saat ini
condong ke arah penggunaan internet melalui gawai (gadget). Hal ini juga
berbanding lurus dengan tren belajar masyarakat secara daring (online).
Kita bisa lihat juga secara langsung melalui pertumbuhan media sosial dengan
konten informasinya tersendiri seperti konten video pembelajaran di media
sosial seperti Youtube yang mendapatkan perhatian kalangan-kalangan pelajar dan
profesional, disukai, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sedangkan tren
pencarian informasi dan belajar melalui buku ataupun dari bahan perpustakaan,
baik di perpustakaan ataupun tidak, malah menurun.
Lantas, dengan
mengetahui fakta di atas, apakah Perpusnas bisa berdampak lebih
terhadap pendidikan Indonesia secara sistematis sesuai perannya sebagai alat
dalam sistem pendidikan dan sesuai amanat UU tentang fungsi dan
tugas Perpusnas? Untuk menjawab hal ini, kita bisa menelaah dan
membayangkannya melalui sebuah Skenario Perpustakaan Nasional Masa Depan,
sehingga nantinya dengan peran Perpusnas dan inovasi-inovasi yang
bisa dilakukan bersama stakeholder terkait, Perpusnas mampu
memberikan dampak yang lebih strategis lagi terhadap peningkatan kualitas
pendidikan Indonesia secara sistematik dan menyeluruh, baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Adapun skenario
yang dapat meningkatkan dampak dari peran Perpusnas dalam rangka
mewujudkan sistem pendidikan Indonesia di masa depan yang lebih baik dapat dijelaskan sebagai berikut. Perpusnas dilegalkan oleh UU dalam membuat
atau merumuskan peraturan yang mengikat dalam mewujudkan inovasi-inovasi di
bidang ilmu perpustakaan, kepustakawanan, dan terhadap semua jenis perpustakaan
di seluruh Indonesia. Cakupan kerjanya dalam hal ini, meliputi hal berikut:
- Mengubah, ikut serta menetapkan, dan
berperan dalam merumuskan kurikulum dan program pendidikan ilmu perpustakaan di
Indonesia bersama universitas-universitas yang ada. Contoh inovasi yang bisa
dilakukan seperti menggabungkan ilmu perpustakaan dengan ilmu komputer (sebagai
kesatuan ataupun parsial atau bisa dengan ilmu relevan lainnya). Dengan demikian,
lulusan ilmu perpustakaan memiliki kompetensi yang terintegrasi dengan era
informasi dan pengetahuan yang berbasis teknologi informasi di masa depan dalam rangka
memudahkan perpustakaan dan pustakawannya masuk ke dalam era digital dan industry
4.0 secara penuh. Lebih dari itu, dengan menggabungkan ilmu perpustakaan
dengan ilmu komputer ataupun melakukan hal sejenis perpustakaan dapat
meningkatkan minat banyak murid cerdas yang mau masuk universitas
dengan memilih disiplin ilmu perpustakaan, sehingga
lulusan ilmu perpustakaan yang nantinya menjadi pustakawan di seluruh Indonesia
terdiri dari pustakawan yang berkualitas dan kompeten sesuai era teknologi di masa
depan yang saat ini sudah mulai diaplikasikan di perpustakaan secara bertahap.
- Mewajibkan seluruh perpustakaan umum (perpustakaan
provinsi, kota, kabupaten, ataupun desa dan sejenisnya) di Indonesia menerapkan
konsep “Perpustakaan sebagai tempat belajar, mengajar dan menyelenggarakan
kepelatihan informal secara gratis berbagai bidang ilmu”. Tema pelatihan sesuai
kebutuhan ekonomi dan kompetensi masyarakat di sekitar lokasi perpustakaan. Hal
ini sekaligus dalam rangka membudayakan belajar sepanjang hayat. Dalam
pelaksanaannya
perpustakaan dilengkapi sarana dan prasarana yang difasilitasi dan didanai oleh
negara, baik
melalui APBN maupun APBD, ataupun pihak ketiga.
- Menerapkan konsep akses seluruh buku karya anak bangsa
yang mudah dan murah secara digital dalam satu pintu portal online dalam
format aplikasi smartphone yang dikelola Perpusnas.
Penerapannya dengan mengalihmediakan semua buku cetak yang diterbitkan di
Indonesia dalam versi e-book setelah
tiga tahun diterbitkan versi cetaknya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa di bawah tiga tahun
setelah cetak masih memiliki masa-jual ekonomi. Khusus buku dengan e-book yang sudah dikeluarkan penerbit dibuat semacam
kontrak-guna yang menguntungkan penerbit, penulis, pemustaka, dan Perpusnas.
Dengan begini semua buku cetak di Indonesia memiliki versi e-book-nya dan e-book tersebut dikelola
pemerintah secara terintegrasi. Pemerintah dapat mengetahui
jumlah pembaca harian dan statistik minat baca Indonesia. Perpusnas di sini membuat
kebijakan yang juga harus mempertimbangkan penerbit selaku usaha, penulis, dan
pembaca. Contohnya dalam hal menguntungkan penulis dan penerbit. Setiap pembaca
yang membaca suatu buku dikenakan biaya baca selama periode waktu tertentu.
Hasil uangnya dibagi sesuai perjanjian kepada penerbit dan penulis. Namun, peraturan
ini diberlakukan tidak kepada seluruh buku, tergantung
kerja sama
dan kesepakatan. Dengan maraknya popularitas kebijakan ini dan mudahnya akses
buku murah orisinal dan ada juga opsi e-book gratisnya pembajak jadi enggan membajak buku karena
membaca buku berkualitas jadi lebih mudah dan murah.
- Menghitung karya kerja pustakawan yang berdampak dan
kreatif seperti membuat infografis, video Youtube, postingan Instagram, dan audio
ringkasan buku yang memiliki nilai edukasi sebagai salah satu bagian dari pekerjaan
pustakawan yang dihitung angka kreditnya. Di sisi lain
dinilai sebagai bagian dari kinerja pustakawan di seluruh Indonesia di berbagai
jenis perpustakaan dengan pengawasan dan penilaian yang sudah dilaksanakan
seperti sekarang ini.
Itulah beberapa
ide skenario Perpusnas masa depan
menurut penulis. Walaupun skenario di atas sangat debatable, namun
ide tersebut diharapkan
dapat memancing inovasi-inovasi kebijakan lain di masa datang. Lebih dari itu,
diharapkan melalui skenario-skenario di atas banyak dari kita melihat secara
lebih luas mengenai makna dan vitalnya peran perpustakaan dan kepustakawanan, khususnya Perpusnas bagi kemajuan Indonesia baik masa kini ataupun di masa yang akan datang. Jika scenario ini dipertimbangkan, diwujudkan,
dan dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait dengan baik, maka sistem pendidikan Indonesia akan masuk pada
level selanjutnya yang sekelas dengan sistem pendidikan negara-negara maju, sehingga membawa Indonesia pada fase masyarakat
sejahtera.
Catatan Kaki:
Jakarta - Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) sebagai lembaga pemerintah non kementerian melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pada Pasal 21 ayat (3b) disebutkan bahwa salah satu tugasnya adalah mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa. Di samping pengembangan koleksi nasional, pada Pasal 7 ayat (1f) juga ditegaskan bahwa salah satu kewajibannya adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan. Pelaksanaan tugas ini sangat tepat apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR), yaitu pada Pasal 4 yang menyatakan bahwa Setiap Penerbit wajib menyerahkan 2 (dua) eksemplar dari setiap judul Karya Cetak kepada Perpustakaan Nasional dan 1 (satu) eksemplar kepada Perpustakaan Provinsi tempat domisili Penerbit. Guna memotivasi dan mengapresiasi para penulis untuk menghasilkan karya yang berkualitas dan mendorong penerbit untuk melaksanakan serah simpan karya cetak secara tertib, sehingga penghimpunan koleksi deposit nasional dapat meningkat secara optimal, Perpusnas setiap tahunnya memberikan penghargaan melalui kegiatan “Pemilihan Buku (Pustaka) Terbaik” dari publikasi nasional yang diserahkan kepada Perpusnas. Hal tersebut sejalan dengan UU SSKCKR Pasal 31 yang menyebutkan bahwa Perpusnas dan perpustakaan provinsi memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berperan serta dalam mendukung kewajiban serah simpan. Adapun maksud dari kegiatan tersebut adalah memotivasi penulis untuk menghasilkan karya yang berkualitas sesuai dengan kondisi budaya Indonesia sehingga dapat menumbuh-kembangkan budaya literasi. Selain maksud tersebut, tujuan dari kegiatan ini yaitu :1. Memberikan apresiasi kepada penulis untuk karya yang berkualitas.2. Memberikan apresiasi kepada penerbit nasional dalam melaksanakan UU SSKCKR.3. Mendorong penerbit untuk menerbitkan karya-karya yang berkualitas.4. Menumbuhkembangkan budaya literasi masyarakat.5. Mempromosikan publikasi berkualitas yang dihasilkan para penulis dan penerbit nasional kepada masyarakat luas.6. Memberikan motivasi dan meningkatkan sikap positif dan/atau nilai kemanusiaan pembaca sebagai salah satu wujud pertanggungjawaban Perpusnas selaku lembaga deposit nasional dalam upaya memperluas wawasan dan pengetahuan pembaca. Tema dari buku yang akan dinilai pada tahun 2021, terdiri dari 6 (enam) bidang ilmu, yaitu;1. Agribisnis2. COVID-193. Investasi4. Pantun5. Pembelajaran Jarak Jauh6. Media Sosial Syarat kriteria dalam penilaian buku (Pustaka) terbaik 2021 ini adalah sebagai berikut: 1. Penulis adalah Warga Negara Indonesia (WNI);2. Buku memiliki kesesuaian dengan salah satu tema yang diangkat;3. Publikasi nasional yang target utamanya untuk dibaca masyarakat Indonesia;4. Memiliki tahun terbit 2015 s.d. 2021 (Juni);5. Karya penulis tunggal atau karya bersama tidak lebih dari 3 (tiga) orang;6. Mempunyai nomor ISBN; dan7. Buku yang tidak diikutsertakan lomba antara lain buku pelajaran/buku ajar (text books); buku rujukan (ensiklopedi, kamus, pedoman, dsb.). Setiap tema akan dipilih sebanyak 6 (enam) buku (Pustaka) terbaik yang berhak atas piagam penghargaan dan uang apresiasi sebesar:Terbaik 1 : Rp. 20.000.000Terbaik 2 : Rp. 17.500.000Terbaik 3 : Rp. 15.000.000Terbaik 4 : Rp. 10.000.000Terbaik 5 : Rp. 7.500.000Terbaik 6 : Rp. 5.000.000 Jika Anda memiliki karya cetak sesuai tema dan memenuhi syarat kriteria di atas, silakan mengirimkan karyanya ke: Pengelolaan KCKRPerpustakaan Nasional RIJalan Salemba Raya No. 28A, Gedung E Lantai 7Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10430 PALING LAMBAT TANGGAL 20 JULI 2021 Contact Person:Hafidz – 085887450171Suci - 081910004142
Surabaya (28/08) -- Kegiatan Rapat Teknis ISBN merupakan salah satu kegiatan Perpustakaan Nasional RI yang diselenggarakan rutin setiap tahunnya, kegiatan ini bertujuan memberikan penjelasan terhadap penerbit tentang persyaratan dan tata cara permohonan ISBN, KDT dan Barcode online. Di samping tujuan tersebut kegiatan ini juga mensosialisasikan peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI;No. 7 tahun 2016 tentang tata cara pemberian nomor ISBN.Dihadiri sekitar 60 penerbit yang berada di kota Surabaya dan sekitarnya pada tanggal 28 Agustus 2018 di Hotel Aria Centra Surabaya, rapat kerja teknis;dibuka oleh Drs. Sudjono, MM selaku Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Timur.;Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Dra. Ofy Sofiana, MM dalam sambutannya memaparkan sejarah perkembangan ISBN di Indonesia dan menghimbau para penerbit untuk berperan aktif dalam menciptakan sistem perbukuan nasional yang berkualitas.;Kepala Direktorat Deposit Bahan Pustaka, Dra. Lucya Dhamayanti, M. Hum., didampingi ketua kelompok Tim ISBN Ratna Gunarti, S.Sos menyampaikan perkembangan permohonan ISBN yang dibarengi dengan melonjaknya serah simpan karya cetak dan karya rekam. Acara rapat kerja teknis ini juga dimeriahkan dengan hadirnya duta baca terpilih untuk Provinsi Jawa Timur Sdr. Yuan yang menceritakan perjalanan hidupnya sehingga terpilih menjadi seorang duta baca serta;penyampaian oleh Bpk Toha tentang teknik baca cepat (skimming).;Sesi tanya jawab pada Rapat Kerja Teknis ini dipandu oleh Bapak Sujarwo sebagai moderator. Pertanyaan teknis mengenai ISBN yang disampaikan oleh para penerbit, sebetulnya bukan merupakan kendala bagi para penerbit namun perlu penegasan kembali supaya tidak terjadi keragu-raguan. Seperti yang disampaikan oleh Ibu Siska dari Penerbit Kresna Bima, yang menyampaikan permintaan agar surat keterangan hasil ISBN tetap dikirimkan melalui e-mail karena kebutuhan administrasi bagi para penulisnya. ;Sedangkan dari IKAPI menyampaikan perlunya sinkronisasi data penerbit antara IKAPI Cabang Jawa Timur dengan Database ISBN agar terbitan yang ada di provinsi Jawa Timur bisa dikelola dengan baik. Para penerbit juga meminta agar segera direalisasikannya pos gratis untuk pengiriman terbitan sebagai kewajiban serah simpan karya cetak dan karya rekam. Penerbit dalam kesempatan ini berkeinginan membuat varian terbitannya, tercetak dan ebook, untuk bisa bergabung dalam iPusnas.Reportase -- Tim ISBN/KDT
Jakarta - Karya cetak dan karya rekam (KCKR) merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang memiliki peranan penting sebagai salah satu tolok ukur kemajuan intektual bangsa, referensi dalam bidang pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian, dan penyebaran informasi dan pelestarian kebudayaan nasional, serta merupakan alat telusur terhadap catatan sejarah, jejak perubahan, dan perkembangan suatu bangsa. Karya-karya tersebut dapat terhimpun dan terkelola dengan disusun dan disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR).Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP) menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi UU SSKCKR pada Senin, 8 November 2021 di Hotel Arya Duta, Jakarta. Kegiatan ini dihadiri Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi, Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Perwakilan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta, Pimpinan Penerbit dan Produsen Karya Rekam wilayah DKI Jakarta, Koordinator dan Subkoordinator di lingkungan DDPKP, dan staf Kelompok Pengelolaan Hasil Serah Simpan KCKR (Deposit). Narasumber dalam kegiatan ini adalah Pustakawan Ahli Utama Perpusnas Subeti Makdriani, Koordinator Pengelolaan Hasil Serah Simpan KCKR (Deposit) Tatat Kurniawati, dan Vincentia Dyah Kusumaningtyas dari Tim Teknis Deposit.Kegiatan diawali dengan pembukaan oleh Yudhi Firmansyah, dilanjutkan dengan laporan kegiatan oleh Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang. Kemudian Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando berkesempatan membuka acara sekaligus memberikan sambutan. Dalam sambutannya Syarif menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari UU SSKCKR. Filosofi dari UU ini adalah tentang bagaimana negara hadir untuk memfasilitasi orang-orang yang berminat dan berbakat dalam dunia penulisan dan penerbitan KCKR. Masyarakat Indonesia membutuhkan karya terbaik bangsa yang akan mengubah nasib masyarakat di masa mendatang. Dengan kata lain, tanpa pengusaha KCKR bangsa akan stagnan pada ilmu pengetahuan di masa lampau.Syarif juga menegaskan bahwa UU ini memayungi kita untuk mencerdaskan anak bangsa. Menurutnya, salah satu strategi untuk mencerdaskan anak bangsa adalah memaksimalkan peran Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dalam menyosialisasikan kepada pimpinan daerah mengenai buku apa saja yang diperlukan masyarakat di wilayah tersebut.Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Subeti mengenai UU SSKCKR. Dalam paparannya, Subeti menyampaikan bahwa setiap penerbit wajib menyerahkan 2 (dua) eksemplar dari setiap judul karya cetak kepada Perpusnas dan 1 (satu) eksemplar kepada Perpustakaan Provinsi tempat domisili penerbit. Sedangkan untuk produsen karya rekam wajib menyerahkan 1 (satu) salinan rekaman dari setiap judul karya rekam yang berisi nilai sejarah, budaya, pendidikan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Perpusnas.Materi mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU SSKCKR disampaikan oleh Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil Serah Simpan KCKR (Deposit) Tatat Kurniawati. Tatat menyampaikan bahwa dasar penyusunan dari PP ini adalah Pasal 6 ayat 3, Pasal 7 ayat 7, Pasal 14, Pasal 28, Pasal 30 ayat 2, serta Pasal 31 ayat 4 UU SSKCKR.Vincentia sebagai narasumber ketiga menyampaikan materi mengenai layanan e-Deposit yang merupakan implementasi dari Pasal 22 UU SSKCKR yang bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat kegiatan penghimpunan, penyimpanan, pengolahan, dan pendayagunaan KCKR, mengintegrasikan berbagai data dari aplikasi lain yang terkait dengan koleksi hasil pelaksanaan UU SSKCKR, serta menyediakan data untuk disajikan di portal pendataan KCKR. Aplikasi e-Deposit dapat diakses melalui https://edeposit.perpusnas.go.id.Kegiatan sosialisasi ditutup dengan sesi diskusi. Pada sesi ini, Eka Nur E. P. mewakili Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta mengusulkan adanya peraturan gubernur yang ditujukan kepada penerbit sehingga Perpustakaan Provinsi lebih mudah untuk memotivasi penerbit dalam menyerahkan karya. Usulan lain disampaikan oleh David dari Penerbit Erlangga, bahwa dibutuhkan sumber daya manusia khusus di internal penerbit dan in house training dari pihak Perpusnas untuk memberikan pengarahan terkait pengunggahan karya rekam ke aplikasi e-Deposit. Kegiatan Sosialisasi UU SSKCKR ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi para subjek serah akan pentingnya pelaksanaannya dan dapat melaksanakan UU ini secara tertib.
Jakarta - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sebagai lembaga pemerintah non kementerian melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pada Pasal 21 ayat (3b) disebutkan bahwa salah satu tugas Perpusnas adalah mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa. Pelaksanaan tugas ini dikuatkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSKCKR). Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa setiap produsen karya rekam yang memublikasikan karya rekam wajib menyerahkan 1 (satu) salinan rekaman dari setiap judul karya rekam kepada Perpusnas dan 1 (satu) salinan kepada Perpustakaan Provinsi tempat domisili Produsen Karya Rekam paling lama 1 (satu) tahun setelah dipublikasikan. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam Pasal 5 disebutkan bahwa Karya Cetak dan Karya Rekam yang telah diserahkan kepada Perpusnas dan Perpustakaan Provinsi menjadi barang milik negara atau barang milik daerah. Namun demikian, sampai saat ini belum ada pedoman penilaian aset karya rekam digital sehingga Perpusnas belum dapat menentukan penilaian aset karya rekam digital tersebut. Untuk itu diperlukan suatu Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital guna menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan penilaian aset karya rekam digital yang di lakukan oleh Perpusnas, khususnya di lingkungan Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan (DDPKP), dan juga Perpustakaan Provinsi. Menindaklanjuti kebutuhan tersebut, DDPKP pada Selasa, 5 Oktober 2021 mengadakan pertemuan secara daring dengan Biro Sumber Daya Manusia dan Umum (SDMU) dan Tim Pengelola Barang Milik Negara (BMN) Perpusnas untuk membahas penyusunan Draf Awal Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital. Pertemuan ini dibuka oleh Koordinator Pengelolaan Koleksi Hasil SSKCKR Tatat Kurniawati. Pada pertemuan tersebut Tatat menyampaikan, “Maksud dari pertemuan ini adalah untuk menyampaikan Draf Awal Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital. Pertemuan selanjutnya akan mengundang unit kerja terkait, mohon arahan dari Kepala Biro SDMU dan juga mohon rekomendasi narasumber dari luar Perpusnas.” Selanjutnya Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang menyampaikan bahwa Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital baru pertama kali disusun, maka diharapkan kerja sama dari Biro SDMU, khususnya dari Pengelola BMN dan pengelola aset. karena ini merupakan amanat dari UU SSKCKR, yaitu setiap KCKR yang masuk Perpusnas adalah termasuk aset negara. Emyati juga berharap dengan adanya pertemuan ini, Biro SDMU dan Tim Pengelola BMN Perpusnas dapat memberikan masukan dalam penyusunan Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital, karena pedoman ini akan menjadi pedoman juga bagi perpustakaan di seluruh Indonesia. Kepala Biro SDMU Ahmad Masykuri memberikan masukan yaitu untuk menyusun Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital perlu dilihat dari sisi usianya dan juga nilai dari kandungan informasinya. Apabila dari fisiknya itu apakah bagian dari penilaian, terkadang agak sulit juga menilainya, apakah bisa dikonversikan dalam bentuk digital yang baru. Dalam hal ini perlu melibatkan pihak Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan serta Pusat Data dan Informasi terkait karya rekam ini. Sementara itu ke depannya perlu juga melibatkan pakar-pakar koleksi digital, seperti filolog, ahli budaya, dan pakar dari bidang lain yang terkait dengan karya rekam ini. Paparan Draft Awal Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital disampaikan oleh Tim Penyusun yang diwakili oleh Vincentia Dyah, di antaranya tentang penentuan indikator dan tolok ukur penilaian aset, serta penentuan komponen konversi nilai harga koleksi karya rekam digital dalam satuan interval. Selain paparan dari Tim Penyusun juga ada diskusi terkait draf pedoman yang sudah disusun. Diskusi mencakup pembahasan tentang jenis koleksi, indikator penilaian, kualitas file, ukuran file, waktu publikasi, dan sebagainya. Tujuan penyusunan Pedoman Penilaian Aset Karya Rekam Digital yaitu: (1) Membantu pegawai dalam proses pelaksanaan penilaian aset karya rekam digital sehingga mempermudah proses penentuan harga; (2) Memberikan acuan dalam rangka menaksir harga karya rekam digital; dan (3) Mengetahui jumlah kekayaan negara (aset negara) yang dimiliki oleh Perpusnas dalam bentuk koleksi digital hasil pelaksanaan UU SSKCKR. Diharapkan dengan adanya pedoman tersebut dapat menjadi standar penilaian aset karya rekam digital yang akan memperlancar kegiatan.
Jakarta - Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) melalui Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan menyelenggarakan Webinar dengan tema ”Rapat Koordinasi Pendataan KCKR Hasil Penghimpunan Tahun 2020” yang diselenggarakan pada Selasa, 7 September 2021. Kegiatan yang merupakan lanjutan dari kegiatan monitoring dan evaluasi kepatuhan pelaksanaan Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SSKCKR) ini menghadirkan narasumber yaitu Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan, dan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. Rapat ini diikuti oleh sekitar 300 peserta yang terdiri atas Kepala Dinas Perpustakaan atau Pejabat Pengelola Bidang Deposit Perpustakaan Provinsi serta para pustakawan dan pengelola koleksi deposit. Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Emyati Tangke Lembang dalam laporannya menyampaikan hasil penghimpunan KCKR Perpusnas selama tahun 2020 yaitu sejumlah 355.630 judul dan 420.000 eksemplar. Jumlah tersebut terdiri atas karya cetak sejumlah 59.885 judul / 124.195 eksemplar, karya rekam analog sejumlah 153 judul / 213 eksemplar, dan karya rekam digital sejumlah 295.592 judul / 295.592 item. Secara kinerja hasil penghimpunan KCKR tahun 2020 telah melebihi target Indikator Kinerja Direktorat Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan. Berdasarkan data yang diolah, secara nasional tingkat kepatuhan pelaksana serah di Indonesia berada pada angka 39,1% (range 0-100%). Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando dalam sambutannya memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kepala Dinas Perpustakaan Provinsi, Pejabat Deposit, serta Pengelola Koleksi SSKCKR di seluruh Indonesia, dalam mengelola kegiatan dan koleksi serah simpan sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UU SSSKCKR), sehingga KCKR Indonesia sebagai khazanah budaya bangsa akan terus lestari. Syarif Bando juga menyatakan bahwa Perpusnas membuka diri untuk mendapatkan masukan ide dan saran bagi kesuksesan pelaksanaan UU SSKCKR. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur Tiat S. Suwardi menyatakan sangat menyambut baik acara Rapat Koordinasi Pendataan KCKR Hasil Penghimpunan Tahun 2020 ini. Mengingat upaya untuk menyimpan KCKR sebagai koleksi nasional budaya bangsa belum terlaksana optimal, Tiat mengajak untuk bersama-sama bisa mengoptimalkan dan menghimpun KCKR yang memiliki peran penting sebagai hasil budaya bangsa. Hal ini selaras dengan visi-misi Ibu Gubernur Jawa Timur yang sangat mendukung kegiatan perpustakaan, termasuk pengelolaan KCKR. Kepala Bidang Perpustakaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi (Dispersip) Sulawesi Selatan Yulianto menjelaskan dalam paparannya bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990, Sulawesi Selatan sudah melaksanakan amanat meskipun belum maksimal. Lebih lanjut Yulianto menyatakan bahwa data yang terhimpun sejak tahun 1990-2020, judul karya cetak yang berhasil dihimpun sampai dengan tahun 2020 kurang lebih berjumlah 2.878 dengan jumlah eksemplar kurang lebih 4.044. Demikian juga dengan karya rekam yang berhasil dihimpun sampai dengan tahun 2020 berjumlah 170 yang bersumber dari masyarakat, penerbit, dan pengusaha rekaman. Target Dispersip Sulawesi Selatan untuk tahun 2021 kurang lebih sekitar 56% dan sudah tercapai kurang lebih sekitar 37%. Sementara itu Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Provinsi Kalimantan Selatan, Nurliani menyatakan bahwa menindaklanjuti UU SSKCKR merupakan satu langkah dalam memberikan kesepahaman yang sama bagi kita semua. Nurliani juga mengatakan bahwa sejak disahkannya UU SSKCKR pada tanggal 28 Desember 2018, Dispersip Provinsi Kalimantan Selatan langsung melakukan sosialisasi UU tersebut, yaitu pada 7-8 November 2019 di Hotel Zuri Exspress, pada 5-6 Februari 2020 di Hotel Rattan Inn, dan terakhir pada 5-6 Maret 2021 di Hotel Rattan Inn. Total keseluruhan penghimpunan dari tahun 2019 sampai tahun 2021 terdapat 358 eksemplar dan konten ikalsel dengan jumlah 31 judul dan soft copy ada 310 eksemplar. Sedangkan penghimpunan yang diperoleh berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1990 mencapai 8.588 judul / 11.790 eksemplar.
Jakarta – Kamis, 08 Juni 2023, bertempat di ruang rapat Deputi 1, Gedung E Perpustakaan Nasional RI Salemba, untuk pertama kalinya para dewan juri dan tim panitia subjek pustaka Transformasi Digital melakukan rapat koordinasi, setelah sebelumnya bersama-sama dengan dewan juri dan tim panitia subjek lainnya mendapatkan arahan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan serta mekanisme pelaksanaan kegiatan Pemilihan Buku (Pustaka) Terbaik Tahun 2023 dari Ibu Tatat Kurniawati, selaku Ketua Kelompok Pengelolaan KCKR (Deposit). Rapat koordinasi pertama kali ini hanya dihadiri oleh 3 orang juri dari 5 juri terpilih yang akan melakukan penilaian terhadap buku-buku koleksi hasil UU KCKR bersubjek Transformasi Digital. Tiga orang juri itu adalah :Dra. Prita Wulandari, M.M., M.Lib. selaku pakar perpustakaan, Yani Nurhadryani, S.Si., M.T., Ph.D selaku pakar subyek dari Institut Pertanian Bogor dan Dr. Usman Kansong, M.Si. selaku pakar subjek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sementara 2 orang juri lainnya yang berhalangan hadir secara onsite, namun menghadiri secara daring melalui Zoom Meeting yaitu Dony Setiawan, M.Pd selaku pakar bahasa dari Badan Bahasa, dan Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA., MA., M.Phil., M.Si. selaku pakar subjek dari Universitas Indonesia. Selain dewan juri, selama kegiatan proses penilaian, nantinya setiap tim subjek juga akan didampingi oleh 1 orang pendamping yang merupakan Pustakawan Ahli Utama yang bertugas di Perpustakaan Nasional RI. Untuk pendamping tim subjek Transformasi telah ditunjuk oleh panitia inti yaitu Ibu Dra. Woro Titi Haryanti, M.A.. Namun pada rapat koordinasi pertama kali ini, Ibu Woro juga berhalangan hadir.Rapat dibuka oleh Vincentia Dyah Kusumaningtyas selaku ketua tim panitia subjek Transformasi Digital, dengan penjelasan mengenai tujuan rapat koordinasi, yaitu untuk memilih, menilai kemudian menentukan 6 judul buku terbaik, yang telah diserahkan oleh para penerbit ke Perpustakaan Nasional RI, yang sesuai dengan kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan, yang akan menjadi pemenang pada kegiatan ini melalui mekanisme penilaian yang telah ditentukan. Dibantu tim panitia subjek Transformasi Digital lainnya yang berjumlah 5 orang, para juri yang hadir akhirnya berhasil melakukan penyortiran buku yang awalnya berjumlah sebanyak 54 judul menjadi hanya 21 judul yang kemudian akan dinilai secara lebih mendalam oleh para juri.